Teori normatif pers atau teori normatif media pertama kali dikenalkan dan dituangkan dalam buku Four Theories of the Press oleh Fred Siebert, Theodore Peterson, dan Wilbur Schramm. Istilah teori normatif dipopulerkan di Amerika Serikat selama berkecamuknya perang dingin melawan Uni Soviet dengan paham komunisnya. Karenanya teori normatif media sering disebut sebagai teori media massa Barat.
Teori normatif pers atau teori normatif media menggambarkan sebuah gagasan ideal bagi sistem media untuk dikontrol dan dioperasikan oleh pemerintah, otoritas, pemimpin, dan publik. Dengan kata lain, teori normatif media merujuk pada prinsip-prinsip sosial, politik, dan filosofis yang mengatur gagasan tentang hubungan antara media dan masyarakat.
Teori normatif media berbeda dengan teori komunikasi ataupun teori komunikasi massa lainnya karena teori normatif media tidak menyediakan penjelasan serta prediksi secara ilmiah.
Baca : Teori Komunikasi Menurut Para Ahli
Keempat teori pers yang dipopulerkan oleh Siebert dan kawan-kawan yaitu teori otoriter, teori pers bebas, teori tanggung jawab sosial, dan teori media soviet, masih relevan hingga kini. Namun karena adanya penerapan prinsip filsafat lain dan ketidakkonsistenan dalam penerapan keempat teori pers tersebut maka Denis McQuail mencoba untuk melengkapi keempat teori pers dengan dua teori lainnya yaitu teori media pembangunan dan teori demokratik-partisipan.
Penambahan dua teori normatif media telah menjadi bagian dari pembahasan teori pers dan memberikan beberapa prinsip yang bermanfaat bagi kebijakan dan kegiatan media (McQuail, 1987 : 111). Dengan demikian, teori normatif media terdiri dari 6 (enam) teori yaitu teori otoriter, teori pers bebas, teori tanggung jawab sosial, teori media Soviet, teori media pembangunan, dan teori media demokratik-partisipan.
Baca juga:
1. Teori Otoriter – Authoritarian Theory
Teori otoriter banyak diterapkan pada masyarakat pra-demokrasi pada abad 16 dan 17 serta sistem sosial otokratis dan demokratis. Teori ini memandang ketergantungan media yang dimiliki oleh pemerintah atau swasta kepada pemerintah.
Dalam artian, semua bentuk komunikasi berada dalam kendali elit pemerintah atau penguasa atau birokrat berpengaruh. Pemerintah atau penguasa melakukan kontrol terhadap media dengan tujuan untuk melindungi serta mencegah orang-orang dari ancaman nasional melalui berbagai bentuk komunikasi berupa informasi dan berita.
Pers adalah alat bagi pemerintah atau penguasa untuk menambah kekuatan atau memperkuat pembuat kebijakan dalam suatu Negara. Pemerintah atau penguasa berhak untuk memberikan izin bagi media apapun dan mengendalikannya dengan cara menerbitkan izin kepada media dan membuat sensor.
Jika diketahui ada media yang melakukan perlawanan terhadap kebijakan pemerintah, maka pihak pemerintah atau penguasa berhak untuk membatalkan izin tersebut dan membekukannya. Pemerintah berhak untuk menolak berbagai isu sensitif yang coba diangkat oleh pers untuk menjaga stabilitas nasional.
Baca :
Penyensoran yang dilakukan oleh pemerintah atau penguasa adalah bentuk penekanan terhadap berbagai bentuk komunikasi yang dapat mengancam masyarakat, raja, pemerintahan, dan bangsa. Secara khusus metode penyensoran sangat dikenal dalam pers yang menentang kebebasan berbicara dan kebebasan berekspresi. Dalam beberapa kasus, sensor yang dilakukan oleh pemerintah atau penguasa dapat membantu melindungi pembuat kebijakan dan otoritas dari berbagai isu sensitif. Terdapat beberapa jenis sensor, yaitu sensor politis, sensor moral, sensor agama, sensor militer, dan sensor perusahaan.
Prinsip-prinsip Utama Teori Otoriter
Menurut McQuail, teori otoriter memiliki beberapa prinsip utama, yaitu (1987 : 112) :
- Media hendaknya tidak melakukan berbagai macam hal yang dapat merusak wewenang yang ada.
- Media harus tunduk kepada pemerintah atau penguasa.
- Media hendaknya menghindari perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai moral, politik, dan dominan mayoritas.
- Sensor yang dilakukan oleh pemerintah atau penguasa dapat dibenarkan.
- Kecaman yang tidak dapat diterima terhadap penguasa, penyimpangan dari kebijaksanaan resmi, atau perbuatan yang menentang kode moral dipandang sebagai perbuatan pidana.
- Wartawan atau ahli media lainnya tidak memiliki kebebasan di dalam organisasi medianya (Baca : Komunikasi Organisasi)
Baca :
2. Teori Pers Bebas – Libertarian Theory
Teori pers bebas yang berkembang di Amerika dan Negara-negara Barat lainnya ini menekankan pada kebebasan media terutama dari pemerintah walaupun masih terikat pada berbagai aturan, batasan, dan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah. Teori pers bebas merupakan respon terhadap teori otoriter.
Teori pers bebas memandang bahwa orang-orang adalah pemikir rasional dan pemikiran rasional mereka menuntun mereka menemukan apa yang baik dan apa yang buruk. Pers hendaknya tidak membatasi apapun termasuk isi yang bersifat negatif yang dapat memberikan pengetahuan dan dapat membuat keputusan yang lebih baik dalam situasi terburuk.
Baca juga:
- Sosiologi Komunikasi
- Bahasa Sebagai Alat Komunikasi
- Komunikasi Pertanian
- Komunikasi Islam
- Komunikasi Visual
Prinsip-prinsip Utama Teori Pers Bebas
Adapun prinsip-prinsip teori pers bebas menurut McQuail (1987 : 115) adalah sebagai berikut :
- Publikasi hendaknya bebas dari setiap penyensoran pendahuluan yang dilakukan oleh pihak ketiga.
- Tindakan penerbitan dan pendistribusian hendaknya terbuka bagi setiap orang atau kelompok tanpa memerlukan izin atau lisensi. ( Baca juga: Etika Komunikasi)
- Kecaman terhadap pemerintah, pejabat, atau partai politik (yang berbeda dari kecaman terhadap orang-orang secara pribadi atau pengkhianatan dan gangguan keamanan) hendaknya tidak dapat dipidana, bahkan setelah terjadinya peristiwa itu.
- Hendaknya tidak ada kewajiban mempublikasikan segala hal.
- Publikasi “kesalahan” dilindungi sama halnya dengan publikasi kebenaran, dalam hal-hal yang berkaitan dengan opini dan keyakinan. (Baca juga: Komunikasi Yang Efektif )
- Hendaknya tidak ada batasan hukum yang diberlakukan terhadap upaya pengumpulan informasi untuk kepentingan publikasi. (Hambatan-Hambatan Komunikasi)
- Hendaknya tidak ada batasan yang diberlakukan terhadap upaya pengumpulan informasi untuk kepentingan publikasi. (baca juga: sejarah jurnalistik di Indonesia)
- Hendaknya tidak ada batasan yang diberlakukan dalam ekspor atau impor atau pengiriman atau penerimaan pesan di seluruh pelosok negeri.
- Wartawan hendaknya mampu menuntut otonomi profesional yang sangat tinggi di dalam organisasi mereka.
Baca :
3. Teori Tanggung Jawab Sosial – Social Responsibility Theory
Selain teori pers bebas, teori tanggung jawab sosial juga berkembang di Amerika. Teori ini menekankan pada tanggung jawab moral dan tanggung jawab sosial orang-orang atau lembaga-lembaga yang menjalankan media massa. (Baca juga: Komunikasi Persuasif)
Tangung jawab ini diantaranya adalah kewajiban untuk memberikan informasi dan diskusi kepada publik tentang masalah-masalah sosial yang penting dan menghindari aktivitas-aktivitas yang merugikan masyarakat. Teori ini membebaskan pers tanpa sensor namun di saat yang bersamaan isi pers hendaknya didiskusikan dalam panel publik dan media harus menerima berbagai masukan dari berbagai pihak.
Teori tanggung jawab sosial berada diantara teori otoriter dan teori pers bebas karena teori ini memberikan kebebasan menyeluruh bagi media di satu sisi dan kendali eksternal di sisi yang lain. Dalam teori tanggung jawab sosial, kepemilikan media adalah pribadi. Teori ini bergerak dari pelaporan obyektif ke pelaporan intepretatif.
Teori tanggung jawab sosial membantu terciptanya profesionalisme dalam media dengan mengatur akurasi, kebenaran, dan informasi ke tingkatan yang tinggi. Berdasarkan tanggung jawab sosial media, Komisi Kebebasan Pers bertugas untuk menyusun kode etik pers, memperbaiki standar jurnalisme, menjaga wartawan serta minat jurnalisme, mengkritisi dan membuat hukuman bagi pelanggar kode etik wartawan.
Prinsip-prinsip Utama Teori Tanggung Jawab Sosial
Prinsip-prinsip teori tanggung jawab sosial, adalah sebagai berikut (McQuail, 1987 : 117) :
- Media hendaknya menerima dan memenuhi kewajiban tertentu kepada masyarakat.
- Kewajiban tersebut terutama dipenuhi dengan menetapkan standar yang tinggi atau profesional tentang keinformasian, kebenaran, ketepatan, obyektifitas, dan keseimbangan.
- Dalam menerima dan menerapkan kewajiban tersebut, media hendaknya dapat mengatur diri sendiri di dalam kerangka hukum dan lembaga yang ada. (Baca juga: Komunikasi Visual)
- Media hendaknya menghindari segala sesuatu yang mungkin menimbulkan kejahatan, kerusakan, atau ketidaktertiban umum atau penghinaan terhadap minoritas etnik atau agama.
- Media secara keseluruhan hendaknya bersifat pluralis dan mencerminkan kebhinnekaan masyarakatnya, dengan memberikan kesempatan yang sama untuk mengungkapkan berbagai sudut pandang dan hak untuk menjawab. (baca: internet sebagai media komunikasi)
- Masyarakat dan publik, berdasarkan prinsip yang disebut pertama, memiliki hak untuk mengharapkan standar prestasi yang tinggi dan intervensi dapat dibenarkan untuk mengamankan kepentingan umum.
- Wartawan dan media profesional hendaknya bertangung jawab terhadap masyarakat dan juga kepada atasan/pimpinan serta pasar.
Baca : Komunikasi Pemerintahan
4. Teori Media Soviet – Soviet Media Theory atau Soviet Communist Media Theory
Nama lain dari teori media Soviet adalah Teori Media Soviet Komunis. Teori media Soviet berasal dari postulat dasar Karl Marx dan Engles serta prinsip-prinsip Lenin. Pemerintah mengambil alih kendali atau kontrol seluruh media dan komunikasi untuk melayani kelas pekerja dan kepentingannya.
Teori ini berpendapat bahwa Negara memiliki kekuasaan absolut untuk mengontrol media apapun untuk keuntungan atau manfaat bagi masyarakat. Negara mengambil alih kepemilikan pers swasta dan media lainnya. Media pemerintah menyediakan pemikiran positif untuk menciptakan masyarakat yang disosialisasikan dengan kuat serta menyediakan informasi, pendidikan, hiburan, motivasi, dan mobilisasi.
Teori media Soviet menggambarkan keseluruhan tujuan media massa yaitu untuk mengedukasi massa kelas pekerja yang lebih besar. (Baca juga: proses interaksi sosial)
Prinsip-prinsip Utama Teori Media Soviet
Teori media Soviet memiliki beberapa prinsip sebagai berikut (McQuail, 1987 : 119) :
- Media hendaknya melayani kepentingan dari, dan berada di bawah pengendalian kelas pekerja.
- Media hendaknya tidak dimiliki secara pribadi.
- Media harus melakukan fungsi positif bagi masyarakat dengan sosialisasi terhadap norma yang diinginkan, pendidikan, informasi, motivasi, mobilisasi.
- Di dalam tugas menyeluruhnya bagi masyarakat, media hendaknya tanggap terhadap keinginan dan kebutuhan audiensnya. (Baca : Jenis-jenis Interaksi Sosial)
- Masyarakat berhak melakukan sensor dan tindakan hukum lainnya untuk mencegah, atau menghukum setelah terjadinya peristiwa, publikasi anti masyarakat.
- Media perlu menyediakan pandangan yang purna/complete dan objektif tentang masyarakat dan dunia, dalam batas-batas prinsip marxisme-leninisme. (baca juga: Teori Uses and Gratifications)
- Wartawan adalah ahli yang bertanggung jawab yang tujuan dan cita-citanya hendaknya serupa dengan kepentingan terbaik masyarakat. (baca juga: media komunikasi modern)
- Media hendaknya mendukung gerakan progresif di dalam dan di luar negeri.
5. Teori Media Pembangunan – Development Media Theory
Teori media pembangunan disebut juga dengan otoritarisme dalam artian baik (authoritarianism for a good cause) yang mendukung pembangunan ekonomi dan pembangunan bangsa atau national building.
Salah satu badan dunia PBB yaitu UNESCO memandang teori media pembangunan dalam konteks dominasi Barat dalam pencarian berita internasional serta berita kabel, dan dalam kerangka terminologi budaya majemuk, hak untuk berkomunikasi, dan untuk mempertahankan perbedaan budaya global (Baca : Komunikasi Lintas Budaya)
Prinsip-prinsip Utama Teori Media Pembangunan
Teori media pembangunan memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut (McQuail, 1987 : 120) :
- Media hendaknya menerima dan melaksanakan tugas pembangunan positif sejalan dengan kebijaksanaan yang ditetapkan secara nasional. (baca juga: pengaruh media sosial )
- Kebebasan media hendaknya dibatasi sesuai dengan prioritas ekonomi dan kebutuhan pembangunan masyarakat. (Baca juga: Teori Fenomenologi)
- Media perlu memprioritaskan isinya kepada kebudayan dan bahasa nasional.
- Media hendaknya memprioritaskan berita dan informasinya pada Negara sedang berkembang lainnya yang erat kaitannya secara geografis, kebudayaan, atau politik.
- Para wartawan dan karyawan media lainnya memiliki tanggung jawab serta kebebasan dalam tugas mengumpulkan informasi dan penyebarluasannya. (baca juga: Komunikasi Asertif)
- Bagi kepentingan tujuan pembangunan, Negara memiliki hak untuk campur tangan dalam, atau membatasi, pengoperasian media serta sarana penyensoran, subsidi, dan pengendalian langsung dapat dibenarkan.
Baca : Pengertian Jurnalistik Menurut Para Ahli
6. Teori Media Demokratik-Partisipan – Democartic-participant Media Theory
Teori media demokratik-partisipan muncul dalam masyarakat liberal sebagai respon terhadap teori pers bebas dan teori tanggung jawab sosial. Teori ini memberikan hak untuk berkomunikasi kepada seluruh warga Negara apakah itu sebagai individu atau kelompok dan mengharuskan media melayani kebutuhan khalayak.
Inti dari teori media demokratik partisipan adalah kebutuhan, kepentingan, dan aspirasi penerima dalam masyarakat politik. Hal ini terkait dengan hak atas informasi yang relevan, hak untuk menjawab kembali, hak untuk menggunakan sarana komunikasi untuk berinteraksi dalam kelompok masyarakat berskala kecil serta kelompok kepentingan subbudaya. (Baca juga: Teori Spiral Keheningan)
Prinsip-prinsip Utama Teori Media Demokratik-Partisipan
Secara singkat, teori media demokratik-partisipan memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut (McQuail, 1987 : 122) :
- Warga Negara secara individu dan kelompok minoritas memiliki hak pemanfaatan media (hak untuk berkomunikasi) dan hak untuk dilayani oleh media sesuai dengan kebutuhan yang mereka tentukan sendiri.
- Organisasi dan isi media hendaknya tidak tunduk pada pengendalian politik yang dipusatkan atau pengendalian birokrasi Negara.
- Media hendaknya ada terutama untuk audiensnya dan bukan untuk organisasi media, para ahli, atau nasabah media tersebut. (Baca juga: Teori Agenda Setting)
- Kelompok, organisasi, dan masyarakat lokal hendaknya memiliki media sendiri.
- Bentuk media yang berskala kecil, interaktif dan partisipatif lebih baik dibandingkan media berskala besar, satu arah, dan diprofesionalkan. (Baca juga: Komunikasi Dakwah)
- Kebutuhan sosial tertentu yang berhubungan dengan media massa tidak cukup hanya diungkapkan melalui tuntutan konsumen perorangan, tidak juga melalui Negara dan berbagai lembaga utamanya.
- Komunikasi terlalu penting untuk diabaikan oleh para ahli.
Baca : Paradigma Komunikasi
Prinsip Jurnalisme Altschull
Dari perspektif sosiologis, tinjauan tentang komunikasi massa lebih menitikberatkan pada kategorisasi pelbagai sistem komunikasi massa yang didasarkan pada berbagai bentuk hak milik serta kontrol terhadap media.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh para ahli guna mengembangkan tipologi sistem media massa secara lebih luas melalui pengungkapan filsafat komunikasi sosial terhadap masyarakat tertentu seperti unsur normatif atau ideologi serta kondisi keorganisasian dari kepemilikan media, pencapaian media, dan kontrol media.
Tipologi sistem komunikasi massa yang kita kenal sekarang ini adalah sistem komunikasi massa yang berdasarkan Empat Teori Pers yang dipopulerkan oleh Siebert dan kawan-kawan serta pengembangan teori pers oleh Denis McQuail.
Baca :
Sementara itu, seorang ahli bernama J.H Altschull menyatakan terdapat tiga bentuk dasar sistem pers yaitu kapitalis-liberal, sosialis-Soviet, dan Negara berkembang. Altschull menyebutnya dengan sistem pasar, sistem Marxis, dan sistem berkembang (McQuail, 1987 : 122-123).
- Sistem pasar – merupakan gabungan antara unsur pers bebas dan tanggung jawab sosial. Kebebasan pers mengandung pengertian negatif karena tidak adanya kontrol dan kebijakan pemerintah. Tanggung jawab sosial dipandang sebagai sesuatu yang berkaitan dengan kewajiban memberikan informasi nonpolitik. Jika terkait dengan politik maka pemberian informasi haruslah adil.
- Sistem marxis – merupakan model Soviet. (Baca : Komunikasi Non Verbal)
- Sistem berkembang – mewakili teori pembangunan dan lebih menekankan pada berbagai usaha untuk mempersatukan masyarakat, misalnya sistem pers di Indonesia (Baca : Sejarah Jurnalistik di Indonesia)
Baca : Sistem Komunikasi Indonesia
Altschull kemudian menempatkan pandangannya tentang sistem pers tersebut ke dalam tujuh prinsip jurnalisme, yaitu :
- Media berita merupakan agen para pemegang kepentingan dalam hal ini kekuatan politik dan kekuatan ekonomi pada semua sistem media. Karena itu, pers bukan merupakan pelaku yang independen walaupun mereka memiliki potensi untuk itu. (baca juga: Etika Komunikasi di Internet)
- Isi berita tidak selalu mencerminkan kepentingan penyandang dana atau pemilik modal.
- Paham kebebasan pers sejatinya dianut oleh semua sistem pers, yang membedakannya adalah makna kebebasan berpendapat yang diyakini oleh masing-masing sistem pers.
- Doktrin tanggung jawab sosial dipegang oleh setiap sistem pers. Doktrin ini menyatakan bahwa setiap sistem pers memberikan pelayanan terhadap kebutuhan dan kepentingan masyarakat, serta menyebutkan keinginan mereka untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat.
- Setiap sistem pers selalu memandang sistem pers lainnya sebagai model pers yang menyimpang.
- Sekolah jurnalistik berperan dalam menyebarkan ideologi serta sistem nilai kepada masyarakat. Selain itu, sekolah jurnalistik juga berperan dalam membantu pihak penguasa dalam mempertahankan kendali atau kontrol terhadap media berita (Baca : Komunikasi Pembelajaran)
- Pers dalam tataran praktis tidak selalu berbanding lurus dengan teori pers.
Ketujuh prinsip jurnalisme tersebut merupakan intisari pengamatan terhadap apa yang terjadi dalam realitas.
Manfaat Mempelajari Teori Pers (Teori Normatif Media)
Dengan mempelajari teori pers, semoga memberikan manfaat untuk lebih memahami hubungan media dan masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip sosial, politik, serta filosofis. Selain itu, melalui prinsip jurnalisme yang disampaikan oleh J.H Altschull kita dapat memahami pula bahwa teori normatif pers atau teori normatf media memiliki beberapa keterbatasan dalam mendeskripsikan realitas, utamanya bagi mereka yang berkecimpung dalam industri media dan pengontrol media. (Baca juga: Teori-teori Komunikasi Antar Pribadi)
Demikianlah ulasan singkat mengenai berbagai teori normatif media atau teori normatif pers yang meliputi prinsip-prinsip yang menyertainya. Semoga dapat memberikan manfaat dalam pengetahuan kita mengenai perkembangan teori pers.