Sejarah Jurnalistik di Indonesia dan Perkembangannya

Hampir tidak ada hari yang terlewat tanpa membaca, mendengar, dan melihat berita dari media massa; baik media cetak, elektronik, maupun media baru yaitu media sosial. Semua berita dan informasi itu dapat kita terima berkat jasa para wartawan atau jurnalis yang merangkum kejadian di seluruh dunia dan menyampaikannya pada kita. Karena keberadaan dan peranan para jurnalis yang sangat penting ini, kita perlu memahami juga bagaimana sejarah jurnalistik terutama di Indonesia. (Baca juga: Teori Uses and Gratification)

Pengertian Jurnalistik

Sebelum membahas mengenai sejarah jurnalistik, pertama-tama kita perlu mengetahui pengertian dan makna dari kata jurnalistik itu sendiri. Jurnalistik berasal dari bahasa Inggris journal yang berarti catatan mengenai kegiatan dan kejadian sehari-hari, yang kemudian diartikan lebih khusus sebagai catatan harian atau surat kabar. Di Indonesia sendiri, jurnalistik awalnya disebut sebagai publisistik yang berarti juga coretan pertama dalam sejarah.

Jurnalistik memiliki dasar aktivitas yaitu meliput, mengolah, dan menyajikan informasi yang terjadi sesungguhnya di masyarakat sebagai representasi realita yang kemudian disajikan dalam bentuk berita kepada publik.

Dalam proses peliputan dan pengumpulan berita, para jurnalis menggunakan prinsip 5W1H yang terdiri dari who, what, when, where, why, dan how; serta ditambah dengan hubungan kepentingan dan akibat dari kejadian yang sedang terjadi atau menjadi tren terkini. (Baca juga: Komunikasi Massa)

Sejarah Jurnalistik Indonesia

Setelah memahami sejarah jurnalistik dunia secara global, selanjutnya kita akan membahas mengenai sejarah jurnalistik di Indonesia. Dunia jurnalistik memang mengalami perkembangan beserta jatuh bangunnya di Indonesia, namun tidak membuatnya terhambat untuk berkembang seperti sekarang ini. Berdasarkan sejarahnya, dunia jurnalistik Indonesia dibagi menjadi tiga golongan masa:

  1. Jurnalistik Kolonial, yaitu jurnalistik yang dibangun oleh orang Belanda pada abad ke-18 yang ditandai dengan munculnya surat kabar berbahasa Belanda yang bernama Bataviasche Nouvellesd. (Baca juga: Komunikasi Asertif)
  2. Jurnalistik China, yaitu jurnalistik yang dibuat oleh orang berketurunan Tionghoa di Indonesia dengan menerbitkan surat kabar sebagai media penghubung dan pemersatu kaum Tionghoa Indonesia.
  3. Jurnalistik Nasional, yaitu jurnalistik yang dibuat oleh anak bangsa asli Indonesia sebagai media perjuangan dan alat pergerakan kemerdekaan pada abad ke-20. Kemunculannya ditandai dengan ikatan jurnalis yang dinamakan Medan Priayi dengan dipimpin oleh Tirto Hadisuryo atau yang lebih dikenal sebagai Raden Djikomono. (Baca juga: Komunikasi Persuasif)

Baca juga :

Sedangkan jika menilik sejarah jurnalistik di Indonesia berdasarkan perkembangannya, kita akan melihat bahwa jurnalistik Indonesia terbagi ke dalam 6 masa. Berikut adalah masa-masa yang sangat penting dalam perkembangan jurnalistik di Indonesia:

A. Masa Pendudukan Belanda

Sejarah jurnalistik di Indonesia dimulai saat Belanda menjajah Indonesia. Jurnalistik pada masa pendudukan Belanda ditandai dengan diterbitkannya surat kabar Memories der Nouvelles pada tahun 1615 oleh Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterzoon Coen.

Surat kabar ini awalnya masih ditulis tangan sampai pada tahun 1688 pemerintah Hindia Belanda memiliki mesin cetak yang dikirim dari negeri Belanda dan akhirnya dapat membuat surat kabar dengan cetakan pertama. Isi surat kabar cetakan pertama ini antara lain ketentuan dan perjanjian yang dibuat antara Belanda dengan Sultan Makassar pada saat itu. (Baca juga: Komunikasi Sosial)

Setelah muncul surat kabar pertama tersebut, perlahan-lahan bermunculan pula surat kabar lain yang diterbitkan oleh masyarakat pribumi dan turunan etnik Tionghoa. Surat kabar baru tersebut diterbitkan oleh berbagai kalangan masyarakat saat itu dalam berbagai bahasa. Seperti Bahasa Belanda, Bahasa Cina, Bahasa Jawa, dan bahasa daerah lainnya.(baca juga: filsafat komunikasi)

Kemudian, perkembangan dunia jurnalistik dan surat kabar di Indonesia pada masa itu terus menanjak hingga dicatat ada sekitar 30 surat kabar berbahasa Belanda, 27 surat kabar berbahasa Indonesia, dan satu surat kabar berbahasa Jawa pada pertengahan abad ke-19. (Baca : Komunikasi Pemerintahan)

B. Masa Pendudukan Jepang

Setelah masa pendudukan di Indonesia berganti oleh pendudukan Jepang, dunia jurnalistik Indonesia mengalami perubahan besar-besaran dimana semua surat kabar dipaksa bergabung menjadi satu dan isinya disesuaikan dengan rencana serta tujuan Jepang dalam Dai Toa Senso atau Perang Asia Timur Raya.

Dikutip dari bebagai data peninggalan sejarah di Indonesia, perkembangan jurnalistik di masa pendudukan mengalami kesulitan. Dimana, kebebasan pers sangat dibatasi dan tentunya ditekan untuk mengikuti kepentingan pemerintahan Jepang pada saat itu.

Hal itu bisa dibuktikan saat berita surat kabar yang seharusnya merupakan representasi kenyataan menjadi tulisan yang diatur dengan tujuan pro pemerintahan Jepang semata.

C. Masa Pasca Kemerdekaan / Pemerintahan Presiden Soekarno

Dari masa perjuangan meraih kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan, surat kabar banyak digunakan sebagai sarana memompakan semangat juang kepada para pejuang untuk tetap bersemangat melawan para penjajah. Pada masa awal kemerdekaan, kondisi Indonesia masih terbilang rapuh dan terancam kedaulatannya dari berbagai pihak yang ingin merebut negeri ini.

Pada masa itu lah surat kabar memiliki peranan penting sebagai sarana penguatan warga negara Indonesia dan sebagai perlindungan dari hasutan yang disebarkan Belanda melalui media massa mereka. (Baca juga: Pola Komunikasi Organisasi)

Namun sayangnya setelah kedudukan Indonesia sudah semakin kuat dengan dibubarkannya RIS (Republik Indonesia Serikat) dan diakuinya kedaulatan Indonesia sebagai Republik Kesatuan berdasarkan UUDS, peranan jurnalistik mulai tergoyahkan. Surat kabar justru mulai digunakan sebagai alat manuver politik yang bertujuan mengguncang bahkan menyerang lawan politik supaya mendapatkan kekuasaan di pemerintahan Indonesia yang baru. (baca: komunikasi massa)

Banyak surat kabar yang dibredel karena dianggap melawan pemerintah saat itu, dan tak sedikit pula wartawan yang ditangkap karena dianggap mengancam pemerintahan padahal mereka hanya menyuarakan kebenaran.

Saking memburuknya kondisi jurnalistik dan pers di Indonesia, tanggal 1 Oktober 1958 dianggap sebagai tanggal matinya kebebasan pers di Indonesia dengan makin banyaknya surat kabar yang dipaksa tutup dan wartawan ditangkapi. Terlebih lagi, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 yang semakin mempersempit ruang gerak dan kebebasan pers di negara kita. (Teori Komunikasi Politik)

Seolah tak cukup, beberapa bulan setelahnya, Departemen Penerangan mengumumkan peraturan baru yang mewajibkan media massa yaitu surat kabar dan majalah haruslah didukung oleh minimal satu partai politik atau tiga organisasi massa. Akibatnya, surat kabar tidak ada yang bersifat netral seperti seharusnya media massa dan semuanya memiliki corak masing-masing tergantung kebutuhan organisasi. (Baca juga: Sosiologi Komunikasi)

Baca juga :

D. Masa Pemerintahan Presiden Soeharto

Masa ini disebut juga masa demokrasi liberal yang berpengaruh kepada kebebasan pers dan dunia jurnalistik di Indonesia, dimana setiap orang selama memiliki modal diperbolehkan menerbitkan media massa berupa surat kabar atau majalah tanpa memerlukan pengesahan pihak manapun. Dengan begitu, masyarakat Indonesia terutama kalangan wartawan lebih bebas dalam menyuarakan pendapat dan pemikiran mereka tanpa khawatir akan ditangkapi seperti sebelumnya. (Baca juga :  Cabang Ilmu Komunikasi)

Namun justru karena itu, setiap surat kabar dan majalah berlomba untuk menerbitkan tulisan sebanyak-banyaknya dengan agak sedikit mengesampingkan mutu dan kualitas media pada saat itu. Sehingga tidak banyak media yang bermutu bagus dikarenakan minimnya peralatan mencetak dan lain sebagainya.

Bahkan orang lebih memilih koran bekas RDV (Dinas Penerangan Belanda) daripada koran baru pada saat itu. Selain itu, ada juga permasalah baru yaitu munculnya media yang berisi konten pornografi yang bebas disebarluaskan karena tidak adanya pembatasan mengenai hal itu.

Karena keadaan semakin memburuk, seperti terjadinya perang pena dan fitnah dimana-mana, pemerintah pun membuat peraturan yang berkaitan dengan dunia jurnalistik supaya dapat sesuai dengan dasar negara yaitu Pancasila dan UUD 1945. (Baca : Konteks Komunikasi)

Kemudian, pemerintah mengeluarkan ketetapan MPRS No. XXXII/MPRS/1966 pada tanggal 6 Juli 1966 yang disambut oleh kalangan wartawan dengan Deklarasi Wartawan Indonesia hasil dari konfrensi kerja PWI di Jawa Timur. Dalam hal ini, dunia jurnalistik berikut pers diharapkan dapat bersama-sama dengan pemerintah membangun pers nasional menjadi lebih baik dan sehat. (baca: psikologi komunikasi)

E. Masa Reformasi

Perkembangan jurnalistik pada masa reformasi ditandai dengan kebebasan pers yang membolehkan surat kabar dan majalah terus berjalan tanpa adanya pembaharuan izin karena SIUPP sudah dihapuskan. Jurnalistik Indonesia pun berkembang pesat dan dapat mencakup berbagai kalangan masyarakat karena semua lapisan masyarakat dapat membuat media massa.

Hal ini terlihat dari berkembang pesatnya jurnalistik baik cetak, elektronik, digital, dan internet. Berbagai media televisi dengan salurannya masing – masing, siang malam menghiasi layar televisi. Kemudian, keberadaan radio dan majalah yang juga berkembang pesat seiring perkembangan zaman. Tak luput dengan keberadaan teknologi, yang memungkinkan kita mengakses internet lebih cepat baik melalui komputer maupun dengan smartphone yang semakin merajalela. Keberadaannya mampu menjangkau hingga pelosok daerah.

Oleh karena itu, pemberitaan semakin cepat tersebar dan meluas. Sehingga masyarakat di daerah pedesaan pun mampu mengetahui berbagai peristiwa yang terjadi di perkotaan, pun sebaliknya. Di sisi lain, dalam praktiknya memang ada media yang tidak melakukan tanggung jawabnya dengan benar, namun sebagaian besar tetap berpedoman pada UU Pers yang diakui bersama dalam dunia jurnalistik. (Baca juga: Komunikasi Bisnis)

Baca juga:

Demikianlah sejarah jurnalistik di Indonesia yang perlu kita ketahui bersama. Semoga tulisan ini berguna bagi Anda yang mencari informasi mengenai dunia jurnalistik dan sejarah jurnalistik di Indonesia.

Artikel Komunikasi Lainnya