Teori Spiral Keheningan ( Spiral of Silence Theory) dan Asumsinya

Spiral Keheningan merupakan salah satu teori komunikasi massa. Teori spiral keheningan ini biasa disebut sebagai ‘Spiral of Silence Theory’ atau ‘Teori Spiral Kesunyian. Secara bahasa, teori spiral keheningan diambil dari kata ‘Spiral’ yang berarti suatu perputaran lingkaran dan ‘Keheningan’ yang berarti sunyi. Sebenarnya, teori ini merupakan salah satu dari teori komunikasi politik.

Dalam ilmu komunikasi, teori keheningan adalah salah satu dari teori komunikasi massa di mana seseorang memiliki opini dari berbagai isu namun terdapat keraguan dan ketakutan untuk memberikan opininya karena merasa terisolasi, sehingga opini tidak bersifat terbuka alias tertutup.

Dengan adanya isolasi akan opini setiap individu, maka orang tersebut mencoba mencari dukungan yang memihak pada opininya tersebut. Hal ini menyebabkan orang tersebut menjadi mayoritas yang awalnya hanya minoritas atau terkucilkan akan opininya. Kebanyakan orang mencari dukungan akan opininya tersebut melalui media massa atau mendekati orang yang sekiranya berpengaruh dalam kemasyarakatannya seperti seorang tokoh masyarakat atau public figure.

Akan tetapi, jika opini belum mendapatkan dukungan, maka orang tersebut akan berkomunikasi dengan menggunakan Spiral keheningan yang mana ia menyembunyikan opininya dan mau tidak mau menerima opini yang mayoritas. (Baca juga: Pola Komunikasi Organisasi)

Sejarah Teori Keheningan

Teori spiral keheingan ini telah dikembangkan oleh Elisabeth Noelle Neumann (1973, 1980) yang merupakan seorang sosiolog, pakar politik, dan jurnalis Nazi Jerman yang membenci Yahudi dan mendukung Hitler. Dalam pendapatnya, Neumman menjelaskan bahwa teori spiral keheningan merupakan upaya untuk menjelaskan opini public dibentuk dan teori ini hanya befokus pada opini publik semata.

Bahwa banyak dari populasi menyesuaikan prilakunya pada arah media teori ini telah dinyatakan sebagai dasar yang penting dalam memelajari kondisi manusia (Neumman, 1993).

Teori ini didapatkan dan terinspirasi ketika ia berada di lingkungan Nazi pada masa itu, yang mana banyak orang yang merasa terisolasi opini-opininya ketika ia mereka ingin mengemukakan pendapat mereka. Sehingga tidak salah jika banyak orang yang mengalami Spiral Keheningan ini mencari dukungan melalui media massa. (Baca juga: Hambatan-Hambatan Komunikasi)

Hal itu terjadi karena media massa merupakan penyambung lidah masyarakat secara luas dan umum. Ditambah lagi bahwa media merupakan suatu sarana komunikasi yang kebanyakan berpihak pada kiri.

Dua Asumsi mengenai Opini

Dalam teori spiral keheningan, tidak selalu mengalami keminoritasan, teori tersebut bisa saja terjadi mayoritas ketika ia mendapat dukungan dari media yang mana media menonjolkan sudut pandang tertentu dengan kesesuaian opini pada suatu topik. Namun, media pun tidak sembarangan mendukung suatu opini, mereka melihat opini tersebut layak untuk didukung atau tidak. (Pengantar Ilmu Komunikasi)

Teori ini pun sebenarnya masih merujuk pada disiplin ilmu sosiopsikologi karena tentang situasi kemasyarakatan dan faktor kejiwaan manusia. Hal ini sangat menarik bagi masyarakat karena terdapat penyetaraan sosial. Karena pada dasarnya seseorang pada umumnya selalu menghindari dari keterpurukan dan keterasingan dalam bermasyarakat.

Teori spiral keheningan ini pada hakikatnya tergantung pada opini yang dipikirkan dan diharapkan dari seseorang. Teori ini pun hanya terdapat dua asumsi yaitu opini yang diterima atau opini yang tidak diterima oleh masyarakat. Dan asumsi yang kedua yaitu menyesuaikan diri dengan persepsi yang ada pada suatu opini.

Baca juga:

Saverin dan Tankard (2001) pernah berpendapat bahwa manusia dianggap memiliki indera semi statistik (quasi-statistical sense) yang digunakan  untuk menentukan opini dan cara perilaku mana yang disetujui atau tidak disetujui oleh lingkungan mereka, serta opini dan bentuk perilaku mana yang memperoleh atau kehilangan kekuatan.

Opini pun tidak harus disampaikan secara lisan, bisa melalui tanda dengan cara menempel stiker di berbagai tempat atau memasang pamphlet tentang opini kita melalui suatu karya. Karena dalam penyampaian opini terdapat berbagai cara, dan cara itulah yang merupakan contoh cara dalam menyampaikan pendapat melalui teori spiral keheningan.

Seperti apa yang dikatakan oleh Littlejohn (1996), “Kita berani melakukan itu karena kita yakin bahwa orang lain pun dapat menerima pendapat kita.”

Baca juga: Komunikasi Sosial

Opini dan Masyarakat

Dalam menghadapi berbagai isu yang dianggap sebagai controversial atau pemecah kerukunan, maka akan terbentuk kesan tentang opini tersebut. Masyarakat mencoba menentukan opini tersebut bersifat mayoritas atau tidak, dan sejalan dengan mereka atau tidak.

Jika opini mayoritas itu tidak berjalan sesuai dengan masyarakat, maka masyarakat lebih memilih diam dan berada di kalangan minoritas. Padahal, semakin lama masyarakat diam, maka semakin banyak sudut pandang yang terpendang, dan mereka akan semakin lama diam juga.

Pada hakikatnya spiral keheningan ini muncul karfena adanya pengucilan terhadap kaum minoritas. Littlejohn (1996) menyampaikan bahwa Neumann mengatakan “mengikuti arus memang relatif menyenangkan, tapi itupun bila mungkin, karena anda tidak bersedia menerima apa yang tampak sebagai pendapat yang diterima umum, paling tidak anda dapat berdiam diri, supaya orang lain dapat menerima anda.”

Neumman telah berusaha merumuskan hubungan antara media massa dengan pembentukan opini publik yang terjadi. Bahkan hingga kini banyak mahasiswa menggunakan teori ini dalam meneliti tentang pengantar ilmu komunikasi massa. Dan banyak yang menyimpulkan bahwa kelompok minoritas ini perlu menyembunyikan opininya dari kelompok mayoritas.

Masyarakat tentunya tidak ingin merasa dikucilkan atau diasingkan dalam suatu kelompok, mereka ingin bergaul besama yang lainnya. Mereka tidak ingin sendiri walaupun mereka tetap berkeyakinan tinggi.

Dengan demikian, maka masyarakat akan mempelajari berbagai pandangan masyarakat di lingkungannya, mencari mana opini mana yang popular dalam lingkungan tersebut.

Baca juga : Pola Komunikasi Organisasi – Komunikasi Gender

Namun, karena adanya keterbatasan nwaktu, maka kebanyakan masyarakat lebih menerima opini yang tidak didukung oleh media massa hingga mereka merasa terisolasi ketika ingin eksplore opininya ke depan umum. Padahal opini minoritas pun lama kelamaan juga akan menjadi opini yang mayoritas.

Baca juga:

Hubungan Media dengan Opini

Sebagian besar masayakarat sulit membedakan dan menyangkal pengaruh media terhadap pandangan seseorang, walaupun opini publik sebenarnya merupakan pandangan pribadi. Hal ini disebabkan karena adanya individu yang ‘tidak berdaya’ di hadapan media yang dikarenakan dua alasan, di antaranya:

  • Sulitnya mendapatkan publisitas suatu sudut pandang, dan
  • Fitnah dari media yang disebut sebagai pillory function 9fungsi pasungan)

Media yang pada umumnya menonjolkan suatu opini membuat masyarakat sulit untuk membedakan antara pandangan yang diperoleh dari media dengan pandangan yang diperoleh dari sumber lain selain media.

Neolle-Neumann (1973) mengemukakan bahwa spiral keheningan mengajak kita kembali kepada teori media massa yang perkasa, yang mempengaruhi hampir setiap orang dengan cara yang sama.

Saverin dan Tankard (2001) menyampaikan tiga cara media massa dalam mendistribusikan opini publik, di antaranya:

  1. Media massa membentuk kesan tentang opini yang dominan.
  2. Media masa membentuk kesan tentang opini mana yang sedang meningkat.
  3. Media masa membentuk kesan tentang opini mana yang dapat disampaikan di muka umum tanpa menjadi tersisih.

Kesimpulan

Teori spiral keheningan lebih berfokus pada suatu pandangan seseorang yang telah didefinisikan oleh media. Pada umumnya, kebanyakan orang akan memilih diam ketika mereka merasa berada di lingkungan minoritas dan merasa pendapat mereka telah dibatasi. Karena mereka merasa enggang untuk menyampaikan pendapat mereka dan takut dikucilkan. Sedangkan orang yang memiliki sudut pandang mayoritas akan lebih banyak bersuara dan berkoar. (Baca juga: Komunikasi Pertanian)

Seperti halnya begini, ada si A yang berpendapat bahwa bumi itu datar dan si B berpendapat bahwa bumi itu bulat. Namun selama ini, kebanyakan orang menganggap bahwa bumi itu bulat, sehingga si B lebihmendominasi untuk bersuara dan si A lebih memilih untuk diam karena takut dikucilkan oleh orang lain.

Disisi lain, terdapat orang yang tidak terpengaruh akan adanya spiral keheningan yang disebut sebagai avant garde dan hard core. Avant grade merupakan orang yang merasa bahwa posisi mereka akan semakin kuat, sedangkan hard core merupakan orang-orang yang selalu menentang apapun konseskuensinya. (Baca juga: Prinsip-Prinsip Komunikasi)