Komunikasi Gender yang Bagus dan Penjelasannya

Komunikasi menyentuh hampir di setiap sudut kehidupan manusia. Setiap manusia memiliki gaya tersendiri ketika berkomunikasi dengan manusia lainnya. Perbedaan gaya berkomunikasi tersebut tergantung pada darimana ia berasal, di mana ia lahir, latar belakang pendidikan, usia, dan gender.

Disadari atau tidak, ketimpangan gender terjadi tidak hanya dalam masyarakat namun juga dalam media sebagai konstruktor gender. Berbagai ketidakadilan gender terjadi dan kaum feminis mencoba untuk mendobrak budaya patriarki sejak abad 19 hingga kini.

Gencarnya gerakan feminisme tidak membuat konstruksi perempuan oleh media berubah. Ketimpangan gender yang terjadi hendaknya bisa diminimalisir dengan jurnalisme sensitive gender. Artikel berikut mengupas secara singkat mengenai gender dan komunikasi beserta seluk beluknya. Tidak lupa juga manfaat yang akan kita peroleh ketika kita mempelajari Gender dan Komunikasi.

Baca juga: Teori Komunikasi

Pengertian Gender

Adapun pengertian gender adalah (Puspitawati : 2012) :

1.Smith (1987); West & Zimmerman (1987) dalam Lloyd. (2009) – Gender adalah suatu paket hubungan yang nyata di institusi sosial. Kemudian dihasilkan kembali dari interaksi antar personal.

2. Ferree (1990) dalam Lloyd et al. (2009)  – Gender bukanlah properti individual, namun merupakan interaksi yang sedang berlangsung antar aktor dan struktur. Disertai dengan variasi yang sangat besar antara kehidupan laki-laki dan perempuan “secara individual” sepanjang siklus hidupnya dan secara struktural dalam sejarah ras dan kelas

3. Butler (1990) dalam Lloyd et al. (2009) – Gender dihasilkan pada tingkat ideologi.

4. West & Zimmerman (1987) dalam Lloyd et al. (2009) – Gender bukan kata benda – “menjadi seseorang”, namun suatu “perlakuan”. Gender kemudian diciptakan dan diperkuat melalui diskusi dan perilaku, dimana individu memberikan pernyataan terhadap suatu identitas gender dan mengumumkan pada yang lainnya.

5. Smith (1987) dalam Lloyd et al. (2009) – Teori gender merupakan suatu pandangan tentang konstruksi sosial. Juga sekaligus untuk mengetahui ideologi dan tingkatan analisis material.

Baca juga: Komunikasi Politik

Perbedaan Jenis Kelamin dan Gender

Gender bukanlah merujuk pada jenis kelamin. Berikut adalah perbedaan antara jenis kelamin dan gender :

Jenis Kelamin

1.  – Laki-laki dan perempuan dibedakan berdasarkan atas unsur biologis.

  • Laki-laki
    • Peran produksi, tidak berubah
    • Memiliki fungsi melakukan pembuahan
    • Penyakit prostat untuk laki-laki
  • Perempuan
    • Peran reproduksi berlaku sepanjang massa, tidak berubah
    • Peran reproduksi ditentukan takdir
    • Memiliki fungsi reproduksi seperti hamil, menstruasi, melahirkan, menyusui
    • Penyakit kanker rahim

Baca juga: Komunikasi Antar Pribadi

Gender

2.  – Sebagai konstruksi sosial, gender memiliki sifat-sifat sebagai berikut :

  • Gender bersifat dinamis – gender berubah-ubah seiring berjalannya waktu dalam konteks budaya yang berbeda
  • Gender bersifat sosial dan simbolis – gender dipelajari dan diekspresikan melalui bahasa dan perilaku. Manusia belajar mengenai gender dan menampilkannya melalui kegiatan komunikatif karena bahasa bersifat sosial dan simbolis

Baca juga : Teori Public Relations

Teori Perkembangan Gender

Untuk mengetahui kaitan antara gender dan komunikasi dapat kita lihat melalui berbagai teori perkembangan gender yang dikemukakan oleh para ahli komunikasi, psikologi dan ahli dalam disiplin ilmu yang lain. Terdapat lima teori perkembangan gender, yaitu :

1. Teori Psikodinamis (Psychodynamic Theory

Akar teori ini adalah aliran psikoanalisis yang dirumuskan oleh Sigmund Freud. Teori ini melihat peran gender khususnya seorang ibu dalam sebuah keluarga sebagai pembentuk identitas gender. Anak laki-laki dan anak perempuan, membentuk identitas gender dalam hubungannya dengan ibu mereka. Anak perempuan biasanya lebih terhubung dengan ibunya karena memiliki kesamaan biologis. Sedangkan anak laki-laki membentuk identitas gender yang berbeda karena tidak memiliki kesamaan biologis dengan sang ibu.

Baca juga : Komunikasi Organisasi

2. Teori Interaksi simbolis (Symbolic Interactionism Theory)

Teori interaksi simbolis dirumuskan oleh George Herbert Mead. Teori ini, menyatakan bahwa gender dapat dipelajari dalam suatu proses komunikasi dalam konteks budaya. Menurut teori ini, anak laki-laki dan anak perempuan belajar bagaimana mereka di-gender-kan sebagai maskulin dan feminin melalui kata-kata (simbol) yang diungkapkan kepada yang lain (interaksi).

Baca juga : Komunikasi Massa

3. Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory)

Teori yang diungkapkan oleh Bandura yang menyatakan bahwa kita belajar bukan saja dari pengalaman langsung melainkan dari peniruan dan peneladanan. Perilaku merupakan hasil faktor-faktor kognitif dan lingkungan (Rakhmat, 2001 : 240 – 241). Dalam kaitannya dengan pengembangan gender, teori ini lebih menekankan pada perilaku sebagai hasil dari faktor-faktor motivasional. Motivasi tergantung pada peneguhan.

Kemudian, terdapat tiga macam peneguhan, yaitu peneguhan eksternal, peneguhan gantian (vicarious reinforcement), dan peneguhan diri (self reinforcement). Teori ini juga menjelaskan bahwa kita akan terdorong melakukan perilaku teladan, bila kita melihat orang lain yang berbuat sama dengan kita mendapat ganjaran karena perbuatannya (Rakhmat, 2001 : 242).

Baca juga : Komunikasi Bisnis

4. Teori Belajar Kognitif (Cognitive Learning Theory)

Tidak seperti teori belajar sosial yang menekankan pada reward dan punishment, teori belajar kognitif menitikberatkan pada pengembangan gender ke dalam beberapa tingkatan. Suatu model yang dikemukakan oleh Lawrence Kohlberg menggambarkan bahwa anak-anak menyadari identitas gendernya sekitar usia tiga tahun. Namun, hal ini terus berubah hingga mereka menginjak usia lima atau tujuh tahun. Identitas gender menandai mereka dengan sebuah skema yang mengorganisasikan perilaku mereka terhadap orang lain. Mereka akan mencari model untuk membentuk ke-laki-lakian atau ke-perempuan-an saat mereka tumbuh dewasa.

Baca juga: Teori Komunikasi Antar Budaya

5. Teori Titik Berdiri (Standpoint Theory)

Budaya memegang peranan penting untuk memahami gender. Teori yang dirumuskan oleh Patricia Collins and Sandra Harding menyatakan bahwa ras dan kelas sosial penting. Keberadaan dua aspek tersebut mempengaruhi proses pembentukan identitas gender.

Bentuk-bentuk Ketidakadilan Gender

Dalam kehidupan bermasyarakat, laki-laki dan perempuan memiliki peran dan fungsi yang berbeda.
Ketidakadilan gender dapat terjadi manakala perbedan tersebut ternyata menimbulkan diskriminasi. Berikut diulas mengenai berbagai bentuk ketidakadilan gender seperti yang disarikan dari laman Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia :

1. Stereotype atau Pelabelan

Sterotype adalah citra baku atau label/cap yang diberikan kepada seseorang atau kelompok berdasarkan pada suatu anggapan yang salah atau sesat. Sterotype umumnya digunakan sebagai pembenaran suatu tindakan yang dilakukan oleh satu kelompok atas kelompok lainnya. Sterotype menunjukkan adanya ketimpangan atau ketidakseimbangan dalam hubungan kekuasaan Ketimpangan ini bertujuan untuk menaklukkan atau menguasai pihak lain. Sterotype negatif seringkali disematkan pada perempuan. Misalnya perempuan dianggap cengeng.

2. Kekerasan

Kekerasan adalah tindak kekerasan yang dilakukan secara fisik maupun non fisik yang oleh salah satu jenis kelamin atau sebuah institusi keluarga, masyarakat atau negara terhadap jenis kelamin lainnya. Peran gender telah membuat terjadinya pembedaan dalam karakter perempuan dan laki-laki yang bertransformasi ke dalam ciri-ciri psikologis. Perempuan dianggap feminism dan laki-laki maskulin.

Laki-laki dianggap gagah, kuat, berani dan sebagainya. Sebaliknya perempuan dianggap lembut, lemah, penurut dan sebagainya. Ketika pembedaan karakter tersebut berdampak pada adanya tindakan kekerasan, maka hal itu menjadi masalah. Tidak berarti laki-laki dapat berlaku semena-mena terhadap perempuan karena dianggap lemah. Misalnya KDRT, pelecehan seksual dan lain-lain.

3. Beban Ganda

Yang dimaksud dengan beban ganda adalah beban pekerjaan yang diterima oleh salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan dengan jenis kelamin lainnya. Perempuan memiliki peran reproduksi yang dianggap sebagai peran yang statis dan tidak dapat diubah. Jumlah perempuan pekerja kini semakin banya di wilayah publik, namun hal ini tidak mengurangi peran mereka di rumah. Dengan demikian perempuan memiliki beban kerja yang lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki.

4. Marjinalisasi

Marjinalisasi adalah suatu proses peminggiran akibat adanya perbedaan jenis kelamin dan berakibat pada kemiskinan. Isu gender sering digunakan untuk memarjinalkan seseorang atau kelompok, misalnya anggapan yang menyatakan bahwa perempuan memiliki fungsi sebagai pencari nafkah tambahan. Ketika hal itu terjadi maka secara tidak langsung telah menyebabkan proses pemiskinan dengan gender sebagai alasannya. Misalnya banyaknya buruh perempuan yang rentan terkena pemutusan hubungan kerja.

5. Subordinasi

Penilaian atau anggapan bahwa peran yang dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain. Dalam masyarakat, perempuan hanya bertanggung jawab dalah hal reproduksi dan urusan rumah tangga. Sementara laki-laki berperan dalam urusan produksi.

Baca juga: Etika Komunikasi

Peran dan Kebutuhan Gender

Yang dimaksud dengan peran gender adalah peran yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan dalam masyarakat berdasarkan perbedaan jenis kelamin. Peran gender dibentuk dan dipengaruhi oleh budaya, struktur ekonomi dan struktur politik (Koalisi Perempuan). Misalnya, peran perempuan sebagai ibu tersemat juga hak dan kewajibannya dalam mengasuh anak. Bila peran ini tidak dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab maka akan mendapatkan sanksi sesuai dengan sistem nilai serta norma yang dianut.

Baik laki-laki maupun perempuan memiliki kebutuhan yang berbeda. Moser melakukan penilaian kebutuhan gender berdasarkan atas konsep yang dirumuskan oleh Maxine Molyneux (1984). Penilaian kebutuhan gender tersebut didasari atas kebutuhan perempuan yang berbeda dengan laki-laki. Kebutuhan yang dimaksud dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kebutuhan praktis gender dan kebutuhan strategis gender.

  • Kebutuhan Praktis – Kebutuhan ini terkait dengan kebutuhan kehidupan perempuan sehari-hari yaitu persediaan sumber air bersih, sandang, pangan, papan, pemeliharaan kesehatan dan penghasilan tunai untuk kebutuhan rumahtangga, dan pelayanan dasar rumah tangga.
  • Kebutuhan Strategis – Kebutuhan ini berhubungan dengan isu kekuasaan dan kontrol, pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin, penghapusan tindak kekerasan, upah yang sama, hak yang sama dalam memilih property, hak-hak legal dijamin oleh hokum, mendapat kemudahan mendapatkan kredit dan lain-lain serta kendali perempuan atas dirinya sendiri (Puspitawati : 2012)

Pengertian Komunikasi Gender

Komunikasi gender adalah salah satu bidang studi komunikasi yang menitikberatkan pada bagaimana manusia sebagai makhluk gender berkomunikasi. Ivy dan Backlund mendefinisikan komunikasi gender sebagai komunikasi tentang dan antara laki-laki dan perempuan (Gender communication is communication about and between men and women).

Kemudian, yang menjadi fokus utama dari pengertian komunikasi gender yang dirumuskan oleh Ivy dan Backlund ini adalah pada terminologi “tentang” dan “di antara” dan “laki-laki” dan “perempuan”. Masing-masing memiliki maksud tersendiri, yaitu :

  • “Tentang” merujuk pada bagaimana masing-masing jenis kelamin dibahas, disebut, atau digambarkan, baik secara verbal maupun nonverbal.
  • “Antara” merujuk pada anggota setiap jenis kelamin yang berkomunikasi secara interpersonal.

Teori Komunikasi Gender

Telah disinggung sebelumnya bahwa gender dapat dipelajari secara sosial. Proses komunikasi gender tidaklah sesederhana seperti yang dibayangkan. Salah satu cara agar kita mendapatkan deskripsi yang jelas mengenai komunikasi gender adalah dengan memahami berbagai teori komunikasi gender yang dirumuskan oleh para ahli komunikasi maupun ahli dari disiplin ilmu yang lain.

Berikut adalah teori-teori komunikasi gender, yaitu :

1. Genderlect Theory – Deborah Tannen

Teori yang dirumuskan oleh Deborah Tannen ini memandang bahwa cara terbaik untuk menggambarkan komunikasi gender adalah dalam bentuk komunikasi lintas budaya. Perempuan selalu “rapport talk” untuk membangun hubungan yang berarti dengan yang lainnya.

Sementara itu, laki-laki selalu menggunakan “report talk” untuk mendapatkan status dalam hubungannya dengan yang lain. Karena laki-laki dan perempuan menggunakan bahasa yang berbeda, Tannen menyatakan mereka berbicara dengan dialek atau logat yang berbeda atau disebut dengan “genderlects”. Tujuan genderlect theory ini adalah untuk mengakui dan mengapresiasi bahasa yang digunakan oleh lawan jenisnya untuk mencapai penghormatan yang pengertian yang sama.

2. Standpoint Theory – Sandra Harding and Julia Wood

Pencetus teori ini menyatakan perbedaan laki-laki dan perempan dalam hierarki sosial mempengaruhi apa yang dilihat. Terdapat perbedaan antara perempuan dan laki-laki dalam mempersepsikan apa yang dilihat. Menurut teori ini, perempuan berada di posisi yang paling rendah dibandingkan dengan laki-laki.

Sandra Harding menyatakan bahwa setiap orang hanya memperoleh sebagian pandangan dari suatu kenyataan yang diperoleh. Perolehan tersebut sebagai hasil dari perspektif dimana masing-masing dari mereka berdiri dalam suatu hierarki sosial.

Sementara itu, Julia Wood menyatakan bahwa berbagai kelompok sosial memiliki kekuatan yang sangat besar dalam membentuk apa yang kita alami dan ketahui sebagaimana kita memahami dan berkomunikasi dengan diri sendiri, orang lain dan dunia.

3. Muted Group Theory – Cheris Kramarae

Teori yang dikemukakan oleh Cheris Kramarae menyatakan bahwa perempuan tidaklah sebebas laki-laki dalam hal mengatakan apa yang mereka inginkan, apa dan kapan mereka menginginkan hal tersebut, karena kata-kata dan norma-norma yang mereka gunakan dibentuk oleh kelompok dominan yaitu laki-laki.

Karakteristik Komunikasi Gender

Komunikasi gender berkaitan erat dengan kebudayaan. Beberapa makna untuk maskulinitas dan feminitas, dan bagaimana mengkomunikasikan identitas gender sebagian besar ditentukan oleh budaya. Budaya terdiri dari sistem kepercayaan, nilai-nilai, dan perilaku yang membentuk ideologi atau sistem sosial tertentu. Cara manusia mengkomunikasikan identitas gender dipengaruhi oleh budaya, penafsiran, pemahaman, penilaian, dan media yang menampilkan beragam peran gender.

Gender dan Media

Dewasa ini, media dipenuhi oleh banyak representasi dan ide mengenai laki-laki dan perempuan yang diakui atau tidak, memberikan pengaruh yang tidak sedikit. Untuk memahami gender dan media, maka kita juga perlu memahami bagaimana feminisme, maskulinitas dan hubungan gender yang sedang dibangun saat ini terjadi di dunia yang penuh dengan perubahan yang sangat cepat.

Dari perubahan hubungan gender, pengenalan teknologi media baru dan berbagai kontrol yang ada saat ini mempengaruhi bagaimana representasi gender yang dibuat oleh media.

Gaya Komunikasi Gender

Perbedaan-perbedaan dalam gaya komunikasi gender dapat dilihat dari bahasa, tujuan berkomunikasi, pola bicara, dan komunikasi non verbal.

1.Bahasa

Penggunaan bahasa yang digunakan untuk merujuk pada gender yang dapat menimbulkan bias atau makna ganda. Oleh karena itu pemilihan bahasa sangat penting dilakukan agar menghindari timbulnya bias dan juga makna ganda dalam suatu komunikasi yang efektif.

2.Tujuan berkomunikasi

Baik laki-laki maupun perempuan, seringkali memberikan intepretasi yang berbeda mengenai sesuatu hal yang dapat menyebabkan miskomunikasi. Perbedaan ini dapat dilihat dari tujuan berkomunikasi. Pada perempuan, komunikasi bertujuan untuk membentuk hubungan relasional dengan orang lain. Sedangkan tujuan laki-laki berkomunikasi adalah untuk membangun individualitas.

3.Pola berbicara

Terdapat beberapa perbedaan pola berbicara antara feminine dan maskulin. Hal ini dapat dilihat dari tujuan dan karakteristiknya, yaitu :
• Tujuan feminine adalah membina hubungan. Pada maskulin, tujuannya adalah untuk mencapai kemandirian
• Karakteristik feminine adalah kesetaran, mendukung, rsponsif, pribadi, tentatif.
• Karakteristik maskulin adalah menularkan pengetahuan, tidak ada pendekatan pribadi, abstrak, langsung, kurang responsif.

4.Komunikasi non verbal

Dalam psikologi komunikasi dan komunikasi lintas budaya, disebutkan bahwa komunikasi non verbal berperan penting dalam menghasilkan makna tertentu. Dale G. Leathers dalam Rakhmat (2001 : 287 -288) menyatakan bahwa komunikasi non verbal memiliki beberapa fungsi, yaitu :
• Menentukan makna dalam komunikasi interpersonal atau komunikasi antar pribadi.
• Perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan melalui pesan non verbal.
• Menyampaikan makna dan maksud yang relatif bebas dari penipuan, distorsi, dan kerancuan.
• Berfungsi metakomunikatif, yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi.
• Pesan non verbal lebih efisien dibandingkan dengan pesan verbal.

Baca juga: Komunikasi Antar Budaya

Dalam hubungannya dengan gender, terdapat 7 pesan non verbal yang berperan dalam komunikasi gender, yaitu :

  • Artifaktual, seperti penggunaan pakaian dan kosmetika. Perempuan menggunakan atasan dan rok serta kosmetika, sementara laki-laki menggunakan atasan dan celana panjang.
  • Proksemik, atau penggunaan ruangan personal dan sosial – gender maskulin dipandang sebagai pihak yang memiliki posisi yang kuat dalam budaya kita. Laki-laki lebih banyak mengambil ruang, baik di rumah maupun kehidupan sosial dibandingkan dengan perempuan.
  • Kinesik atau gerak tubuh, laki-laki dan perempuan menggunakan gerakan tubuh yang masing-masing memiliki arti. Laki-laki menggunakan gerak tubuh untuk sebagai tanda untuk menunjukkan kekuatan dan kendali. Perempuan menggunakan gerak tubuh sebagai bentuk pendekatan dan keramahtamahan.
  • Paralingustik atau suara, cara pengucapan pesan non verbal antara laki-laki dan perempuan tidak sama. Paraliguistik merupakan alat yang paling cermat untuk menyampaikan perasaan kita kepada orang lain. Jika tidak hati-hati dalam penggunaanya dapat menimbulkan miskomunikasi.
  • Sentuhan, – Baik laki-laki atau perempuan sering menggunakan sentuhan ketika berkomunikasi dengan orang lain. Bagaimanapun juga terdapat perbedaan diantara keduanya. Laki-laki menggunakan sentuhan untuk menunjukan arah kepada yang lain. Perempuan menggunakan sentuhan untuk untuk menunjukkan kepedulian.
  • Atribut fisik, Atribut fisik turut memberikan implikasi yang besar dalam gender. Laki-laki cenderung digambarkan sebagai makhluk yang bertubuh besar dan kuat. Perempuan digambarkan sebagai makhluk yang lebih kecil.
  • Kebungkaman, Melihat sejarahnya, kebungkaman memberikan pengaruh yang besar dalam komunikasi gender. Perempuan “dibungkam” dalam semua sistem kebudayaan yang ada di dunia.

Baca juga: Pengantar Ilmu Komunikasi

Hubungan Gender dan Komunikasi

Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa studi komunikasi dikhususkan pada interpersonal, organisasi dan media massa. Karena itu, studi mengenai kaitan antara gender dan komunikasi juga dapat kita integrasikan ke dalam wilayah yang menjadi spesialisasi komunikasi tersebut, yaitu gender dan komunikasi interpersonal, gender dan komunikasi organisasi, serta gender dan komunikasi massa.

1. Gender dan Komunikasi Interpersonal

Gender memegang peranan yang penting dalam membina hubungan interpersonal. Gender adalah komponen yang selalu tampil dalam berbagai hubungan interpersonal seperti keluarga ataupun pertemanan. Jika diperhatikan dengan seksama, seringkali ditemui dalam sebuah keluarga, terjadi perbedaan perlakuan terhadap anak laki-laki dan anak perempuan oleh kedua orang tuanya. Perbedaan perlakuan ini menunjukkan bahwa komunikasi gender memberikan pengaruh terhadap hubungan interpersonal.

Baca juga: Komunikasi yang Efektif

2. Gender dan Komunikasi Organisasi

Gender juga menyentuh bidang kehidupan lain, yaitu kehidupan organisasi baik laki-laki maupun perempuan. Misalnya isu-isu yang sering kita dengar adalah adanya perbedaan dalam hal pembayaran gaji yang diterima oleh pekerja laki-laki dan perempuan.

Pada umumnya, pekerja laki-laki akan dibayar lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja perempuan. Walaupun beban kerja yang dipikul lebih banyak dipegang oleh perempuan. Selain masalah gaji, isu lain yang terkait gender adalah kekerasan seksual dan lain sebagainya. Hal ini menjadi kajian yang menarik untuk melihat pengaruh gender terhadap kebijakan dan peran manusia yang dimainkan dalam konteks organisasi.

3. Gender dan komunikasi Massa

Salah satu fokus perhatian dalam kaitan antara gender dan komunikasi adalah bagaimana laki-laki dan perempuan direpresentasikan atau digambarkan dalam suatu budaya oleh media massa. Kita melihat dari berbagai tayangan di televisi seperti sinetron yang memperlihatkan bagaimana peran dan gaya laki-laki dan perempuan direpresentasikan.

Gender, Komunikasi, dan Media dalam Pandangan feminis liberal, radikal dan sosialis

Pengertian Feminisme

Istilah feminisme muncul pertama kali pada tahun 1837 oleh seorang aktivis sosialis utopis bernama Charles Fourier. Istilah feminisme muncul pertama kali pada tahun 1837 oleh seorang aktivis sosialis utopis bernama Charles Fourier.  Secara estimologis, istilah feminism berasal dari kata “ femmina (Latin) yang berarti perempuan.

Feminis adalah mereka yang berpandangan bahwa perempuan mengalami penderitaan akibat diskriminasi sehingga mereka mengalami ketidakadilan gender. Akibat diskriminasi tersebut, muncul gerakan sosial yang terjadi secara massif di seluruh dunia yang dikenal dengan istilah Feminisme.  Tujuan gerakan sosial ini adalah untuk memperjuangkan keadilan akibat diskriminasi yang dialami.

Ada 3 (tiga) pandangan mengenai feminisme dalam kaitannya dengan komunikasi dan media, yaitu :

  • Feminisme liberal menyakini bahwa kaum perempuan saat ini sedang kehilangan peluang dan peran mereka dibatasi dengan stereotip gender. Legislasi dan inisiatif yang diusulkan adalah upaya agar perempuan dapat berpindah ke peran yang telah didominasi oleh laki-laki.
  • Feminisme radikal memandang bahwa bahwa laki-laki dan perempuan pada dasarnya berbeda. Menurut feminisme radikal, perempuan sedang didominasi oleh lembaga atau budaya patriarkal dalam setiap aspek kehidupan.
  • Feminisme sosial menelusuri subordinasi perempuan yang berdasarkan kelas masyarakat kapitalis. Feminisme hitam muncul sebagai bentuk kritis yang dilontarkan oleh perempuan kulit hitam yang merasa bahwa kebutuhan mereka tidak dibahas dalam gerakan feminis.

Analisis feminis media bertujuan untuk memahami bagaimana konstruksi gender dan media yang terkait dengan dominasi, penindasan dan ketidakadilan yang perempuan hadapi saat ini. Analisis ini berkisar pada bagaimana pola kepemilikan, keterlibatan penonton dengan konten, bagaimana konten dibuat dan bagaimana ekonomi politik industri media mempengaruhi produk akhir.

Mereka telah menyerukan representasi positif dari perempuan. Mereka juga menyatakan protes tentang konten yang menyinggung perempuan. Bahkan, mereka menyerukan keterlibatan yang lebih dari perempuan dalam memproduksi konten serta mendekati badan pengawas untuk menentang penggambaran negatif yang selama ini disematkan pada perempuan.

Gerakan feminis, sampai batas tertentu telah berhasil dalam mendapatkan ide-ide feminis untuk menjadi bagian dari budaya media. Perempuan di televisi zaman sekarang digambarkan sebagai perempuan yang bekerja setelah menikah dan dibayar setara dengan laki-laki. Kini, semua ide-ide ini tidak lagi dianggap kontroversial. Baik radio, TV, internet dan pers dengan nyaman menyajikan banyak pikiran feminis bersama-sama dengan ide-ide anti-feminis. Media saat ini mendorong perempuan untuk menjadi lebih tegas dan mandiri.

Ketidakadilan Gender dalam Media Massa dan Periklanan

Media massa khususnya televisi seringkali melakukan pelanggaran karena dinilai tidak peduli dengan kepentingan anak dan remaja. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa anak dan remaja adalah kelompok yang sangat rentan terpapar oleh pengaruh negatif media. Selain anak dan remaja, kaum perempuan juga tidak jarang mengalami ketidakadilan gender dalam media.

  • Media massa dan Komodifikasi Perempuan

Kiprah perempuan dalam industri media adalah salah satu bentuk ketidakadilan gender. Lisbeth van Zonen, seorang feminis dan pengamat media menaruh perhatian pada hal ini dengan menilik berapa banyak perempuan yang telah terlibat dalam industri media.

Lain halnya dengan Angela Mc Robbie, seorang feminism multikultural. Ia mencoba menambahkan teori untuk melihat posisi perempuan dalam media. Media massa yang memiliki kekuatan yang besar dalam menyebarkan pesan telah turut membentuk peran perempuan di berbagai bidang kehidupan. Perempuan kini digambarkan sebagai perempuan pekerja yang memiliki kemampuan dan layak menerima penghargaan yang sama dengan laki-laki.

  • Konstruksi Ketidakadilan Gender dalam Film dan Televisi

Tidak hanya hal-hal positif, tidak jarang perempuan masih mengalami ketidakadilan gender baik melalui film maupun televisi. Kita bisa melihat bagaimana pemberitaan yang dipenuhi dengan berita-berita miris yang dialami oleh perempuan. Penggunaan bahasa dan kata-kata yang vulgar dalam pemberitaan kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan seksual di tempat kerja maupun ruang publik lain masih menghiasi layar kaca kita. Perempuan digambarkan sebagai pihak yang lemah dan selalu menjadi bulan-bulanan kaum adam.

  • Posisi Perempuan dalam Iklan

Tidak hanya film dan televisi, kita juga bisa melihat bagaimana iklan “memanfaatkan” perempuan dalam mendongkrak image suatu produk. Keindahan tubuh perempuan menghiasi berbagai macam iklan yang terkadang tidak sesuai seperti misalnya untuk promosi produk rokok.

Jurnalisme Sensitif Gender

Yang dimaksud dengan jurnalisme sensitif gender adalah jurnalisme yang memiliki empati dalam berbahasa, menampilkan fakta dan verifikasi dari sudut pandang perempuan secara setara dengan laki-laki, serta tidak menempatkan perempuan sebagai obyek dan komoditas belaka.

Adapun beberapa ciri dari jurnalisme sensitive gender dapat kita lihat pada pengertian di atas, yaitu :

  • Bahasa yang digunakan ketika melakukan pelaporan media hendaknya menggunakan bahasa yang berempati.
  • Berita yang dilaporkan menampilkan fakta dengan melakukan cek dan ricek.
  • Melakukan verifikasi berita dari kedua sudut pandang secara adil.
  • Tidak menempatkan perempuan sebagai obyek dan komoditas.

Manfaat Mempelajari Gender dan Komunikasi

Dengan mempelajari gender dan komunikasi, berbagai manfaat yang dapat diperoleh adalah :
1. Memahami perbedaan gender dan jenis kelamin
2. Mengidentifikasi dan memahami bentuk-bentuk ketidakadilan gender
3. Memahami berbagai peran dan kebutuhan gender
4. Memahami perbedaan fokus perhatian feminis liberal, radikal, dan sosialis dalam memandang perempuan
5. Memahami dan mengenali ketidakadilan gender di media massa
6. Memahami unsur-unsur iklan dan penyebab terjadinya iklan
7. Memahami dan mengembangkan jurnalisme sensitif gender

Demikianlah uraian tentang Gender dan Komunikasi. Semoga artikel ini dapat menambah wawasan kita mengenai gender dan hubungannnya dengan komunikasi.