Teori Otoritarian Pers – Konsep – Prinsip

Teori otoritarian pers (authoritarian theory of the press = teori pers otoriter) atau disebut juga teori otoritarian komunikasi massa adalah salah satu dari empat teori pers yang dikemukakan oleh Fred Siebert, Theodore Peterson, dan Wilbur Schramm melalui bukunya Four Theories of the Press (1956). Keempat teori pers itu adalah teori otoritarian pers, teori pers bebas, teori tanggung jawab sosial, dan teori pers Soviet sebagaimana yang dirumuskan oleh Siebert dkk memiliki asal usul yang beragam. Keempat teori pers tersebut juga menunjukkan pentingnya kajian teoretis tentang jurnalistik atau jurnalisme terhadap pemahaman tentang fungsi masyarakat dan sifat teori komunikasi. (Baca juga : Pengertian Jurnalistik Menurut Para Ahli)

Menurut Siebert dkk, sebagai salah satu teori pers, penyebaran teori otoritarian pers sangat luas baik secara historis maupun geografis.  Teori ini adalah teori pers yang paling banyak diadopsi oleh kebanyakan Negara ketika masyarakat dan teknologi menjadi cukup berkembang untuk menghasilkan komunikasi media massa. Teori otoritarian pers melengkapi dasar bagi sistem pers di banyak masyarakat modern, walaupun teori ini mengalami penolakan namun tetap memberikan pengaruh pada sejumlah pemerintahan yang secara teoretis menerapkan prinsip-prinsip pers bebas.

Baca juga : Teori Komunikasi Intrapersonal Komunikasi Intrapersonal

Dalam pandangan teori otoritarian pers, pers seharusnya mempromosikan kepentingan penguasa dan tidak pernah menentang kepentingan penguasa. Selain itu, mereka yang memegang tampuk kekuasaan memiliki wewenang untuk mengendalikan dan melakukan penyensoran terhadap pers jika diperlukan. Adapun pekerja media atau jurnalis yang melakukan pelanggaran dapat dikenakan hukuman. Untuk alasan itulah maka teori otoritarian pers dikenal juga dengan sebutan teori kontrol pers otoriter karena berdasarkan teori ini, pers dipandang sebagai sebuah institusi yang dikendalikan dalam hal fungsi pers dan operasinya oleh pemerintah.

Penguatan otoritarian dilakukan dengan berbagai macam cara, diantaranya adalah melalui peraturan perundang-undangan, pengendalian produksi secara langsung oleh pemerintah Negara, kode etik wartawan yang dapat diberlakukan, pajak dan jenis sanksi ekonomi lainnya, pengendalian impor media mancanegara, hak pemerintah untuk mengangkat staf redaksi, dan lain sebagainya.

Baca juga : Sistem Komunikasi Indonesia – Sistem Pers di Indonesia – Sejarah Jurnalistik di Indonesia

Sejarah

Istilah otoritarian diberikan Siebert dkk karena teori otoritarian pers mengidentifikasi beberapa hal terkait pers, diantaranya adalah pengaturan pers yang meliputi kapan dan dimana pers mulai berkembang dalam masyarakat. Istilah otoritarian juga mengacu pada pelbagai perangkat regulasi pers yang jauh lebih besar, yang beranjak dari pengaturan yang menghendaki kenetralan pers dalam hubungannya dengan pemerintah dan Negara, hingga pengaturan pers yang secara sengaja dan langsung digunakan sebagai alat kekuasaan Negara untuk menekan (McQuail, 1987 : 111).

Teori otoritarian pers berakar dari teori otoritarian pemerintahan yang digagas oleh Plato yakni seorang filsuf Yunani terkenal yang hidup pada 407 – 327 SM. Plato menyatakan bahwa sifat manusia akan cenderung untuk menurunkan pemerintahan dari aristokrasi ke timokrasi, oligarki, demokrasi, dan tirani. Plato berpendapat bahwa Negara akan aman apabila berada di tangan orang-orang bijak yang memerintah dengan otoritas moral dan menggunakan otoritas tersebut untuk menjaga elemen-elemen dasar masyarakat. Otoritarian sendiri adalah sebuah bentuk pemerintahan yang bercirikan kekuasaan yang terpusat dan kebebasan politik yang terbatas. Kebebasan individu berada di bawah Negara dan tidak ada akuntabilitas konstitusional dibawah rezim otoritarianisme.

Pemerintahan otoritarian mengeskploitasi segala sesuatunya dengan menggunakan kekuasaan untuk menjaga tatanan dan stabilitas sosial. Media khususnya pers yang memiliki kemampuan menjangkau khalayak yang sangat luas digunakan penguasa untuk mempertahankan status quo. Mereka menggunakan media atau pers sebagai saluran untuk mengkomunikasikan berbagai kebijakan pemerintah atau untuk menciptakan iklim yang diinginkan dan menyiapkan dukungan publik ketika memperkenalkan rencana-rencana baru.

Baca juga : Tugas Produser Film – Teori Atribusi – Perkembangan Pers di Indonesia

Konsep

Teori otoritarian pers umumnya digunakan untuk menjelaskan sistem pers otoriter yang digunakan oleh pemerintahan yang diktator. Selain itu, teori otoritarian pers juga dapat diterapkan dalam Negara-negara demokratis. Di sini, media tidak berada dalam posisi yang melawan kelompok dominan atau kelompok mayoritas. Dalam teori otoritarian, media merupakan subordinat bagi otoritas setempat.

Teori otoritarian pers membenarkan suatu pernyataan yang mengatakan bahwa Negara memiliki hak yang lebih besar dibandingkan dengan hak individu. Hal ini dibuktikan dengan dilakukannya kontrol atas media terutama saat terjadi perang atau konflik. Tak jarang, Negara-negara yang menganut paham demokratis juga menerapkan pendekatan otoriter sebagai satu-satunya pilihan jika dihadapkan pada situasi yang sama. Mereka melakukan hal ini guna menjaga tatanan sosial namun tidak ada pengekangan atau penyensoran terhadap pandangan kaum minoritas.

Dalam teori otoritarian pers, pers dipandang sebagai senjata yang paling ampuh yang dapat digunakan oleh penguasa untuk memperkuat kekuasaan mereka. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan izin dan hak kepada media tertentu dan tidak kepada media yang lain sebagai bentuk kontrol terhadap media. Media diberikan hak yang ambigu dan dapat membahayakan para jurnalis jika pers tidak menaati sistem penyensoran yang telah ditetapkan. Pihak berwenang berhak membatalkan izin serta hak yang telah diberikan kepada media apabila terbukti secara nyata media melakukan pelanggaran.

Berbagai permasalahan penting dan sensitif yang dapat digunakan untuk mengkritisi penguasa sebagian besar tidak dipublikasikan atau dipublikasikan melalui siaran pers. Dalam sistem otoriter terdapat beberapa macam penyensoran yang dilakukan penguasa terhadap media seperti penyensoran politis, penyensoran militer, penyensoran religious, penyensoran ekonomis, dan lain-lain. Teori otoritarian pers tidak menganut homogenitas atau budaya nasional sebagaimana halnya sistem totaliter.

Baca juga :

Hipotesis dan Prinsip Dasar

Teori otoritarian pers memiliki hipotesis bahwa pers memiliki peran untuk melayani kepentingan pemerintah, bukan warga Negara dan karenanya pers harus tunduk pada kontrol pemerintah.

Adapun prinsip-prinsip dasar teori otoritarian pers adalah sebagai berikut :

  • Umumnya media dikontrol langsung oleh pemerintah dan otoritas setempat.
  • Adanya kekuatan yang digunakan untuk mengendalikan media.
  • Kontrol terhadap media dilakukan oleh kelompok penguasa minoritas yang memiliki kekuatan atau kekuasaan. Kontrol terhadap media juga dilakukan oleh sekelompok penguasa mayoritas.
  • Media tidak memiliki kekuatan untuk mengkritik pemerintahan menyangkut tata kerja, keputusan, dan kebijakan yang dibuat.
  • Media tidak dapat menyinggung pihak penguasa dalam bentuk apa pun.
  • Siapapun yang mencoba untuk melawan pemerintahan atau penguasa akan mendapat ancaman dan hukuman.
  • Perizinan untuk media dilakukan oleh Negara dengan memberikan hak yang sangat terbatas.
  • Jika media diketahui melakukan kesalahan yang dapat membahayakan pemerintahan atau penguasa maka izinnya dibatalkan.
  • Media tidak memiliki kebebasan dalam menyajikan atau mempublikasikan berita atau informasi kepada masyarakat.
  • Media sebagian besar dimiliki oleh swasta.
  • Media dapat digunakan untuk propaganda.
  • Kontrol yang dilakukan oleh pemerintah atau penguasa terhadap media menyangkut beberapa isu penting atau bahkan keseluruhan isu.
  • Media digunakan sebagai alat atau instrumen untuk memperkuat kekuasaan pemerintahan atau penguasa.

Baca juga : Karakteristik Media Massa – Teori Media Massa – Model Komunikasi Schramm

Penerapan

Teori otoritarian pers telah digunakan untuk menggambarkan perkembangan pers pada masa pra-demokrasi dan dalam masyarakat yang bercirikan kediktatoran atau penekanan misalnya dalam kondisi pendudukan militer atau dalam pemberlakukan undang-undang darurat (McQuail, 1987 : 111). Selama kurang lebih dua abad lamanya, para penguasa seperti Raja di Inggris Raya dan Negara-negara Eropa lainnya kerapkali melakukan kontrol langsung terhadap media dan tak segan-segan memberikan hukuman berat kepada mereka yang melanggar peraturan mereka. Hal ini terjadi karena selama Abad Pertengahan, para penguasa seperti Raja dipercaya merupakan penguasa Ilahi. Dengan kata lain, masyarakat pada saat itu percaya bahwa penguasa mereka menerima kekuasaan mereka secara langsung dari Tuhan. Karena hal itu pula, masyarakat mengikuti pandangan bahwa penguasa memiliki hak untuk mengontrol media atau pers. (Baca juga:  Sejarah Perkembangan Alat Komunikasi – Analisis Wacana Kritis –  Proses Interaksi sosial)

Saat ini, beberapa Negara masih menerapkan teori otoritarian pers, diantaranya adalah :

  • Sebelum berkecamuknya Perang Dunia II, sejumlah Negara di Eropa Barat seperti Jerman dan Italia menerapkan teori otoritarian pers untuk mengontrol kelas menengah sejak awal revolusi setelah dimulainya era media cetak.
  • Negara Afganistan menerapkan teori otoritarian pers pada masa pemerintahan Taliban.
  • Negara Myanmar atau Burma (dulu) menerapkan teori otoritarian pers hingga tahun 2011.
  • Negara lainnya adalah Iran, Korea Utara, Bahrain, Suriah, Uzbekistan, Tiongkok, Israel, dan lain-lain.

Baca juga : Macam-macam Media Komunikasi – Komunikasi Sosial Menurut Para Ahli – Etika Komunikasi Massa

Kelebihan dan Kekurangan Teori Otoritarian Pers

Berikut ini adalah pejelasan tentang kelebihan dan kekurangan menggunakan teori otoritarian pers, antara lain:

a. Kelebihan teori otoritarian pers

  • Teori otoritarian pers terkadang merupakan alat yang lebih baik untuk mengatasi konflik sosial dan konflik budaya.
  • Teori otoritarian pers juga merupakan alat yanglebih baik untuk memotivasi orang untuk bekerja bagi Negara dan masyarakat.
  • Teori otoritarian pers dapat bertindak sebagai penjaga pintu gerbang atau gatekeeper dan mencegah media bertindak sewenang-wenang atau tidak bertanggung jawab.
  • Teori otoritarian pers dapat digunakan untuk membentuk propaganda.

b. Kekurangan teori otoritarian pers

  • Masyarakat umum dipandang memiliki intelijensi rendah sehingga mudah dimanipulasi.
  • Kelas penguasa menggunakan media hanya untuk kepentingannya sendiri.
  • Dibatasinya kebebasan berekspresi dan memperoleh informasi bagi kebanyakan orang.

Baca juga : Teknik Penulisan Berita – Nilai Berita – Jenis-jenis Berita

Manfaat Mempelajari Teori Otoritarian Pers

Mempelajari teori otoritarian pers dapat memberikan manfaat, diantaranya adalah :

  • Kita memahami teori otoritarian pers sebagai salah satu teori pers
  • Kita memahami sejarah teori otoritarian pers
  • Kita memahami konsep dasar teori otoritarian pers
  • Kita memahami hipotesis dan prinsip dasar teori otoritarian pers
  • Kita memahami kelebihan dan kekurangan teori otoritarian pers
  • Kita memahami penerapan teori otoritarian pers di berbagai Negara

Demikianlah ulasan singkat tentang teori otoritarian pers sebagai salah satu dari empat teori pers yang dikemukakan oleh Siebert dkk. Semoga dapat memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan tentang teori pers otoritarian pers khususnya dan teori pers pada umumnya.