Tumbangnya Orde Lama dan bibit kelahiran Orde Baru pada awal medio 1960an turut memberikan warna tersendiri bagi perjalanan sejarah sistem pers di Indonesia serta sejarah jurnalistik di Indonesia. Pers di Indonesia pada masa Orde Baru diatur dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan Pokok Pers dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966.
Baca juga : Teori Pers – Perkembangan Pers di Indonesia
Pada masa kepemimpinan Orde Baru, kebebasan pers sangatlah terbatas. Tak terhitung banyaknya organisasi pers yang mengalami pembredelan karena terlalu keras dalam mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah. Hal ini terjadi karena pada masa Orde Baru, stabilitas politik nasional sangatlah penting guna mendukung lancarnya proses pembangunan nasional yang telah dirumuskan dan ditetapkan dalam GBHN.
Pengertian
Dalam Undang-Undang Pokok Pers, istilah pers tidak dimaknai secara mandiri tetapi selalu dikaitkan dengan Pers Nasional, Pers Pancasila, Pers Asing. Istilah Pers Nasional timbul saat masa pergerakan nasional guna membedakan dirinya dengan Pers Belanda atau Pers Penjajah. (Baca juga : Sistem Komunikasi Indonesia)
Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan Pokok Pers dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966, yang dimaksud dengan pers adalah :
“ … lembaga kemasyarakatan, alat perjuangan nasional yang mempunyai karya sebagai salah satu media komunikasi massa, yang bersifat umum berupa penerbitan yang teratur waktu terbitnya diperlengkapi atau tidak diperlengkapi dengan alat-alat milik sendiri berupa percetakan, alat-alat foto, klise, mesin-mesin stensil atau alat-alat teknik lainnya”.
Baca juga :
Dari pengertian di atas terlihat bahwa pers di Indonesia merupakan lembaga sosial yang ditunjukkan dengan digunakannya istilah “lembaga kemasyarakatan”. Dapat dikatakan bahwa pers pada masa Orde Baru merupakan lembaga sosial dan bukan lembaga pemerintah atau sebagai corong pemerintah. Hal ini ditegaskan kembali dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982 yang menyatakan bahwa : “Pers mempunyai hak kontrol, kritik, dan koreksi yang bersifat konstruktif. Dalam definisi tersebut terlihat pula bahwa pers di Indonesia juga harus memiliki idealisme yang ditunjukkan dengan pernyataan bahwa pers Indonesia merupakan alat perjuangan nasional, bukan sekedar menjual berita untuk mencari keuntungan finansial (Effendi, 1984 : 192).
Baca juga :
Fungsi Pers
Fungsi Pers pada masa Orde Baru diatur dalam Pasal 2 ayat 1 dan ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 yang menyatakan bahwa :
- Ayat 1 Pers Nasional adalah alat Perjuangan Nasional dan merupakan mass media yang bersifat aktif, dinamis, kreatif, edukatif, informatoris, dan mempunyai fungsi kemasyarakatan pendorong dan pemupuk daya fikiran kritis dan konstruktif progresif meliputi segala perwujudan kehidupan masyarakat Indonesia.
- Ayat 3 Dalam rangka meningkatkan peranannya dalam pembangunana, pers berfungsi sebagai penyebar informasi yang obyektif, meyalurkan aspirasi rakyat, meluaskan komunikasi dan partisipasi masyarakat, serta melakukan kontrol sosial yang konstruktif. Dalam hal ini perlu dikembangkan interaksi positif antara pemerintah, pers, dan masyarakat.
Baca juga :
Tugas dan Kewajiban Pers
Adapun yang tugas dan kewajiban pers pada masa Orde Baru menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 adalah sebagai berikut :
- Melestarikan dan memasyarakatkan Pancasila sebagaimana termaktub di dalam Undang-Undang Dasar 1945 dengan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.
- Memperjuangkan pelaksanaan amanat penderitaan rakyat berdasarkan Demokrasi Pancasila.
- Memperjuangkan kebenaran keadilan atas dasar kebebasan pers yang bertanggung jawab.
- Menggelorakan semangat pengabdian perjuangan bangsa , memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional, mempertebal rasa tanggung jawab dan disiplin nasional, membantu meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa serta menggairahkan partisipasi rakyat dalam pembangunan.
- Memperjuangkan terwujudnya tata internasional baru di bidang informasi dan komunikasi atas dasar kepentingan nasional dan percaya pada kekuatan diri sendiri dalam menjalin kerja sama regional, antar regional, dan internasional khususnya di bidang pers.
Baca juga : Konvergensi Media – Teori Efek Media Massa
Hak Pers
Hak pers atau hak yang berhubungan dengan pers sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Pokok Pers pada masa Orde Baru adalah sebagai berikut :
- Pers memiliki hak kontrol, kritik, dan koreksi yang dinyatakan dalam Pasal 3 Undang-Undang Pokok Pers.
- Pers Nasional memiliki hak untuk tidak dikenakan sensor dan pembreidelan yang dinyatakan dalam Pasal 4 Undang-undang Pokok Pers.
- Hak asasi warga Negara berupa kebebasan pers yang bertanggung jawab.
- Hak penerbitan pers, mendirikan kantor berita, dan memperoleh fasilitas atau bantuan dari pemerintah diatur dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Pokok Pers.
- Pers memiliki hak tolak yang diatur dalam Pasal 15 ayat 6 Undang-Undang Pokok Pers.
- Pers memiliki hak jawab yang diatur dalam Pasal 15a Undang-undang Pokok Pers beserta penjelasannya.
Baca juga :
Kebebasan Pers yang Bertanggung Jawab
Yang menjadi payung hukum kebebasan pers yang bertanggung jawab pada masa kepemimpinan Soeharto adalah UUD 1945 Pasal 28 yang pada intinya menyatakan bahwa kemerdekaan mengeluarkan pikiran secara lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Sementara itu, aturan di bawahnya yaitu Undang-Undang Pokok Pers Pasal 2 dan Pasal 5 beserta penjelasannya merupakan ketentuan hukum mengenai kebebasan pers yang bertanggung jawab yang mengacu pada Ketetapkan MPRS Nomor XXXII/MPRS/1966 Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2), TAP MPR Nomor IV/MPR/1978 dan TAP MPR Nomor II/MPR/1978.
Baca juga :
Menurut ketentuan dalam Undang-Undang Pokok Pers Pasal 2 ayat (2) c, salah satu tugas dan kewajiban pers adalah memperjuangkan kebenaran dan keadilan atas dasar kebebasan pers yang bertanggung jawab. Selanjutnya dalam Pasal 5 disebutkan pula bahwa kebebasan pers sesuai dengan hak asasi warga Negara dijamin dan didasarkan atas tanggung jawab nasional dan pelaksanaan tugas, fungsi, hak serta kewajiban pers.
Baca juga : Komunikasi Politik – Pengertian Media Sosial Menurut Para Ahli
Dalam melaksanakan fungsi, hak, dan kewajibannya, pers nasional bertanggung jawab pada :
- Tuhan Yang Maha Esa.
- Kepentingan rakyat dan keselamatan Negara.
- Kelangsungan dan penyelesaian Perjuangan Nasional hingga terwujudnya Tujuan Nasional.
- Moral dan tata susila.
- Kepribadian bangsa.
Selain itu, kebebasan pers di Indonesia pada masa Orde Baru adalah kebebasan untuk menyatakan serta menegakkan kebenaran dan keadilan. Kebebasan pers Indonesia bukan kebebasan pers yang bersifat liberal.Hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 TAP MPRS No. XXXII/MPRS/1966 ayat (1) dan ayat (2)(Gandhi, 1985 : 85).
Baca juga : Teori Komunikasi Massa – Nilai Berita
Menurut Lampiran Keputusan Dewan Pers No.79/XIV/1974 tentang Pedoman Pembinaan Idiil Pers, kebebasan yang bertanggung jawab memiliki tujuan untuk mengabdi kepada kepentingan nasional atau umum atau semesta guna menciptakan keseimbangan sosiologis/ekologis, kestabilan, serta otonom. Selanjutnya, kebebasan pers yang bertanggung jawab dilakukan dengan cara gotong royong, kesekawanan, dan komunikasi dua arah. Adapun sikap yang diharapkan adalah jujur, obyektif, bijaksana, tepo seliro, tenggang menenggang, sopan, susilo, damai, rendah hati atau terbuka, dan membimbing atau mensupport atau mengontrol.
Baca juga : Teknik Dasar Fotografi – Komunikasi Diagonal
Landasan Kebebasan Pers
Menurut Keputusan Dewan Pers No. 79/XIV/1974 tentang Pedoman Pembinaan Idiil Pers disebutkan bahwa landasan kebebasan pers di Indonesia adalah sebagai berikut :
- Landasan idiil adalah Pancasila.
- Landasan konstitusional adalah Undang-Undang Dasar 1945 dan Ketetapan MPR.
- Landasan strategis adalah Garis-garis Besar Haluan Negara.
- Landasan yuridis adalah Undang-Undang Nomor 11 tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers serta segenap peraturan-peraturan pelaksanaannya.
- Landasan kemasyarakatan adalah tata nilai sosial yang berlaku pada masyarakat Indonesia.
- Landasan etis adalah norma-norma kode etik profesional.
Baca juga : Strategi Komunikasi Politik –Model Komunikasi Massa
Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP)
Pada masa Orde Baru, SIUPP dipandang sebagai alat atau instrumen yang digunakan penguasa untuk mengontrol kebebasan pers di Indonesia sehingga mendapat sorotan dari masyarakat maupun media massa. Ketentuan mengenai SIUPP sendiri diatur dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pokok Pers dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982. SIUPP ini merupakan pengganti dari SIT atau Surat Inzin Terbit pada masa Orde Lama. Banyak pihak yang menyatakan bahwa SIUPP merupakan SIT model baru.
Baca juga : Komunikasi Pemerintahan – Sejarah Perfilman di Indonesia
SIUPP dibentuk dan diterbitkan oleh penguasa yang mengatur perusahaan pers yang menyelenggarakan penerbitan pers. Saat itu, perusahaan pers yang menyelenggarakan penerbitan pers harus memperoleh SIUPP dimana berbagai ketentuannya diatur oleh pemerintaha setelah mendengar pertimbangan Dewan Pers. Di mata pemerintah, SIUPP merupakan sara pembinaan dan pengembangan pers yang sehat, bebas dan bertanggung jawab, yang dapat menjalankan fungsinya sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1967 dan Undang-Undang Perubahan Kedua Undang-Undang tentang Kenetuan-ketentuan Pokok Pers. (Gandhi, 1985 : 25).
Manfaat Mempelajari Pers Pada Masa Orde Baru
Mempelajari pers pada masa Orde Baru yang terkait dengan seluk beluk pers Indonesia, dapat kita telusuri melalui beragam ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku saat itu. Dengan demikian, kita dapat memahami pengertian, fungsi, tugas, hak, serta kewajiban pers Indonesia pada massa Orde Baru.
Baca juga : Jurnalistik Online – Karakteristik Media Massa
Demikianlah ulasan singkat tentang pers pada masa Orde Baru, semoga dapat memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan mengenai pers pada masa Orde Baru.