Teori Postmodern – Pengertian – Kritik

Teori postmodern atau postmodernism (Felluga, 2007) merupakan sebuah gerakan intelektual yang lahir sebagai respon terhadap beberapa tema yang dikemukakan oleh kaum modern atau modernis yang diartikulasikan pertama kali selama masa Pencerahan. Era postmodernisme sendiri hanya dibatasi pada akhir abad 20. Beberapa ahli terkadang menyebutkan bahwa era postmodernisme dimulai setelah Perang Dunia II berakhir karena adanya kekecewaan eksistensial akibat terjadinya Holocaust.

Selain itu, kelahiran postmodernisme ditempatkan di tahun 1960an ketika modernism tidak lagi produktif. Postmodernisme tidak mewujudkan dirinya sendiri hanya terbatas pada filsafat seperti ontologi, epistemologi, dan aksiologi atau teoretis melainkan postmodernisme adalah sebuah konsep yang jauh lebih komprehensif yang melingkupi seni, asitektur, dan kritik.

Para ahli teori sepakat bahwa terdapat dua pengertian postmodernisme yaitu pertama, postmodernisme sebagai reaksi terhadap estetika modernisme pada paruh pertama abad 20 dalam arsitektur, seni, dan sastra. Dan kedua, postmodernisme sebagai reaksi terhadap tradisi modernitas yang telah berlangsung lama selama Abad Pertengahan. Makna kedua seringkali disebut juga dengan postmodernity atau postmodernitas karena mengacu pada banyaknya aspek historis dan sosial postmodernisme.

Makna kedua juga terkait dengan poststrukturalisme yang menyindir penolakan terhadap budaya Pencerahan  yang borjuis dan elitis. Tanpa adanya perbedaan ini, maka postmodernisme mungkin tidak memiliki hierarki sentral atau prinsip pengorganisasian yang jelas, yang mewujudkan kompleksitas, kontradiksi, ambiguitas, keragaman, dan keterkaitan yang ekstrem. Namun, ciri umumnya biasanya dianggap meliputi penolakan terhadap narasi besar, penolakan terhadap kebenaran absolut dan universal, ketidakberadaan signified, disorientasi, penggunaan parodi, simulasi tanpa yang asli, akhir kapitalisme, dan globalisasi. Terkait dengan signified, kita dapat memahami lebih lanjut dalam semiotika komunikasi, teori semiotika Ferdinand De Saussure teori semiotika Charles Sander Peirce, dan teori semiotika Roland Barthes.

Terdapat beberapa tokoh yang dikaitkan dengan postmodernisme, diantaranya adalah Jean-Francois Lyotard, Jean Baudrillard,  Jacques Derrida, Linda Hutcheon, Frederic Jameson dan lain-lain.

Pengertian

Kata postmodern berasal dari kata depan “post” (Latin klasik) dan kata akhiran “modern” (Perancis, moderene). Secara etimologis, postmodern merujuk pada sebuah kehidupan setelah modernisme. Secara filsafat, istilah postmodern merujuk pada dua hal yaitu ketidakpercayaan tentang metanaratif dan akhir sejarah.

Postmodernisme  sendiri memiliki banyak sekali interpretasi yang berbeda-beda, dan masing-masing menawarkan sudut pandangnya. Untuk memahami apa itu postmodernisme, berikut adalah beberapa pengertian postmodernisme yang diungkapkan oleh para ahli :

  1. Steven Best dan Douglas Kellner menyatakan bahwa postmodernisme menggambarkan berbagai gerakan dan artifak dalam bidang budaya yang dapat dibedakan dari berbagai gerakan, teks, dan praktek kaum modernis.
  2. Timotheus Vermeulen menyatakan bahwa istilah postmodernisme telah digunakan selama bertahun-tahun untuk merujuk pada berbagai macam hal yaitu periodesasi sejarah, pandangan hidup, teori filsafat, kondisi sosiologis, berakhirnya sejarah, program emansipasi yang terkait berbagai teori feminisme menurut para ahli dan komunikasi gender, kritik budaya, relativisme moral, dan lain sebagainya.  Lebih lanjut Vermeulen menjelaskan bahwa isilah postmodernisme kerapkali menggambarkan berkurangnya sebuah pengaruh, sebuah fenomena, kritik karya seni, atau juga mengaitkannya dengan postcolonialism.
  3. Lucaites dan Condit (1999), postmodern dipandang sebagai bagian dari kondisi historis yang lebih luas yang berfungsi sebagai respon terhadap konsep modern, dan memiliki hubungan dalam filsafat, seni, arsitektur, komunikasi, dan bidang lainnya. Postmodernisme melibatkan navigasi sebuah dunia dimana struktur buaya dipecah karena kurangnya legitimasi. Formula yang berlaku secara universal atau undang-undang penutup yang dirancang untuk tujuan mendeskripsikan dan mengendalikan dunia adalah penggunaan minimal. Istilah postmodern pertama kali digunakan dalam bidang arsitektur dan kritik seni kurang lebih selama dua dekade (1950an-1960an). Istilah postmodern kemudian masuk ke dalam ranah ilmu sosial pada sekitar tahun 1970an dimana serangan awal berada pada rasionalitas dan positivisme.
  4. Matthew Flisfeder (2017) menyatakan bahwa postmodernisme adalah sebuah teori budaya yang membandingkan beberapa elemen, yaitu suatu pendekatan budaya dan sejarah melalui sebuah kritik metanaratif seperti Marxisme dan psikoanalisis; menekankan pada representasi budaya dalam media maupun lintas media; perhatian pada media baru yang menggambarkan beberapa komplikasi dari pengalaman kita tentang realitas; menantang subyektivitas konsep-konsep tradisional dan identitas khususnya yang terkait dengan identitas manusia dan sifat manusia; dan menekankan pluralisme dalam ras, gender, jenis kelamin, dan kelas sosial.
  5. Melford Spiro (1996) mendefinisikan postmodernisme sebagai kritik kaum postmodern tentang sains yang terdiri dari argumen yang saling terakit satu sama lain, yaitu epistemologis dan ideologis yang didasarkan pada subyektivitas. Subyektivitas obyek manusia menurut argument epistemologis tidak bisa menjadi sains dan bagaimanapun juga subyektivitas subyek manusia menghalangi kemungkinan sains menemukan kebenaran obyektif. Kedua, obyektivitas adalah ilusi, sains sesuai dengan argumen ideologis menumbangkan kelompok tertindas, wanita, etnis, dan bangsa dunia ketiga.
  6. Dictionary of Mass Communication mendefinisikan postmodernisme sebagai sebuah teori, paradigma atau perspektif (tergantung sudut pandang pengamat) yang menegaskan bahwa modernisme (dengan penekanan pada rasionalitas ilmiah, empiris, realisme, kebenaran obyektif, dan kemajuan) bersifat hegemonis, sedang dalam kemunduran, dan digantikan oleh konsepsi relativistis dunia, satu dimana kebenaran dan pengetahuan bersifat subyektif dan relatif, dan realitas dibangun daripada diberikan oleh media massa dan simbol-simbol.
  7. Dictionary of Media mendefinisikan postmodernisme sebagai gerakan dalam filsafat dan seni menolak naratif tradisional dan struktur estetika.
  8. Oxford English Dictionary mendefinisikan postmodernisme sebagai setelah, atau sesuatu yang datang setelah modern.

A. Sejarah Singkat Istilah Postmodernisme

Istilah postmodern pertama kali digunakan pada kisaran tahun 1870an oleh John Watkins Chapman, seorang pelukis berkebangsaan Inggris, guna merujuk pada lukisan postmodern yakni gaya melukis yang jauh lebih megah daripada lukisan impresionis Perancis. Kemudian pada tahun 1917, istilah postmodern muncul dalam sebuah buku berjudul Die Krisis der Eropaischen Kultur karya Rudolf Pannwitz untuk menggambarkan nihilisme dan jatuhnya nilai-nilai budaya Eropa kontemporer. Selanjutnya, pada tahun 1934, Frederico de Onis menggunakan kata postmodernisme sebagai reaksi melawan puisi kaum modernis.

Tahun 1939, sejarawan Inggris yang bernama Arnold Toynbee mengadopsi istilah postmodernisme dengan arti yang sama sekali berbeda yaitu akhir dari tatanan borjuis Barat dan modern dalam periode dua atau tiga abad terakhir. Kemudian pada tahun 1945, sejarawan seni Australia yang bernama Bernard Smith mengemukakan istilah postmodernisme untuk memberi kesan adanya gerakan realisme sosial dalam melukis yang melampaui abstraksi. Selanjutnya, pada tahun 1950 di Amerika, Charles Olson menggunakan istilah postmodern dalam puisi. Dan baru pada tahun 1960an dan 1970an istilah ini lebih dipopulerkan oleh para teoretikus seperti Leslie Fielder dan Ihab Hasan.

B. Makna Postmodernisme

Sebagaimana telah disebut sebelumnya bahwa postmodernisme memiliki dua makna yaitu  pertama, postmodernisme sebagai reaksi terhadap modernisme estetis pada paruh pertama abad 20 dalam arsitektur, seni, dan sastra. Dan kedua, postmodernisme sebagai reaksi terhadap tradisi modernitas yang telah berlangsung lama selama Abad Pertengahan.

  • Postmodernisme sebagai reaksi terhadap modernisme estetis

Postmodernisme sebagai reaksi terhadap modernisme estetis muncul segera setelah Perang Dunia II dan masih mengusung sebagian fitur estetika modernisme abad 20. Sebagian ahli berpendapat bahwa postmodernisme pada dasarnya adalah kelanjutan dari modernisme dan bukan merupakan gerakan yang terpisah. Namun, terdapat perbedaan mendasar yang harus dipahami yaitu bahwa modernisme estetis menghadirkan fragmentasi atau sesuatu yang harus dikeluhkan. Sementara postmodernisme menghadirkan perayaan atau sesuatu yang harus dirayakan.

Postmdernisme dalam hal ini banyak dibahas oleh para ahli teori  seperti Leslie Fielder dan Ihab Hasan di tahun 1960an dan 1970an. Ihab Hasan secara bertahap memperluas pembahasannya dengan kritik umum tentang budaya Barat. Ahli lainnya seperti Baudrillard, Jameson, dan Hutcheson kemudian bergabung dalam diskusi tentang postmodernisme dalam makna yang pertama dan makna lainnya.

  • Postmodernisme sebagai reaksi terhadap tradisi modernitas       

Hingga tahun 1970an, diskusi tentang postmodernisme pada umumnya terbatas pada pengertian awal postmodernisme yaitu postmodernisme sebagai reaksi terhadap modernism estetika. Pada tahun 1980, Jurgen Habermas melalui ceramahnya yang bertajuk Modernity : An Unfinished Project telah membantu membawa perubahan dalam diskusi postmodernisme dalam pengertian awal (yaitu postmodernisme sebagai reaksi terhadap modernism estetika) terhadap postmodernisme dalam pengertian kedua (yaitu postmodernisme sebagai reaksi terhadap tradisi modernitas atau postmodernitas).

Perdebatan terkait modernitas dan postmodernitas sudah dimulai dengan keterlibatan beberapa kritikus seperti Martin Heidegger, Jean-Francois Lyotard, Michel Foucault, Richard Rorty, dan Jacques Derrida yang mendukung postmodernitas. Michel Foucault, seperti kita tahu adalah salah seorang ahli analisis wacana yang mempengaruhi beberapa ahli analisis wacana kritis seperti Teun A. van Dijk, Norman Fairclough, dan Ruth Wodak. Para postmodernis tersebut berpendapat  bahwa tradisi modernitas era Pencerahan sedang berada dalam krisis karena munculnya masalah seperti keterasingan dan eksploitasi dalam tradisi modernitas. Ketika Habermas mencoba untuk membela modernitas sebagai proyek yang belum selesai, seharusnya kita tidak meninggalkannya melainkan mendorong orang-orang yang medukung postmodernitas untuk bereaksi. Sejak saat itu, titik berat postmodernitas sebagai aspek postmoderisme yang lebih penting terus mengalami pembahasan di berbagai literatur.

Habermas menjadi sasaran kritik setelah Jean-Francois Lyotard menerbitkan The Postmodern Condition yang dipublikasikan pada tahun 1984. Lyotard mendeklarasikan berakhirnya era Pencerahan dan menolak tradisi narasi besar atau metanaratif yaitu sebuah teori universal totalistik yang menjanjikan untuk menjelaskan semua masalah dengan satu rangkaian gagasan.

C. Kaitan Antara Dua Makna Postmodernisme

Jika menilik pada dua makna postmodernisme yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa kedua makna tersebut merupakan bentuk reaksi terhadap dua aspek modernism yang berbeda. Namun sejatinya, kedua makna tersebut bersifat koheren dan tidak terpisah meskipun keduanya menggambarkan dua bentuk reaksi yang berbeda terhadap dua faset modernism.

Dilihat dari segi waktu, kedua makna postmodernisme tersebut dimulai setelah berkecamuknya Perang Dunia II. Keduanya sepakat dalam berbagai hal dan berinteraksi. Salah satu contoh interaksi  adalah referensi yang dibuat oleh Foucault dan Derrida untuk eksperimen yang dilakukan oleh artis Belgia bernama Rene Magritte dengan signification. Atas saran Magritte, mereka memberikan pemahaman aspiratif bahwa betapapun realistisnya seniman dapat menggambarkan suatu item.  Verisimilitude adalah tetap merupakan sebuah strategis artistik yaitu hanya representasi dari suatu benda dan bukan benda itu sendiri. Interaksi diantara kedua makna postmodernisme tersebut menghasilkan sebuah konvergensi dari keduanya.

Kini, beberapa karakteristik umum postmodernisme secara keseluruhan mengikuti beberapa poin dalam istilah yang lebih populer, yaitu :

  • Tidak ada kebenaran absolut.
  • Tidak ada standar etis absolut karenanya penyebab feminisme dan homoseksual juga harus dipahami.
  • Tidak ada agama absolut. Hal ini mengandung arti mempromosikan inklusivisme religius yang biasanya bersandar pada agama Era Baru.
  • Globalisasi dalam artian tidak ada bangsa yang absolut. Batas-batas nasional tidak menghalangi komunikasi antar manusia.
  • Pro-lingkungan dalam artian masyarakat Barat disalahkan karena adanya kerusakan lingkungan.

Kritik terhadap Postmodernisme

Postmodernisme telah menarik para intelektual untuk memberikan kritiknya. Jika diklasifikasikan, maka terdapat 4 (empat) kritik terhadap postmodern yaitu :

  1. Kritik yang diberikan berdasarkan sudut pandang orang yang menolak konsep modernism.
  2. Kritik yang diberikan oleh mereka yang menjunjung tinggi modernism yang juga percaya postmodernisme kurang memiliki karakteristik penting dari proyek modern.
  3. Kritik dalam masyarakat postmodern yang mencari perbaikan atau perubahan berdasarkan pemahaman mereka tentang postmodernisme.
  4. Kritik yang diberikan oleh mereka yang percaya bahwa postmodernisme hanyalah sebuah proses yang lewat dan bukan merupakan pertumbuhan dalam organisasi sosial.

Postmodernisme dan Komunikasi

Sejak kedatangannya di tahun 1960an, postmodernisme telah membentuk kembali komunikasi manusia.  Menurut Sandra Braman (2003), komunikasi postmodern digunakan untuk menggambarkan bentuk komunikasi, pesan, gaya, panduan, serta teknologi dan macam-macam media komunikasi yang digunakan dalam dunia postmodernis. Hal ini tentunya dapat kita pahami lebih jauh melalui perjalanan sejarah perkembangan teknologi komunikasisejarah perkembangan alat komunikasi, dan sejarah perkembangan teknologi informasi.

Komunikasi postmodern bersifat non tradisional sehingga disebut juga sebagai masyarakat informasi.  Asal muasal komunikasi postmodern terkait dengan perkembangan teori komunikasi. Jika berbicara tentang perkembangan teori komunikasi maka tidak akan terlepas dari sejarah perkembangan ilmu komunikasi sendiri. Sebagai teori, komunikasi mempelajari proses teknis informasi dan proses komunikasi manusia misalnya terkait dengan proses komunikasi efektif (contohnya adalah proses komunikasi interpersonal). Proses komunikasi manusia berlangsung melalui tahap-tahap komunikasi dan didukung oleh berbagai unsur komunikasi atau komponen-komponen komunikasi atau elemen-elemen komunikasi.  Ketiadaan salah satu unsur komunikasi dapat menyebabkan tidak tercapainya komunikasi yang efektif. Proses komunikasi efektif juga ditunjang oleh faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi dan hambatan-hambatan komunikasi.

Adapun beberapa teori komunikasi yang telah kita pahami diantaranya adalah teori komunikasi intrapersonal,  teori komunikasi interpersonal, teori komunikasi massa termasuk didalamnya teori efek media massa,  teori komunikasi kelompok menurut para ahli, dan teori komunikasi organisasi menurut para ahli.

Manfaat Mempelajari Teori Postmodern

Mempelajari teori postmodern dapat memberikan berbagai manfaat, diantaranya adalah kita dapat memahami pengertian postmodernisme melalui perjalanan sejarah perkembangan istilah postmodernisme dan kritik yang diberikan oleh para ahli. Selain itu, kita juga dapat memahami secara singkat kaitan postmodernisme dengan komunikasi.

Demikianlah ulasan singkat tentang teori postmodern yang meliputi pengertian serta kritik yang disampaikan oleh para ahli. Semoga dapat memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan kita tentang teori postmodern dan kaitannya dengan ilmu komunikasi.