Teori Semiotika Ferdinand De Saussure – Konsep dan Sistem Tanda

Dalam kehidupan sehari-hari, kita tentu sering melihat dan menemukan berbagai hal dari yang terlihat kasat mata seperti benda dan warna; hingga hal-hal yang tidak begitu tampak jelas seperti gerak-gerik dan sikap orang lain. Mungkin hal-hal itu bukan lagi hal yang asing kita temui sehingga kita tidak terlalu memikirkan makna di baliknya, namun tahukah Anda kalau hal-hal tersebut bisa saja memiliki tanda dan arti tersendiri? Pada pembahasan kali ini, kita akan mengulas mengenai teori semiotika yang berisi kajian tanda dari Ferdinand de Saussure. (Baca juga: Teknik Dasar Fotografi)

Pengertian Semiotika

Seperti yang telah diulas sedikit, semiotika adalah kajian ilmu mengenai tanda yang ada dalam kehidupan manusia serta makna dibalik tanda tersebut. Ada beberapa pendapat mengenai asal kata semiotika yang keduanya dari bahasa Yunani, pertama adalah seme yang berarti “penafsiran tanda”, sedangkan yang kedua adalah semeion yang berarti “tanda”. Pada perkembangannya, terdapat beberapa ahli yang mengkaji semiotika dalam studi mereka dan menciptakan teori-teori semiotika, salah satunya adalah Ferdinand de Saussure. (Baca juga: Konvergensi Media)

Saussure yang menggunakan istilah semiologi dalam kajian semiotikanya mengusung pendekatan bahasa atau linguistik dalam studinya, tak jauh karena ia memiliki latar belakang linguistik. Saussure lahir pada tahun 1857 dan mulai menyukai bidang bahasa dan kesustraan sejak kecil, bahkan pada usia 15 tahun ia menulis tulisan yang berjudul essai sur les langue. Saussure kemudian mempelajari bidang bahasa lebih mendalam di Leipzig dan Berlin, serta mempelajari berbagai bahasa yang salah satunya adalah bahasa Sansekerta.

Semiologi menurut Saussure adalah kajian mengenai tanda dalam kehidupan sosial manusia, mencakup apa saja tanda tersebut dan hukum apa yang mengatur terbentuknya tanda. Hal ini menunjukkan bahwa tanda dan makna dibalik tanda terbentuk dalam kehidupan sosial dan terpengaruhi oleh sistem (atau hukum) yang berlaku di dalamnya.

Ada beberapa hal dalam sistem yang mempengaruhi pembentukan dan pelestarian tanda dalam masyarakat, dan Saussure lebih menekankan pada peranan bahasa dibanding aspek lain seperti sistem tulisan, agama, sopan-santun, adat istiadat, dan lain sebagainya. (Baca juga: Fotografi Jurnalistik)

Konsep dari Teori Semiotika Ferdinand De Saussure

Konsep semiotika atau semiologi dari Ferdinand de Saussure memiliki empat konsep, yaitu:

A. Signifiant dan Signifie

Konsep pertama adalah signifiant dan signifie yang menurut Saussure merupakan komponen pembentuk tanda dan tidak bisa dipisahkan peranannya satu sama lain. Signifiant, atau disebut juga signifier, merupakan hal-hal yang tertangkap oleh pikiran kita seperti citra bunyi, gambaran visual, dan lain sebagainya. Sedangkan signifie, atau yang disebut juga sebagai signified, merupakan makna atau kesan yang ada dalam pikiran kita terhadap apa yang tertangkap. (Baca juga: Teori Efek Media Massa)

Jika ditinjau dari segi linguistik yang merupakan dasar dari konsep semiologi Saussure, perumpamaannya bisa dianalogikan dengan kata dan benda “pintu”. Pintu secara signifiant merupakan komponen dari kumpulan huruf yaitu p-i-n-t-u, sedangkan secara signifie dapat dipahami sebagai sesuatu yang menghubungkan satu ruang dengan ruang lain. Kombinasi dari signifiant dan signifie ini yang kemudian membentuk tanda atas “pintu”, bukan sekedar benda mati yang digunakan oleh manusia.

B. Langue dan Parole

Konsep kedua adalah aspek dalam bahasa yang dibagi oleh Saussure menjadi dua yaitu langue dan parole. Langue adalah sistem bahasa dan sistem abstrak yang digunakan secara kolektif seolah disepakati bersama oleh semua pengguna bahasa, serta menjadi panduan dalam praktik berbahasa dalam suatu masyarakat.

Sedangkan parole adalah praktik berbahasa dan bentuk ujaran individu dalam masyarakat pada satu waktu atau saat tertentu. (Baca juga: Nilai Berita)

Saussure menjelaskan bahwa langue bisa dikatakan sebagai fakta sosial dan menjadi acuan masyarakat dalam berbahasa, yang juga berperan sebagai sistem yang menetapkan hubungan antara signifiant dan signifie. Langue yang direalisasikan dan diterapkan oleh individu dalam masyarakat sebagai wujud ucapan bahasa ini kemudian disebut sebagai parole. Parole satu individu dengan individu lainnya bisa saja berbeda-beda karena realisasi dan penerapannya bisa beragam satu sama lain. (Baca juga: Kode Etik Wartawan)

C. Synchronic dan Diachronic

Konsep yang ketiga mengenai telaah bahasa yang dibagi oleh Saussure menjadi dua, yaitu synchronic dan diachronic. Synchronic merupakan telaah bahasa yang mana mempelajari bahasa dalam satu kurun waktu tertentu, sedangkan diachronic mempelajari bahasa secara terus menerus atau sepanjang masa selama bahasa tersebut masih digunakan. (Baca juga: Strategi Komunikasi Pemasaran)

Synchronic seringkali disebut sebagai studi linguistik deskriptif, karena kajian didalamnya banyak mengkaji hal yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menjelaskan bahasa apa yang digunakan pada suatu masa tertentu. Sedangkan diachronic lebih bersifat pada studi historis dan komparatif, karena bertujuan untuk mengetahui sejarah, perubahan, dan perkembangan struktural suatu bahasa pada masa yang tak terbatas. (Baca juga: Teori Komunikasi Organisasi)

D. Syntagmatic dan Associative / Paradigmatic

Konsep semiologi Saussure yang terakhir adalah konsep mengenai hubungan antar unsur yang dibagi menjadi syntagmatic dan associative atau paradigmatic. Syntagmatic menjelaskan hubungan antar unsur dalam konsep linguistik yang bersifat teratur dan tersusun dengan beraturan. Sedangkan, associative/paradigmatic menjelaskan hubungan antar unsur dalam suatu tuturan yang tidak terdapat pada tuturan lain yang bersangkutan, yang mana terlihat nampak dalam bahasa namun tidak muncul dalam susunan kalimat. (Baca juga: Teori Pers)

Hubungan syntagmatic dan paradigmatic ini dapat terlihat pada susunan bahasa di kalimat yang kita gunakan sehari-hari, termasuk kalimat bahasa Indonesia. Jika kalimat tersebut memiliki hubungan syntagmatic, maka terlihat adanya kesatuan makna dan hubungan pada kalimat yang sama pada setiap kata di dalamnya. Sedangkan hubungan paradigmatic memperlihatkan kesatuan makna dan hubungan pada satu kalimat dengan kalimat lainnya, yang mana hubungan tersebut belum terlihat jika melihat satu kalimat saja.  (Baca juga: Jenis Metode Penelitian Kualitatif)

Kita tentu sudah sering mendapatkan pelajaran bahasa Indonesia yang membahas unsur-unsur dalam kalimat berupa subjek, predikat, objek, dan keterangan (SPOK); namun pada kenyataannya tidak semua kalimat selalu memiliki unsur-unsur tersebut, bukan? Kajian semiologi menyatakan jika sebuah kalimat memiliki unsur SPOK yang lengkap dan memiliki kesatuan arti dari gabungan unsur tersebut sehingga tidak bisa digantikan dengan unsur lain karena dapat merubah makna, maka kalimat tersebut memiliki hubungan syntagmatig.

Dan sebaliknya, jika sebuah kalimat tidak memiliki susunan SPOK lengkap dan salah satu unsurnya dapat diganti dengan kata lain tanpa merubah makna, maka kalimat tersebut memiliki hubungan paradigmatic.

Bahasa Sebagai Sistem Tanda

Dengan latar belakang kajian linguistik dan bahasa, Saussure menempatkan bahasa sebagai dasar dari sistem tanda dalam teori semiologi yang dibuatnya. Bahasa dipandang oleh Saussure sebagai sistem tanda yang dapat menyampaikan dan mengekspresikan ide serta gagasan dengan lebih baik dibanding sistem lainnya. Bahasa merupakan suatu sistem atau struktur yang tertata dengan cara tertentu, dan bisa menjadi tidak bermakna jika terlepas dari stuktur yang terkait. (Baca juga: Analisis Framing)

Saussure menjelaskan bahwa kajian linguistik masih terlalu umum untuk membahas sistem tanda, karenanya perlu dibuat kajian yang lebih khusus yang ia namakan semiologi. Karena berangkat dari dasar linguistik itulah, kajian semiotika dari Saussure ini dikenal juga dalam dunia ilmu pengetahuan sebagai semiotika linguistik. Saussure sendiri menyebutkan tiga kata dalam bahasa Prancis yang berarti ‘bahasa’, yaitu parole, langage, dan langue. (Baca juga: Literasi Media)

Parole adalah ekspresi bahasa yang muncul dari pikiran tiap individu dan tidak bisa disebut fakta sosial karena cenderung subjektif. Langage merupakan gabungan dari parole dan kaidah bahasa, yang mana digunakan oleh seluruh masyarakat sebagai gabungan dari ekspresi sehingga belum bisa disebut fakta sosial. Sedangkan langue merupakan kaidah bahasa yang digunakan dan diterapkan oleh kelompok masyarakat tertentu yang memungkinkan berbagai elemen di dalamnya untuk memahaminya sehingga bisa dikatakan sebagai realitas yang ada. (Baca juga: Etnografi Komunikasi)

Demikianlah pembahasan mengenai Teori Semiotika Ferdinand De Saussure. Semoga informasi dalam pembahasan ini dapat berguna bagi Anda yang mencari kajian semiotika, khususnya semiotika linguistik atau semiologi dari Ferdinand de Saussure, berikut konsep-konsep yang ada di dalamnya.

Artikel Komunikasi Lainnya