Sejarah Radio di Indonesia dan Perkembangannya

Radio adalah salah satu media massa elektronik tertua dan menjadi bagian penting dari perjalanan sejarah perkembangan teknologi komunikasi dan sejarah perkembangan alat komunikasi. Selain itu, radio juga menorehkan jejak sejarah media massa bersama-sama dengan televisi, surat kabar, majalah, dan lain-lain. Karakteristik media massa serta karakteristik media penyiaran yang melekat pada radio membuatnya menjadi salah satu media komunikasi pilihan dalam membantu penyampaian pesan-pesan dengan cepat dan serentak sejak awal kemunculannya.

Gempuran berbagai media baru atau new media beserta karakteristik new media-nya sebagaimana yang telah dijelaskan dalam teori media baru, teori new media, atau teori new media menurut para ahli tidak menyurutkan minat khalayak pendengar untuk tetap menggunakan radio sebagai media komunikasi, media informasi, dan media hiburan yang penting bagi mereka. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Nielsen Radio Audience Measurement pada tahun 2016 di 11 kota besar di Indonesia menunjukkan bahwa jumlah pendengar radio di Indonesia mencapai 20 juta pendengar dengan tingkat penetrasi mencapai 38 persen. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa kehadiran radio masih memiliki tempat khusus di hati para pendengar setianya di Indonesia. Kehadiran berbagai media komunikasi modern sebagai dampak dari semakin berkembangnya internet sebagai media komunikasi tidak menghalangi pendengar untuk tetap menikmati siaran radio. Kini radio dapat didengar melalui telepon pintar atau komputer  dengan menggunakan jaringan internet.

Tercatat bahwa tonggak sejarah radio dunia dimulai pada tahun 1920 di Negeri Paman Sam alias Amerika Serikat. Sejarah radio di Indonesia sendiri dimulai 5 (lima) tahun setelahnya, tepatnya pada tanggal 16 Juli 1925. Perjalanan sejarah radio di Indonesia pun tidak hanya melulu terkait dengan Radio Republik Indonesia. Sebagaimana sejarah televisi di Indonesia, maka dalam sejarah radio di Indonesia tidak luput dari sejarah perkembangan radio swasta nasional yang juga berperan besar dalam menemani perjalanan sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia hingga kini.

Bagaimanakah sebenarnya perjalanan sejarah radio di Indonesia? Berikut adalah uraian singkatnya.

1. Masa Penjajahan Belanda

Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa awal sejarah radio di Indonesia dimulai sejak masa penjajahan Belanda. Pada masa-masa inilah, Belanda dipusingkan pada berbagai peristiwa besar yang mengobarkan semangat nasionalisme di kalangan kaum pribumi yaitu dengan didirikannya Budi Utomo pada tahun 1908 dan gerakan Sumpah Pemuda pada tahun 1928.

Indonesia, yang saat itu masih bernama Hindia Belanda mendirikan radio siaran pertamanya pada tanggal 16 Juli 1925 yang bernama Bataviase Radio Vereniging atau BRV di Batavia atau Jakarta tempo dulu. Selama masa penjajahan Belanda, stasiun radio yang beroperasi adalah milik swasta. Setelah Bataviase Radio Vereniging atau BRV didirikan, berbagai stasiun radio lain pun mulai menjamur, diantaranya adalah :

  • Nederlandsch Indische Radio Omroep Mij (NIROM) di Jakarta, Bandung, dan Medan;
  • Meyers Omroep voor Allen (MOVA) dan Algeemene Vereneging Radio Omroep (AVROM) di Medan;
  • Solosche Radio Vereniging (SRV), Vereniging voor Oosterse Radio Omroep (VORO), dan Chineesee en Inheemse Radio Luisteraas Vereniging Oost Java (CIRVO) di Solo atau Surakarta;
  • Mataramsche Vereniging voor Radio Omroep (MAVRO) di Yogyakarta;
  • Vereniging voor Radio Omroep Luisteraas (VORL) di Bandung;
  • Eerste Madiunse Radio Omroep (EMRO) di Madiun; dan lain-lain.

Di masanya, Nederlandsch Indische Radio Omroep Mij (NIROM) adalah stasiun radio yang paling besar dan berkembang sangat pesat karena memperoleh subsidi dari pemerintah Hindia Belanda.  NIROM memiliki jumlah pemasukan yang besar yang berasal dari pajak radio. Jumlah uang yang diterima oleh NIROM semakin besar seiring dengan semakin banyaknya masyarakat yang memiliki pesawat radio. Dampaknya adalah NIROM dapat dengan leluasa memperluas jangkauan siarannya dengan meningkatkan daya pancar, memperbanyak jumlah stasiun relay, dan lain-lain.

Selain itu, beberapa kota besar di Jawa yang telah tersambung oleh saluran telepon khusus dimanfaatkan oleh NIROM untuk memberikan modulasi kepada berbagai pemancar yang ada di kota-kota besar agar dapat mengadakan siaran terpusat dari Bandung, Surabaya, Solo, Semarang, atau Yogyakarta. Di masa jayanya, NIROM digunakan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk mempertajam kuku penjajahannya di Indonesia. Selain itu, berbagai radio siaran swasta lain yang dikelola oleh warga asing juga hanya menyiarkan berbagai program siaran yang berisi berbagai jenis-jenis berita yang terkait dengan kepentingan perdagangan. Hal ini sangat kontras apabila dibandingkan dengan berbagai stasiun radio swasta yang dikelola oleh bangsa pribumi karena operasionalisasi radio diperoleh dari iuran para anggotanya.

Berbagai kenyataan inilah yang mendorong kaum pribumi kemudian mendirikan stasiun radio siaran milik sendiri. Lima tahun setelah peristiwa Sumpah Pemuda, tepatnya tanggal 1 April 1933, Solosche Radio Vereniging (SRV) didirikan dan merupakan pelopor radio siaran milik Bangsa Indonesia. Tokoh yang sangat berjasa dalam pendirian Solosche Radio Vereniging (SRV) adalah Mangkunegoro VII dan Ir. Sarsito Mangunkusumo. Sejak itulah, berbagai stasiun radio siaran lahir seperti MARVO, EMRO, CIRVO, VORL, SRV, Radio Semarang, dan lain-lain. Mereka menyiarkan berbagai jenis-jenis informasi yang bersifat ketimuran seperti kebudayaan, kesenian, dan pergerakan nasionalisme.

Pada masa penjajahan Belanda pula lahirlah sebuah organisasi non komersial baru yang merupakan perkumpulan dari berbagai radio ketimuran. Organisasi tersebut adalah Perikatan Perkumpulan Radio Ketimuran yang disingkat PPRK yang dibentuk pada tanggal 29 Maret 1937. Tujuan organisasi PPRK adalah bersifat sosial budaya yaitu untuk memajukan seni dan budaya Indonesia. Dua bulan kemudian, tepatnya tanggal 7 Mei 1937, PPRK mengadakan pertemuan dengan NIROM dan menghasilkan kesepakatan bahwa siaran ketimuran dilakukan oleh PPRK dan teknisnya diselenggarakan oleh NIROM.

Kemudian, seiring dengan dimulainya Perang Dunia II yang ditandai dengan diserbunya Polandia oleh Jerman pada tanggal 1 September 1939, membuat posisi pemerintah Hindia Belanda di Indonesia semakin tersudut. Kerajaan Belanda di Eropa pun mengalami hal yang sama. Situasi yang sejatinya tidak baik ini justru memberikan berkah tersendiri bagi PPRK. Berkah tersebut adalah bahwa tanggal 1 November 1940, PPRK berhasil menyiarkan siaran pertamanya.

2. Masa Penjajahan Jepang

Masa penjajahan Jepang di Indonesia berlangsung kurang lebih selama tiga setengah tahun. Pada masa itu, pemerintah menguasai semua radio siaran swasta yang ada. Berbagai program siaran diarahkan untuk membentuk propaganda perang Asia Timur Raya. Di masa ini pula terjadi perubahan yang sangat signifikan terkait dengan materi siaran. Pada masa penjajahan Jepang, porsi siaran sosial budaya mendapatkan porsi terbesar dalam materi siaran. Hal ini memberikan dampak positif bagi perkembangan kebudayaan di Indonesia dan melahirkan seniman-seniman serta pencipta lagu.

3. Masa Kemerdekaan

Tanggal 14 Agustus 1945 adalah hari yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia karena pada tanggal tersebut Jepang menyerah tanpa syarat kepada tentara Sekutu. Momentum ini tidak disia-siakan oleh para pemuda masa itu yang menculik dan memaksa Bung Karno dan Bung Hatta untuk segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Tanggal 17 Agustus 1945, Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Di sini, radio siaran memiliki peran yang sangat penting dalam menyebarluaskan isi Teks Proklamasi kepada seluruh rakyat Indonesia dan dunia.

Kemudian, pada tanggal 10 September 1945 para pimpinan radio yang ada di seantero Jawa mengadakan pertemuan di Jakarta guna membahas organisasi  radio. Sehari kemudian, tepatnya tanggal 11 September 1945, para pimpinan radio sepakat untuk mendirikan sebuah organisasi radio dan dijadikan sebagai Hari Radio Republik Indonesia.

Kemudian, pada tanggal 12 – 13 Januari 1946 diselenggarakan Konferensi Radio di Surakarta yang dilatarbelakangi oleh situasi Negara khususnya ibukota Jakarta yang tidak memungkinkan untuk menjalankan roda pemerintahan. Konferensi Radio yang dihadiri oleh perwakilan 8 (delapan) studio RRI menghasilkan keputusan bahwa Radio Republik Indonesia berstatus sebagai Jawatan Pemerintah dan berada dibawah Kementerian Penerangan serta diharuskan untuk menjalankan politik Pemerintah.

4. Masa Orde Lama dan Orde Baru

Pada masa Orde Lama, radio siaran diselenggarakan sepenuhnya oleh Pemerintah yakni Radio Republik Indonesia atau RRI.  Pada masa awal Orde Baru, radio siaran swasta mulai tumbuh di Indonesia yang keberadaannya mengikuti berbagai ketentuan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Adapun payung hukum bagi keberadaan radio siaran swasta nasional Indonesia mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 1970 tentang Radio Siaran Non Pemerintah. Dikutip dari laman radio PRSSNI disebutkan bahwa dalam PP tersebut diatur mengenai fungsi, hak, kewajiban, dan tanggung jawab radio siaran, syarat penyelenggaraan, perizinan, dan pengawasannya.

Pada tanggal 16 – 17 Desember 1974, diselenggarakan Kongres Pertama Radio Siaran Swasta se- Indonesia di Jakarta yang dihadiri oleh perwakilan dari 173 radio siaran swasta dari 34 kota di 12 provinsi yang ada di Indonesia. Kongres tersebut menghasilkan keputusan dibentuknya sebuah organisasi bagi radio siaran swasta di Indonesia yang dinamakan Persatuan Radio Siaran Swasta Niaga Indonesia atau PRSSNI. Kemudian pada tahun 1983 diselenggarakan Munas ke IV PRSSNI di Bandung dan menghasilkan keputusan penggantian istilah “Niaga” dengan “Nasional”.  Sehingga PRSSNI menjadi Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia.

5. Masa Reformasi hingga kini

Sebelum Orde Reformasi lahir, sesuai dengan  sistem komunikasi Indonesia dan sistem jurnalistik di Indonesia yang dianut saat itu, berbagai program jurnalisme radio atau jurnalistik radio dilakukan sepenuhnya oleh Radio Republik Indonesia. Radio siaran swasta hanya berperan sebagai media hiburan yakni dengan memutar lagu-lagu, sandiwara radio, dan lain-lain. Pada masa reformasi, radio juga tidak luput dari pergeseran peran. Jika pada awalnya radio hanya berkutat sebagai media hiburan maka seiring dengan dibukanya keran kebebasan pers dan kebebasan berekspresi peran radio mulai bergeser tidak hanya sebagai media hiburan melainkan juga  sebagai media informasi. Berbagai macam-macam berita pun disajikan dan dikemas sesuai dengan kode etik wartawan yang berlaku di Indonesia. Dengan demikian, radio sebagai media massa juga memiliki fungsi media massa yang utama yaitu memberikan informasi, mendidik, menghibur, dan mempengaruhi khalayak pendengar.

Peran Radio

Macam-macam media massa menurut para ahli adalah radio, televisi, surat kabar, majalah, film, dan lain-lain. Media massa elektronik seperti radio dan televisi seringkali digunakan untuk kepentingan komunikasi. Selain itu, radio dan televisi juga digunakan untuk mengembangkan sumber daya manusia dalam bidang komunikasi pembelajaran. Hal ini dijelaskan oleh Wilbur Schramm (1977) yang menyatakan bahwa baik radio mapun televisi berperan dalam (Jahi, 1981 : 126-127) :

  1. Mereformasi pendidikan nasional;
  2. Mensuplemen pengajaran di sekolah;
  3. Memperluas jangkauan pendidikan formal ke berbagai segmen masyarakat yang memiliki keterbatasan dalam mengikuti pendidikan formal di sekolah;
  4. Memperluas jangkauan pendidikan nonformal ke segala segmen masyarakat yang membutuhkannya.

Di Negara-negara berkembang, pada umumnya radio menjadi salah satu media massa yang banyak dimiliki oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan radio memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah dapat menjangkau khalayak yang besar dan luas secara serentak. Termasuk dalam hal ini menjangkau mereka yang tinggal di daerah terpencil dengan biaya yang murah. Selain itu, sejumlah stasiun radio juga tidak jarang digunakan memancarkan berita seperti telegram untuk menyampaikan pesan-pesan dinas maupun pribadi yang sifatnya mendesak ke daerah-daerah yang tidak memiliki pelayanan komunikasi konvensional seperti pos, telepon, dan lain-lain.  Berbagai kelebihan yang dimiliki radio inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh pihak berwenang untuk menyampaikan informasi dalam bidang komunikasi pembangunan. Terutama bagi mereka yang memiliki tingkat kemampuan baca tulis yang rendah.

Manfaat Mempelajari Sejarah Radio di Indonesia

Mempelajari sejarah radio di Indonesia dapat memberikan manfaat diantaranya adalah kita dapat mengetahui dan memahami sejarah perkembangan radio di Indonesia dan berbagai peran yang disandangnya sejak masa penjajahan hingga kini.

Demikianlah ulasan singkat tentang sejarah radio di Indonesia dari masa ke masa. Semoga dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita tentang radio sebagai media massa dan perannya dalam perjalanan sejarah Bangsa Indonesia.