Secara umum, komunikasi lintas budaya merujuk pada komunikasi antara orang-orang yang memiliki perbedaan dalam gaya bekerja, usia, kebangsaan, etnis, ras, gender, orientasi seksual, dan lain-lain. Komunikasi lintas budaya juga merujuk pada upaya yang dilakukan untuk saling bertukar, bernegosiasi, dan menengahi perbedaan budaya melalui bahasa, gerak tubuh, dan bahasa tubuh. Begitulah cara orang-orang yang memiliki kebudayaan berbeda berkomunikasi satu sama lain.
Sebagaimana konteks komunikasi lainnya, proses komunikasi lintas budaya berlangsung melalui tahap-tahap komunikasi dan melibatkan komponen-komponen komunikasi. Komunikasi lintas budaya yang efektif dapat tercapai manakala berbagai komponen yang ada dalam proses komunikasi lintas budaya dikelola dengan baik dengan menggunakan fungsi manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, penggiatan, dan pengendalian.
Manajemen sendiri menurut Henri Fayol didefinisikan sebagai semacam aktivitas manusia yang dimiliki oleh semua organisasi dan terdiri dari lima elemen penting yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, koordinasi, dan pengendalian. Dengan demikian, yang dimaksud dengan manajemen komunikasi lintas budaya adalah proses pengelolaan berbagai sumberdaya komunikasi yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas pertukaran pesan yang terjadi dalam konteks komunikasi lintas budaya.
Konsep
Untuk mengetahui dan memahami manajemen komunikasi lintas budaya, ada baiknya kita memahami berbagai konsep terkait manajemen komunikasi lintas budaya. Konsep-konsep tersebut adalah sebagai berikut :
A. Budaya dan Dimensi Budaya
Kebudayaan atau culture adalah sebuah konsep yang sangat kompleks dan memiliki beragam definisi. Dari perspektif antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1989 : 180). Geert Hofstede (1984) mendefinisikan kebudayaan sebagai nilai dan kepercayaan bersama yang dipegang oleh anggota kelompok dan dianggap sebagai program penelitian dan pengukuran yang paling komprehensif dan ekstensif mengenai dimensi kebudayaan dalam bisnis internasional. Sementara itu, Edgar Schein (1985) mendefinisikan kebudayaan sebagai sebuah fenomena mendalam yang diwujudkan dalam beragam perilaku.
Kebudayaan juga dimaknai sebagai komunikasi dan komunikasi adalah kebudayaan. Definisi ini dikemukakan oleh Edward T. Hall (1966) dan lebih lanjut Hall menyatakan bahwa orang tidak dapat bertindak atau berinteraksi dengan orang lain dalam berbagai cara kecuali melalui media kebudayaan. Definisi yang dikemukakan oleh Edward T. Hall (1966) menunjukkan bahwa ada keterkaitan yang erat antara komunikasi dan kebudayaan. Kebudayaan mempengaruhi perilaku kita dan apa yang kita katakan.
Dimensi budaya
Dalam konteks bisnis atau manajemen, agar praktek manajemen tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan akibat tidak sesuai dengan budaya maka seorang manajer bisnis internasional hendaknya memahami konsep inti budaya. Sebagian besar manajer bisnis internasional memandang budaya dengan merujuk pada pengertian budaya yang dirumuskan oleh Geert Hofstede (1984) yang menyatakan bahwa budaya adalah pemograman kolektif dari pikiran yang membedakan anggota satu kelompok atau kategori orang dari yang lain.
Hofstede dipandang berkonstribusi besar terhadap manajemen lintas budaya melalui berbagai penelitian tentang lintas budaya khususnya dampak perbedaan budaya nasional terhadap manajemen. Melalui penelitiannya tersebut, Hofstede mengidentifikasi perbedaan mendasar antara budaya nasional dan menemukan empat dimensi budaya yang masing-masing merepresentasikan sebuah perbedaan yang berdasarkan garis lurus.
Adapun dimensi budaya menurut Hofstede adalah sebagai berikut :
- Power distance. Jarak kekuasaan adalah sejauh mana anggota dengan kekuasaan terbatas dari suatu institusi dan organisasi dalam sebuah negara berharap dan menerima bahwa kekuasaan tersebut didistribusikan secara tidak merata.
- Uncertainty avoidance. Penghindaran ketidakpastian merujuk pada sejauh mana anggota suatu budaya merasa terancam oleh situasi yang tidak pasti dan tidak diketahui.
- Individualism – collectivism. Individualisme adalah sebuah masyarakat dimana hubungan antara individu bersifat longgar dalam artian setiap orang diharapkan untuk menjaga dirinya sendiri dan keluarga dekatnya saja. Kolektivisme adalah sebuah masyarakat dimana orang sejak lahir dan seterusnya diintegrasikan ke dalam keadaan yang kuat, kohesif dalam kelompok, yang sepanjang masa hidup manusia ters melindungi mereka dengan imbalan kesetiaan yang tidak diragukan lagi.
- Masculinity – femininity. Maskulinitas merujuk pada sebuah masyarakat dimana peran sosial gender sangatlah jelas berbeda, misalnya pria seharusnya bersikap asertif, kuat, dan fokus pada kesuksesan materi. Sedangkan wanita seharusnya bersifat sederhana, lembut, dan peduli dengan kualitas hidup. Femininitas merujuk pada sebuah masyarakat dimana peran sosial gender saling tumpang tindih antara pria dan wanita.
- Long-term – short term orientation. Dimensi budaya kelima yaitu orientasi jangka panjang dan orientasi jangka pendek merupakan dimensi tambahan yang dikemukakan oleh GLOBE. Yang dimaksud dengan orientasi jangka panjang adalah pembinaan kebajikan yang berorientasi pada penghargaan masa depan khususnya ketekunan dan hemat. Sedangkan, yang dimaksud dengan orientasi jangka pendek merujuk pada pembinaan kebajikan terkait dengan masa lalu dan masa kini khususnya menghormati tradisi, pelestarian budaya, dan memenuhi kewajiban sosial.
Berbagai dimensi budaya tersebut umumnya digunakan untuk mengelola multikulturalisme atau manajemen lintas budaya. Berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli kerapkali mengaitkan berbagai dimensi budaya dengan negosiasi guna meningkatkan kemampuan manajer untuk menjelaskan dan memprediksi dampak budaya.
B. Komunikasi Lintas Budaya
David Matsumoto dalam Encyclopedia of Psychology (2000 : 357-359) menyatakan bahwa komunikasi lintas budaya merujuk pada pertukaran informasi antara orang-orang dengan latar belakang budaya yang berbeda. Lebih lanjut Matsumoto menjelaskan bahwa istilah komunikasi lintas budaya seringkali disamakan dengan komunikasi antar budaya. Menurutnya, tidak ada perbedaan istilah dianatara keduanya dalam konteks komunikasi.
Namun ada perbedaan dalam hal penelitian yang dilakukan. Komunikasi lintas budaya merujuk pada perbandingan antara dua kebudayaan atau lebih dalam beberapa variable misalnya perbedaan antara kebudayaan A dan kebudyaan B dalam mengekspresikan emosi.
Sedangkan komunikasi antar budaya merujuk pada studi atau kajian interaksi antara orang-orang yang berasal dari dua kebudayaan yang berbeda misalnya bagaimana orang-orang dari kebudayaan A dan kebudayaan B mengekspresikan emosi ketika mereka berkomunikasi dengan orang-orang dari kebudayaan B dan A secara hormat.
Komunikasi lintas budaya melingkupi berbagai konteks seperti pendidikan, bisnis, dan pemerintahan. Intinya, komunikasi lintas budaya menekankan pada bagaimana membangun hubungan antara orang-orang dengan latar belakang budaya yang berbeda sehingga hidup menjadi lebih efektif, bekerja, dan belajar dalam budaya yang berbeda dari budaya sendiri.
Elemen Dasar Komunikasi Lintas Budaya
Dalam komunikasi lintas budaya terdapat beberapa elemen dasar, yaitu perilaku verbal, perilaku nonverbal, gaya komunikasi, nilai-nilai, sikap, dan prasangka.
- Perilaku verbal. Perilaku verbal merujuk pada apa yang kita katakan dan bagaimana kita mengatakannya. Yang termasuk dalam perilaku verbal adalah aksen, intonasi suara, volume, rata-rata kecepatan, dan slang.
- Perilaku nonverbal. Perilaku nonverbal merujuk pada apa yang kita katakan saat kita tidak berbicara. Yang termasuk dalam perilaku nonverbal adalah berbagai bahasa tubuh dalam komunikasi seperti kontak mata dan cara kita memperlihatkan rasa hormat kepada orang lain. Selain itu, bahasa obyek seperti ornamen dan bahasa lingkungan seperti rumah dan rancangan kantor.
- Gaya komunikasi. Gaya komunikasi merujuk pada bagaimana kita mengekspresikan diri kita. Yang termasuk dalam gaya komunikasi adalah cara berbicara, cara berinteraksi dengan orang lain, dan lain-lain.
- Nilai-nilai, sikap, dan prasangka. Ketiga elemen ini merujuk pada apa yang kita percaya adalah benar. Elemen ini merupakan elemen yang sangat kompleks dan mencakup kepercayaan serta perasaan dalam diri tentang identitas diri, dunia, atau bagaimana kita memandang orang lain.
Komunikasi Lintas Budaya yang Efektif
Perbedaan budaya kerapkali menjadi salah satu faktor penyebab gangguan komunikasi. Gangguan dapat terjadi karena adanya kesalahan atau kesulitan dalam menafsirkan pesan yang disampaikan. Kesulitan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan pola budaya yang meliputi perbedaan dalam gaya berkomunikasi, perbedaan dalam menyikapi konflik, perbedaan dalam cara-cara menyelesaikan tugas, perbedaan dalam gaya pengambilan keputusan, perbedaan dalam menyikapi pengungkapan, dan perbedaan dalam pendekatan untuk mengetahui sesuatu. Agar berbagai perbedaan tersebut dapat diatasi, maka diperlukan beberapa langkah agar perbedaan tersebut tidak menggangu proses komunikasi lintas budaya.
Dalam konteks bisnis, keberhasilan manajemen internasional membutuhkan komunikasi lintas budaya yang efektif. Dalam bisnis global, berbagai macam kegiatan seperti memimpin, memotivasi, membuat keputusan, mengatasi masalah, dan saling bertukar informasi atau gagasan bergantung pada kemampuan manajer dan karyawan dari suatu budaya untuk berkomunikasi dengan kolega, klien, dan penyalur yang berasal dari budaya yang lain.
Berikut adalah hal-hal yang dapat dilakukan oleh manajer bisnis internasional untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi guna mencapai komunikasi lintas budaya yang efektif :
- Mempelajari bahasa asing. Seorang manajer bisnis internasional harus mempelajari bahasa asing agar dapat berkomunikasi dengan bawahan dan pegawai dengan menggunakan bahasa setempat.
- Belajar untuk menetralisir logat bahasa. Orang cenderung tidak dapat menghilangkan logat aslinya ketika berbicara bahasa asing. Untuk itu, seorang manajer bisnis internasional perlu belajar untuk menetralisir logat bahasanya ketika berkomunikasi dengan partner bisnisnya.
- Berhati-hati dengan hambatan lintas budaya. Hal paling penting yang harus dilakukan oleh manajer bisnis internasional adalah menghindari kesalahan budaya.
- Menggunakan bahasa yang singkat dan berbicara dengan jelas. Menggunakan kata-kata yang tepat dapat membuat komunikasi menjadi efektif.
- Peka terhadap komunikasi nonverbal. Komunikasi nonverbal memiliki makna yang berbeda bagi sebagian besar orang. Karena itu, seorang manajer bisnis internasional harus memiliki kepekaan dan memahami berbagai makna komunikasi noverbal dari berbagai budaya.
- Mengembangkan kepekaan budaya. Mempelajari bahasa asing dapat mengembangkan kepekaan terhadap budaya dari bahasa yang dipelajari. Misalnya, kita mempelajari bahasa Perancis, maka sejatinya kita juga belajar mengenai kebudayaan Perancis dan menumbuhkan kepekaan kita terhadap budaya Perancis ketika kita berbisnis di negara tersebut.
Peran Manajer dalam Manajemen Komunikasi Lintas Budaya
Dalam konteks manajemen komunikasi lintas budaya, seorang manajer komunikasi harus memiliki kemampuan dalam melaksanakan proses manajemen agar tujuan komunikasi dapat tercapai. Manajer komunikasi memiliki tiga peran utama yaitu sebagai pengambil keputusan, sebagai negosiator, dan sebagai pemimpin.
1. Pengambilan Keputusan
Proses pengambilan keputusan tergantung pada latar belakang budaya dan pemilihan cara yang tepat. Dalam artian, gaya pengambilan keputusan tergantung pada nilai-nilai serta kepercayaan yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini dibuktikan dengan berbagai hasil studi yang menunjukkan peran latar belakang budaya dalam pemilihan gaya pengambilan keputusan.
Gaya pengambilan keputusan ini dapat dijadikan sebagai pendekatan untuk memahami peran manajer dalam proses pengambilan keputusan, mengatasi masalah, dan kemampuan manajer berinteraksi dengan orang lain dalam organisasi. Beberapa peneliti menyatakan bahwa gaya pengambilan keputusan ini tidak dapat dilepaskan dari gaya kepemimpian seorang manajer.
2. Negosiasi
Pendekatan yang digunakan untuk manajemen konflik yang terjadi dalam berbagai konteks komunikasi disebut dengan negosiasi. Negosiasi dapat kita temui dalam konteks komunikasi interpersonal atau komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, komunikasi pemerintahan, komunikasi antar budaya, komunikasi lintas budaya, komunikasi bisnis, komunikasi bisnis lintas budaya, komunikasi internasional, dan komunikasi pemasaran.
Berbagai definisi negosiasi yang dikemukakan oleh para ahli menekankan pada negosiasi sebagai sebuah proses. Menurut Lax dan Sebenius (1986), negosiasi adalah proses yang berpotensi interaksi oportunistik dimana dua pihak atau lebih berusaha melakukan hal yang lebih baik melalui tindakan yang diputuskan bersama daripada yang sebenarnya. Sementara itu, menurut Wendi Lyn Adair dan Jeanne M. Brett, negosiasi adalah sebuah proses komunikasi dimana dua atau lebih pihak yang saling tergantung satu sama lain berupaya mengatasi masalah atau konflik. Strategi yang diterapkan oleh berbagai tipe negosiator dalam komunikasi bisnis diwujudkan melalui komunikasi yang dilakukan.
Cellich dan Jain dalam Samovar (2010 : 314) menyatakan bahwa komunikasi yang dilakukan antara dua negosiator cenderung akan menjadi lebih sulit dan kompleks ketika melibatkan orang-orang dari lingkungan budaya yang berbeda dibandingkan dengan melibatkan orang-orang dengan latar belakang budaya yang sama. Latar belakang budaya yang dimiliki oleh setiap individu akan mempengaruhi konsep atau kerangka negosiasi. Sebagian besar budaya meyakini bahwa negosiasi terkait dengan distribusi sumber daya dan di saat yang bersamaan menitikberatkan pada tugas dan hubungan. Terkait dengan hal ini, Adair dan Brett menjelaskan bahwa budaya dapat menjelaskan kecenderungan negosiator untuk berpikir bahwa negosiasi adalah proses utama untuk membangun, merekonstruksi, dan mengelola hubungan atau sebuah proses mendistribusikan sumber daya.
Argumen tersebut didominasi oleh rasionalitas atau emosi, dan hasilnya dapat bersifat distributif atau integratif. Merujuk pada teori negosiasi, hasil negosiasi akan bersifat distributif manakala mencerminkan kepentingan satu pihak (win-lose), sedangkan hasil negosiasi akan bersifat integratif manakala mencerminkan kepentingan kedua belah pihak (win-win). Berbagai kerangka negosiasi ini hendaknya dapat dipahami oleh setiap individu guna memahami dan menafsirkan proses negosiasi. Berbagai petunjuk yang terdapat dalam konteks interaksi sosial berdampak pada tipe kerangka negosiasi yang mendominasi pemikiran dan perilaku mereka.
3. Motivasi dan Kepemimpinan
Motivasi merujuk pada cara seorang individu melibatkan dirinya dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Inti motivasi adalah kebutuhan yang mendorong seseorang untuk bertindak atau melakukan sesuatu. Setiap orang memiliki berbagai macam cara untuk memenuhi kebutuhannya. Cara yang diambil individu untuk bertindak guna memenuhi kebutuhannya akan sangat berbeda dari satu budaya ke budaya yang lain. Motivasi lintas budaya dipngaruhi oleh beberapa faktor, seperti gaya manajemen, kendali, imbauan emosi, pengakuan, ganjaran materi, ancaman, dan nilai-nilai budaya.
Sementara itu, yang dimaksud dengan kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk bekerja dalam rangka mencapai tujuan bersama. Kepemimpinan menjadi salah satu faktor penting yang menentukan sukses tidaknya sebuah organisasi. Agar dapat menjadi pemimpin yang berhasil, maka seorang individu harus memiliki berbagai keterampilan dan kemampuan seperti keterampilan komunikasi kepemimpinan, keterampilan komunikasi internasional, kepekaan budaya, kemampuan akulturasi yang cepat, pengetahuan tentang budaya dan pengaruh institusi terhadap manajemen, fasilitator bagi kinerja antar budaya bawahan, pengguna sinergi budaya, promotor dan pengguna pertumbuhan budaya dunia, komitmen terhadap perbaikan kesadaran diri dan pembaruan yang berkelanjutan.
Motivasi dan kepemimpinan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Salah satu tugas tersulit yang dihadapi oleh manajer bisnis internasional adalah memotivasi dan memimpin setiap individu yang berasal dari budaya berbeda. Motivasi individu adalah inti memahami perilaku setiap individu dalam organisasi.
Manfaat Mempelajari Manajemen Komunikasi Lintas Budaya
Mempelajari manajemen komunikasi lintas budaya dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya adalah sebagai berikut :
- Kita mengetahui dan memahami arti dari manajemen komunikasi lintas budaya
- Kita mengetahui dan memahami konsep budaya dan dimensi budaya
- Kita mengetahui dan memahami konsep dasar komunikasi lintas budaya yang meliputi elemen dasar dan efektivitas komunikasi lintas budaya
- Kita mengetahui dan memahami peran manajer komunikasi dalam konteks komunikasi lintas budaya
Demikianlah ulasan singkat tentang manajemen komunikasi lintas budaya. Semoga dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita tentang manajemen komunikasi lintas budaya.