Teori Kultivasi Menurut Para Ahli – Asumsi – Kritik

Komunikasi massa adalah sistem yang sangat kompleks dan memiliki sejarah penelitian yang sangat panjang selama bertahun-tahun. Para peneliti telah mengembangkan berbagai teori komunikasi massa ketika meneliti hubungan antara media massa dan khalayak massa. Hal ini didasarkan pada sebuah postulat yang diungkapkan oleh Denis McQuail bahwa media memiliki efek terhadap khalayak massa. Selama abad 20, para peneliti komunikasi telah berupaya untuk mengamati efek media massa terhadap khalayak yang berujung pada kemunculan berbagai teori efek media massa diantaranya adalah teori uses and gratifications, teori jarum hipodermik, teori spiral keheningan, teori agenda setting, dan teori kultivasi.

Teori kultivasi atau analisis kultivasi atau kultivasi adalah salah satu teori efek kumulatif media massa yang memandang hubungan antara terpaan media massa yaitu televisi terhadap kepercayaan serta sikap khalayak massa tentang dunia di sekitarnya. Singkatnya, teori kultivasi memiliki hipotesis bahwa pemirsa televisi kelas berat akan mempertahankan kepercayaan dan konsepsi tentang dunia di sekitarnya yang selaras dengan apa yang mereka lihat melalui layar kaca. Misalnya, program televisi yang banyak memperlihatkan tindakan kekerasan. Berdasarkan hipotesis teori kultivasi maka pemirsa kelas berat akan cenderung melihat dunia di sekitarnya sebagai tempat yang penuh dengan tindakan kekerasan.

Baca :

Sejarah

Pada akhir tahun 1950an dan awal tahun 1960an, televisi mencapai puncak popularitasnya yang ditunjukkan dengan banyaknya jumlah khalayak massa yang menggunakan media televisi. Keadaan ini menarik minat para peneliti komunikasi. Mereka kemudian melakukan banyak penelitian untuk melihat efek televisi terhadap khalayak massa.

Baca : Etnografi Komunikasi

Anggapan utama dari teori kultivasi adalah adanya perbedaan di antara dunia nyata yang langsung dialami manusia melalui indera-inderanya dan dunia yang dibentuk secara sosial yang ada di dalam kepala orang itu. Teori kultivasi dikenalkan pertama kali oleh George Gerbner melalui sebuah proyek penelitian yang bernama “Cultural Indicators” yang dilakukan pada pertengan tahun 1960an.

Kemudian, proyek penelitian ini dimulai dengan mendokumentasikan tingkatan kekerasan dan informasi sosial lainnya yang relevan dalam berbagai jenis program televisi terutama program prime-time dan program anak-anak. Ketika proyek ini berjalan, televisi secara berulang-ulang terus menayangkan kekerasan. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui bagaimana televisi mempengaruhi sudut pandang pemirsa tentang dunia di sekitarnya. Para ahli berpendapat bahwa televisi memiliki efek jangka panjang yang berlangsung secara sedikit demi sedikit, bertahap, tidak langsung, namun kumulatif dan signifikan. (Baca : Karakteristik Komunikasi Massa)

Hipotesis dasar teori kultivasi adalah menonton televisi secara berlebihan dapat berdampak pada adanya kecenderungan untuk mempertahankan konsepsi tentang realitas yang senada dengan gambaran yang disajikan oleh media. Hasil dari analisis kultivasi atau teori kultivasi yang pertama dikenalkan oleh George Gerbner dan Larry Gross di tahun 1976 dalam Journal of Communication dengan judul artikel Living with Television : The Violence Profile. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemirsa kelas berat melihat dunia sebagai tempat yang menakutkan. (Baca : Model Komunikasi Lasswell)

Asumsi Dasar

Teori kultivasi pada dasarnya menyatakan bahwa televisi bertangggung jawab dalam membentuk atau mengkultivasi konsepsi atau cara pandang pemirsa televisi terhadap realitas sosial. Efek massif televisi yang menerpa khalayak secara terus menerus secara bertahap membentuk persepsi tentang realitas sosial bagi individu dan budaya secara keseluruhan.

Gerbner berpendapat bahwa media massa menanamkan sikap-sikap serta nilai-nilai yang telah tersaji dalam suatu budaya melalui komunikasi satu arah bukan komunikasi dua arah. Media mengelola dan mempropaganda nilai-nilai tersebut diantara anggota sebuah budaya, kemudian mengikatnya bersama-sama. Ia juga berpendapat bahwa televisi cenderung untuk menanamkan perspektif politik. Media massa khususnya televisi memiliki karakteristik media penyiaran yang khusus serta memudahkan televisi dalam menanamkan berbagai sikap dan nilai budaya yaitu audiovisual.

Penelitian Cultural Indicators yang diprakarsai oleh Gerbner memiliki lima asumsi dasar yang merupakan respon terhadap asumsi yang dirumuskan oleh kaum postpositivisme di awal tahun 1970an. Kelima asumsi dasar tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Dikarenakan isi media televisi diproduksi secara masal dan berperan penting dalam budaya Amerika, maka televisi dipandang memiliki pengaruh yang besar dibandingkan dengan bentuk media massa lainnya.
  2. Televisi tidak menyebabkan perilaku kekerasan, namun televisi berperan dalam membentuk sikap dan kepercayaan tentang masyarakat dan orang lain.
  3. Televisi menanamkan nilai-nilai serta sikap yang telah ada dalam budaya. Televisi memberikan pelayanan untuk memperkuat status quo bukan untuk melawannya.
  4. Menonton televisi selama lebih dari empat jam sehari dapat menyebabkan mean world syndrome.
  5. Televisi tidak merefleksikan realitas namun menciptakan realitas alternatif.

Baca :

Proses dan Produk dalam Teori Kultivasi

Teori kultivasi menekankan pada sistem makro pengaruh televisi terhadap masyarakat secara keseluruhan. Karenanya untuk menggambarkan pandangan mereka tentang televisi sebagai sebuah media yang berpengaruh secara budaya, para peneliti kultivasi bersandar pada 4 (empat) tahapan proses, yaitu analisis sistem pesan, membentuk berbagai pertanyaan tentang realitas sosial pemirsa, survei khalayak, dan membandingkan realitas sosial dari pemirsa kelas ringan dengan pemirsa kelas berat.

1. Analisis sistem pesan

Dalam analisis kultivasi atau teori kultivasi, analisis sistem pean merupakan alat untuk membuat sistematis, reliabel, dan kumulatif suatu pengamatan tentang isi pesan televisi. Para peneliti kultivasi mengembangkan sebuah hipotesa tentang apa yang akan orang pikirkan tentang berbagai aspek realitas jika semua yang diketahui mengenai suatu isu atau fenomena merupakan hasil potret televisi. (Baca : Teori Fenomenologi)

2. Menyusun pertanyaan-pertanyaan tentang realitas sosial pemirsa

Tahap kedua dalam proses teori kultivasi adalah menyusun berbagai pertanyaan mengenai realitas sosial pemirsa.

3. Melakukan survei khalayak

Survei ini dilakukan kepada khalayak dengan tujuan untuk mengetahui atau memahami kehidupan khalayak termasuk di dalamnya melakukan survei terhadap tingkat konsumsi televisi oleh khalayak. Survei dilakukan dengan memberikan pertanyaan yang disusun berdasarkan realitas sosial. Pertanyaan-pertanyaan ini kemudian digunakan untuk mengevaluasi karakterstik spesifik dari partisipan. Berbagai item yang diukur diantaranya adalah konsumsi televisi, hubungan antara karakteristik kebiasaan menonton televisi dan kondisi sosial, ekonomi, dan pandangan politik para partisipan.

4. Perbedaan kultivasi

Tahapan ini digambarkan sebagai jumlah persentase perbedaan tanggapan antara pemirsa ringan dan pemirsa berat. Hal-hal yang diukur adalah jenis kelamin, usia, pendidikan, dan karakteristik lainnya.

Hasil dari penelitian tersebut kemudian digambarkan oleh Michael Morgan dan Nancy Signorielli. Mereka manyatakan bahwa berbagai pertanyaan yang disampaikan kepada responden tidak secara khusus menyebut televisi, dan kepedulian responden terhadap sumber informasi mereka terlihat tidak relevan. Hal ini menghasilkan hubungan antara jumlah menonton dan kecenderungan untuk memberikan respon terhadap pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan dalam terminologi dominan dan fakta repetitif, nilai-nilai, dan ideologi dunia televisi, mengurangi konstribusi televisi terhadap konsepsi realitas sosial pemirsa. (Baca : Teori Pers)

a. Mainstreaming dan Resonance

Dalam analisis kultivasi, televisi memberikan kontribusi terhadap penciptaan sebuah kerangka kerja budaya atau pengetahuan dan meletakkan konsep-konsep umum. Kultivasi terjadi dalam dua cara, yaitu mainstreaming dan resonance.

  • Mainstreaming – terkait dengan pemirsa kelas berat, simbol-simbol televisi memonopoli dan mendominasi sumber informasi lain dan ide tentang dunia.
  • Resonance – pemirsa melihat berbagai hal melalui televisi yang hampir senada dengan realitas mereka dalam keseharian.

b. The Mean World Index

Gerbner dkk mengembangkan the Mean World Index yang menemukan bahwa terpaan jangka panjang televisi dimana kekerasan berlangsung mengakibatkan gambaran dunia yang menakutkan. Pemirsa yang mengkonsumsi televisi pada tingkatan yang lebih tinggi percaya bahwa perlindungan yang lebih baik oleh penegak hukum sangat diperlukan dan dilaporkan bahwa kebanyakan orang tidak dapat dipercaya dan hanya memikirkan diri mereka sendiri.

The Mean World Index terdiri atas tiga penyataan, yaitu :

  • Kebanyakan orang hanya melihat dirinya sendiri
  • Kita tidak bisa terlalu berhati-hati ketika berhubungan dengan orang lain
  • Kebanyakan orang akan mengambil keuntungan dari diri kita jika mereka mendapatkan kesempatan

Kelebihan dan Kekurangan Teori Kultivasi

Teori kultivasi memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan, yaitu :

a. Kelebihan teori kultivasi

  • Mengkombinasikan teori-teori makro dan mikro.
  • Menyediakan penjelasan yang rinci tentang peran unik televisi.
  • Menerapkan studi empiris untuk asumsi humanistik yang dimiliki secara luas.
  • Mendefinisikan kembali efek sebagai sesuatu yang lebih dari sekedar perubahan perilaku yang dapat diamati.
  • Menerapkan beragam isu-isu secara lebih luas.
  • Menyediakan dasar-dasar bagi perubahan sosial.

b. Kekurangan teori kultivasi

  • Secara metodologi bermasalah.
  • Mengasumsikan homogenitas isi pesan televisi.
  • Menekankan pada pemirsa kelas berat televisi.
  • Sangat sulit diterapkan pada media selain televisi.

Baca :

Kritik terhadap Teori Kultivasi

Segera setelah kemunculannya, hipotesis kultivasi dan pengujian awalnya berbagai kritik diajukan oleh para ahli ilmu sosial. Beberapa kritik diberikan dalam perspektif humanistik yang berpendapat bahwa pemirsa menginterpretasi kekerasan dengan cara yang sangat berbeda dan karenanya memberikan respon dalam bentuk pertanyaan survei dapat menghilangkan perbedaan tersebut.

Gerbner dan Gross mempertahankan teori kultivasinya melawan kritik-kritik yang dilontarkan dengan berpendapat bahwa setiap individu akan secara pasti sama dalam memiliki perbedaan interpretasi tentang kekerasan namun memiliki pola-pola yang penuh arti. Mereka berpendapat bahwa pola-pola seperti itu bagi mereka berguna untuk menentukan apakah isi pesan televisi atau bukan dilihat sebagai sebuah sistem keseluruhan yang terkait dengan konsepsi pemirsa.

Peneliti lainnya yang juga telah mengkritisi teori kultivasi yang dikemukakan oleh Gerbner dan Gross, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :

  • Horace Newcomb (1980) menyatakan bahwa kategori dan jumlah hitungan kekerasan yang digunakan dalam studi analisis isi program televisi tahunan tidak perlu merefleksikan apa yang dipersepsikan dan apa yang diinterpretasikan oleh para pemirsa televisi.
  • Paul M. Hirsch (1981) mempertanyakan kaitan antara menonton televisi dan suatu pandangan tentang dunia yang menakutkan karena jika karakteristik tertentu dari khalayak diperhatikan maka kaitan tersebut justru tidak ada.
  • A.N. Doob dan G.E. MacDonald (1979) menyatakan bahwa tingkat kekerasan yang dilihat oleh pemirsa mungkin ada kaitannya dengan kejahatan masyarakat yang terjadi di sekitar mereka.
  • R.P. Hawkins dan S. Pingree (1982) menyatakan bahwa dalam suatu tinjauan tentang riset yang terkait dengan konstruksi realitas sosial terungkap bahwa menonton televisi hanyalah pengaruh awal televisi pada realitas sosial. Terdapat beberapa kondisi yang turut mempengaruhi hal ini, diantaranya adalah kapasitas memori, strategi pemusatan, keterampilan melibatkan diri dan berpikir, struktur sosial seperti keluarga dan teman, serta adanya informasi tandingan atau pelengkap dari pengalaman-pengalaman yang lain.
  • Jennings Bryant (2004) menyatakan bahwa penelitian kultivasi lebih menekankan pada efek dibandingkan dengan siapa atau apa yang dipengaruhi.

Baca : Teori Konstruksi Sosial

Manfaat Mempelajari Teori Kultivasi

Dengan mempelajari teori kultivasi dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya adalah :

  • Memahami latar belakang sejarah yang mendasari lahirnya teori kultivasi sebagai salah satu teori efek media massa. (baca: Komunikasi Dua Arah)
  • Memahami asumsi-asumsi dasar dalam teori kultivasi.
  • Memahami proses dan produk dari analisis kultivasi atau teori kultivasi yang telah dilakukan oleh para peneliti kultivasi. (baca: Paradigma Penelitian Kualitatif)
  • Memahami kelebihan serta kekurangan teori kultivasi.
  • Memahami berbagai kritik yang disampaikan oleh para peneliti lainnya terhadap teori kultivasi.

Demikianlah uraian singkat tentang teori kultivasi yang mencakup sejarah, asumsi dasar, proses dan produk teori kultivasi, kelebihan serta keurangan teori kultivasi, serta kritik terhadap teori kultivasi. Semoga dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita tentang teori kultivasi sebagai salah satu teori penting dalam kajian komunikasi massa khususnya efek media massa. Semoga bermanfaat.

Artikel Komunikasi Lainnya