Dalam dunia psikologi komunikasi, ada beberapa teori komunikasi yang digunakan dalam memahami perilaku-perilaku yang dilakukan oleh komunikator ataupun oleh komunikan. Beberapa di antaranya adalah teori Jean Baudrillard, teori framing, dan lain sebagainya. Sementara teori komunikasi yang lain meliputi teori konvergensi media, teori media komunikasi, teori public speaking, teori persamaan media, teori postmodern, teori otoritarian pers, teori komunikasi intrapersonal, dan lain sebagainya.
Salah satu teori yang banyak digunakan dalam memahami perilaku seorang peserta komunikasi dalam dunia psikologi komunikasi adalah teori classical conditioning yang digagas oleh Ivan Pavlov. Teori ini cukup terkenal sebagai salah satu teori yang mampu menjelaskan perilaku seorang komunikan sehingga mempengaruhi struktur pesan yang dibuat oleh seorang komunikator. Bagi kamu yang ingin mempelajari lebih dalam tentang dunia psikologi komunikasi, maka tentu saja kamu harus mengetahui tentang teori classical conditioning Ivan Pavlov dengan lebih dalam.
Oleh karena itu, dalam artikel berikut ini akan kita bahas teori classical conditioning secara ringkas agar kamu dapat mengetahui prinsip-prinsip teori tersebut dan bagaimana penerapannya dalam dunia komunikasi. Sudah siap untuk membahasnya kan? Berikut ini penjelasan teori classical conditioning dari Ivan Pavlov yang telah dirangkum dari berbagai sumber.
Latar Belakang
Teori classical conditioning berawal dari usaha Ivan Pavlov dalam mempelajari bagaimana suatu makhluk hidup. Secara umum, dalam psikologi, teori belajar makhluk hidup selalu dihubungkan dengan stimulus–respons. Selain itu, teori–teori tingkah laku turut menjelaskan respons makhluk hidup dengan cara menghubungkan apa yang dialami atau menjadi stimulus respons tertentu yang didapat dari lingkungan tertentu. Proses hubungan yang terus menerus antara respons yang muncul dan rangsangan yang diberikan inilah yang kemudian didefinisikan sebagai suatu proses belajar (Tan dalam Alex Sobur, 1981:91).
Dalam dunia psikologi belajar tersebut, salah satu teori yang berusaha untuk menjelaskan hubungan antara stimulus dan respons adalah teori conditioning yang dikenalkan oleh Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936). Ivan Petrovich Pavlov, atau lebih dikenal dengan Ivan Pavlov, merupakan seorang behavioristik (penganut paham behaviorisme) yang terkenal dengan pandangannya bahwa terhadap hubungan yang kuat antara stimulus dan respons seseorang.
Pengertian
Pada dasarnya, teori ini menjelaskan bahwa bentuk paling sederhana dalam suatu proses belajar adalah pengondisian. Pavlov menemukan hal ini ketika dia sedang mempelajari fungsi perut dan mengukur cairan yang dikeluarkan dari perut ketika anjing yang dia gunakan sebagai subjek eksperimen sedang makan. Ketika Pavlov mengukur sekresi perut saat anjing merespons bubuk makanan yang ia berikan, Pavlov melihat bahwa hanya dengan melihat makanan telah menyebabkan anjingnya mengeluarkan air liur. Air liur juga dikeluarkan oleh anjing ketika mendengar suara langkah kaki peneliti. Pada awalnya Pavlov menganggap respons tersebut sebagai refleks “psikis”.
Pada tahap berikutnya ia berusaha untuk mengembangkan dan mengeksplorasi penemuannya dengan mengembangkan sebuah studi perilaku yang dikondisikan dan kemudian dikenal dengan nama classical conditioning. Yang dimaksud dengan conditioning adalah suatu bentuk belajar yang memungkinkan munculnya respons tertentu dari suatu organisme terhadap suatu rangsang yang sebelumnya tidak menimbulkan respons tersebut. Atau dengan kata lain merupakan atau suatu proses untuk membuat berbagai refleks perilaku tertentu menjadi sebuah tingkah laku yang dimiliki oleh makhluk hidup tertentu. Dengan kata lain, mekanisme classical conditioning merupakan suatu proses pembentukan perilaku yang dapat diterapkan pada makhluk hidup agar mereka memiliki bentuk perilaku tertentu.
Proses Classical Conditioning
Berikut ini adalah beberapa mekanisme atau tahapan yang ada di dalam suatu proses pengondisian klasik Ivan Pavlov.
1. Menentukan Refleks yang Ingin Dikondisikan
Langkah pertama yang perlu dilakukan atau menjadi awal dari proses pengondisian klasik adalah empat hal pokok, yaitu stimulus yang tak dikondisikan atau unconditioned stimulus, respons yang tidak dikondisikan atau unconditioned response, stimulus yang dikondisikan dan respons yang dikondisikan. Conditioned Stimulus atau stimulus yang dikondisikan merupakan stimulus netral yang tidak menimbulkan respons alamiah pada organisme, atau dengan kata lain stimulus yang terkondisikan akan menimbulkan respons yang terkondisikan. Sementara itu, respon yang dikondisikan adalah respons yang timbul akibat adanya campuran atau kombinasi antara stimulus yang tak dikondisikan dengan stimulus yang telah dikondisikan.
Untuk menghasilkan sebuah respons yang terkondisikan, maka stimulus yang terkondisikan (SK) harus dipasangkan dengan stimulus yang tidak terkondisikan (ST). Pavlov memberikan contoh adanya pengkondisian tersebut melalui sebuah demonstrasi pengeluaran air liur pada anjingnya. Dalam demonstrasi tersebut, ST adalah larutan asam, respons yang tak terkondisikan (RT) adalah air liur dan SK adalah suara. Pada kondisi normal tentu saja suara tidak akan menyebabkan anjing berliur. Akan tetapi apabila dipasangkan suara tersebut dengan larutan asam, maka suara memiliki kemampuan untuk menyebabkan anjing mengeluarkan air liur. Pengeluaran air liur akibat mendengarkan suara adalah sebuah respons yang terkondisikan.
2. Pengondisian Tingkat Tinggi
Setelah stimulus yang terkondisikan dipasangkan dengan stimulus yang tidak terkondisikan beberapa kali, maka stimulus yang pada awalnya terkondisikan tersebut dapat dipakai seperti stimulus yang tidak terkondisikan. Maksudnya adalah, stimulus yang terkondisikan dan telah dipasangkan beberapa kali dengan stimulus yang tidak terkondisikan tersbut akan menimbulkan pengeuatan tersendiri dan menjadi sebuah stimulus yang pada akhirnya bersifat alamiah dan dapat dipasangkan dengan stimulus terkondisikan yang berikutnya untuk menghasilkan sebuah respons terkondisi yang lainnya.
3. Generalisasi atau Diskriminasi
Setelah dilakukan upaya untuk memberikan berbagai macam stimulus, maka lambat laun rangsangan yang sama akan menghasilkan suatu bentuk respons yang sama. Pada tahap ini, maka terjadi generalisasi pada subjek yang membuat subjek akan berperilaku tertentu ketika berhadapan dengan stimulus yang mirip dengan stimulus yang diberikan pada saat proses pembentukan perilaku.
Misalnya, ada seorang anak kecil yang merasa sangat takut pada anjing besar dan galak karena setiap kali bertemu dengan anjing galak ia digigit dan lain sebagainya. Anak tersebut lambat laun akan memberi respons rasa takut yang sama pada semua anjing, akan tetapi rentang stimulus rasa takut akan menyempit hanya pada anjing yang galak saja karena stimulus yang diberikan adalah stimulus anjing yang galak. Ketika anak kecil tersebut melihat anjing berukuran agak besar, maka respons yang muncul adalah ketakutan namun mungkin dalam kadar yang relatif rendah, dibandingkan dengan apabila ia bertemu dengan anjing besar yang galak.
Akan tetapi, selain generalisasi, juga dimungkinkan munculnya sikap yang berlawanan dengan generalisasi, yaitu suatu sikap yang disebut dengan sikap diskriminasi. Diskriminasi adalah suatu sikap individu terhadap rangsang tertentu yang berbeda dari pada yang telah dimunculkan berulang-ulang sehingga dia dapat memilih respons lain yang berbeda dengan apa menjadi responsnya pada rangsang yang sama. Dalam kasus anak kecil dan anjing di atas misalnya, anak kecil yang takut pada anjing galak, maka cenderung memberi respons rasa takut pada setiap anjing, akan tetapi ketika stimulus yang sama dengan apa yang telah sering diberikan padanya yaitu pada anjing galak yang terikat dan terkurung dalam kandang maka rasa takut anak itu menjadi berkurang.
Selain tiga proses di atas, terdapat pula proses pelenyapan eksperimental, iradiasi dan konsentrasi yang dapat terjadi pada subjek dalam proses pengondisian klasik. Pelenyapan eksperimental adalah hilangnya suatu perilaku tertentu karena adanya stimulus yang dihilangkan pada subjek sekalipun ada stimulus lain yang diberikan pada subjek tersebut. Apabila dilakukan pada massa yang banyak, maka penerapan pengondisan klasik dapat dinilai sebagai salah satu penerapan sistem komunikasi massa.
Tipe Pengondisian
Secara umum, berdasarkan penuturan Pavlov terdapat dua jenis pengondisian dalam proses pengondisian klasik. Tipe atau jenis pengondisian tersebut adalah pengondisian eksitatoris dan pengondisian inhibitoris. Pada prinsipnya, pengondisian eksitatoris adalah suatu pengondisian yang akan menimbulkan suatu respons tertentu, sementara pengondisian inhibitoris adalah suatu pengondisian yang berupaya untuk menghambat munculnya suatu respons tertentu melalui pemberian stimulus-stimulus tertentu baik stimulus terkondisi dan juga stimulus alamiah. Stimulus ini dapat berbentuk pesan nonverbal, seperti bahasa tubuh dalam komunikasi sebagai salah satu wujud fungsi komunikasi non-verbal.
Penerapan
Dalam praktiknya, teori pengondisian klasik banyak dipakai di berbagai lapangan untuk tujuan tertentu. Salah satunya adalah dalam bidang pendidikan. Hal ini sesuai dengan latar belakang alias dasar penemuan dari teori pengondisian klasik ini, yaitu dalam hal psikologi pembelajaran. Bagi para guru mengetahui penerapan teori pengondisian klasik ini dapat membantu proses pembelajaran yang dilakukan oleh mereka.
Ada banyak contoh kasus yang bisa kita ungkap dalam dunia pendidikan dengan cara pengondisian klasik. Misalnya adalah ketika murid sedang belajar mata pelajaran matematika. Pada saat pembeljaran matematika berlangsung dalam situasi yang menegangkan, gurunya juga galak, maka kemungkinan besar yang akan muncul pada diri siswa adalah penilaian atau sikap negatif terhadap mata pelajaran matematika, seperti misalnya bahwa matematika adalah mata pelajaran yang luar biasa sulit, menegangkan, hanya orang-orang khusus yang bisa, dan lain sebagainya.
Oleh karena sikap tersebut, maka siswa akan menghubungkan perasaan aversi atau perasaan penghindaran yang ditandai dengan dorongan untuk menarik diri atau menghindar dari suatu hal tertentu, dengan situasi mata pelajaran matematika yang menegangkan dan tidak menarik karena guru yang galak dan lain sebagainya. Oleh karena itulah, untuk mengubah sikap siswa terhadap mata pelajaran matematika tersebut, dibutuhkan suatu pengondisian inhibitor terhadap sikap aversi serta kesan negatif terhadap matematika, diiringi dengan pengondisian eksitatoris untuk memunculkan semangat siswa dalam mempelajari matematika.
Penerapan teori pengondisian klasik Pavlov tidak terbatas pada pembelajaran matematika di atas. Hampir di semua mata pelajaran, guru dapat menggunakan prinsip teori pembelajaran pengondisian klasik Pavlov termasuk dalam dunia komunikasi. Pada prinsipnya, melalui teori ini guru dapat memilih gaya bicara, diksi, dan lain sebagainya yang sesuai dengan siswa agar dapat memunculkan respons tertentu yang dapat meningkatkan proses belajar siswa agar dapat menguasai mata pelajaran dengan cepat dan tepat sesuai dengan keadaan siswa. Dengan mengombinasikan teori ini dengan media pembelajaran beserta ciri ciri media pembelajaran untuk membantu komunikasi pembelajaran, guru dapat membuat suatu pembelajaran yang menyenangkan.
Kelebihan dan Kelemahan Classical Conditioning
Walaupun teori pengondisian klasik ini dapat membantu dalam proses komunikasi dan dalam proses belajar siswa, akan tetapi teori ini tidak lepas dari adanya kekurangan tertentu. Berbagai kelebihdan dan kekurangan dari teori pengondisian klasik tersebut, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.
- Kelebihan
Sangat sesuai untuk diterapkan dalam pembelajaran ketika siswa dituntut untuk menguasai ketrampilan melalui latihan-latihan tertentu yang terpola dan berulang. Teori ini juga mempermudah pendidik dalam proses mengontrol pembelajaran siswa atau subjek tertentu karena subjek tersebut tidak menyadari bahwa dia “dikendalikan” melalui stimulus yang diberikan oleh subjek pengamat atau pendidik.
- Kelemahan
Sementara itu, kelemahan teori ini di antaranya adalah bahwa teori pengondisian klasik ini beranggapan bahwa bahwa belajar merupakan suatu proses yang terjadi secara otomatis selama stimulus yang diberikan cocok, sementara keaktifan subjek pembelajaran dan juga kehendak pribadi tidak dihiraukan. Selain itu, teori ini terlalu menonjolkan kontribusi kebiasaan padahal seseorang, terutama manusia, dalam berperilaku tidak semata-mata tergantung dari pengaruh luar saja. Dengan kata lain teori ini seolah-olah menonjolkan fungsi media komunikasi dalam konteks komunikasi yang dapat mempengaruhi audiens dengan sangat kuat.
Itulah beberapa pembahasan yang dapat kita lakukan berkenaan dengan teori pengondisian klasik dari Pavlov. Semoga dengan mempelajari teori ini kita dapat memperdalam wawasan kita mengenai dunia psikologi komunikasi ya. Selamat belajar komunikasi!