Salah satu tujuan kita mempelajari ilmu komunikasi terletak pada dimensi komunikasi yang etis. Etika dapat diartikan sebagai sekumpulan prinsip-prinsip moral atau nilai-nilai. Standar-standar etika dapat berbeda dari satu disiplin ilmu dengan disiplin ilmu yang lain. Dalam disiplin ilmu komunikasi, seperangkat etika komunikasi telah diadopsi ke dalam berbagai konteks komunikasi dan bidang komunikasi, beberapa diantaranya yang telah kita pahami bersama adalah etika komunikasi bisnis, etika komunikasi antar pribadi, dan etika public relations. Berbagai isu yang terkait dengan etika juga menjadi perhatian dalam konteks komunikasi massa. Sebagaimana konteks komunikasi lainnya, komunikasi massa pun tidak dapat dilepaskan dari masalah-masalah etika karena dalam komunikasi massa berbagai macam sumber daya digunakan untuk mengirimkan informasi kepada khalayak.
Baca juga : Komunikasi Organisasi – Komunikasi Bisnis
Selain itu, semakin cepatnya perubahan dan kompetisi yang terjadi dalam dunia komunikasi massa membuat para insan media dapat dengan mudah kehilangan pandangannya tentang implikasi etika dari apa yang mereka kerjakan. Sebagaimana telah kita pahami bersama bahwa media massa memiliki pengaruh terhadap persepsi budaya dan sikap khalayak. Oleh karena itu, adalah penting bagi para kreator isi media maupun pemilik media untuk memperhatikan isu-isu etika dalam komunikasi massa.
Lalu, apa dan bagaimana etika komunikasi massa itu?
Untuk mengetahui apa itu etika komunikasi massa, ada baiknya kita pahami kembali arti etika yang telah dikemukakan oleh para ahli. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :
Dengan potensi pesan komunikasi massa yang dapat mencapai khalayak yang sangat luas, maka potensi pesan dalam komunikasi massa berkonsekuensi positif atau negatif melebihi pesan komunikasi interpersonal atau komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, atau komunikasi publik. Oleh karena itu, saat membahas komunikasi massa dan media, kita harus memperhatikan segala sesuatu yang terkait erat dengan etika. Komunikasi melalui media massa yang etis merupakan hal yang paling mendasar bagi pemikiran yang bertanggung jawab, pengambilan keputusan, dan pengembangan hubungan dengan masyarakat di dalam konteks maupun antar konteks baik budaya, media atau saluran komunikasi, dan media (Baca juga : Etika Komunikasi – Etika Komunikasi di Internet).
Dengan demikian, yang dimaksud dengan etika komunikasi massa adalah seperangkat moral yang menjadi pedoman bagi para praktisi komunikasi massa dalam menjalankan tugas dan kewajiban profesionalnya. Etika memaksa para profesional untuk menyadari prinsip-prinsip dasar dan nilai-nilai, serta kewajibannya terhadap diri mereka sendiri dan orang lain. Etika memaksa para profesional untuk memutuskan bagaimana untuk hidup, bagaimana untuk mengawal hubungan antara dirinya dan orang lain, bagaimana ia berpikir, bertindak, dan beraksi terhadap orang-orang serta berbagai isu yang ada di sekitar mereka (Okoye, 2008 : 23).
Dibandingkan dengan etika yang memiliki jejak sejarah yang sangat panjang, etika dalam komunikasi massa pertama kali muncul pada kisaran abad 20 sebagai bentuk reaksi perlawanan terhadap ekses atau dampak adanya kebebasan yang ekstrim dari Teori Pers Liberal atau Libertarian Theory (Baca : Teori Pers – Fungsi Pers).
Etika komunikasi massa terkait dengan peraturan kepemilikan media, media dan globalisasi, dan representasi keragaman. Etika komunikasi massa mencakup beberapa bidang, diantaranya adalah etika jurnalistik serta etika media.
1.Etika jurnalistik
Etika jurnalistik merupakan bagian dari etika komunikasi massa. Konsep awal etika jurnalistik adalah untuk melayani kemanusiaan dibandingkan mencapai tujuan jurnalis sendiri. Yang dimaksud dengan etika jurnalistik adalah cabang filsafat yang membantu para jurnalis untuk menentukan bahwa apa yang dilakukannya adalah benar dan memberikan standar bagi para jurnalis dimana ia dapat menilai berbagai tindakan adalah benar atau salah, baik atau buruk, bertanggung jawab atau tidak bertanggung jawab. Lebih jauh, etika jurnalistik didefinisikan sebagai jurnalistik yang baik atau jurnalistik yang buruk serta berbagai kewajiban yang dimiliki para jurnalis sebagai sebuah profesi.
Baca juga :
2. Etika media
Media massa diatur dengan hukum dan sebuah sistem etika. Tanpa adanya hukum dan etika maka media massa dapat disalahgunakan atau dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan memiliki kepentingan tertentu. Yang dimaksud dengan etika media adalah cabang filsafat yang membantu para profesional media untuk memiliki standar moral.
Etika media membantu siapapun yang terlibat dalam kegiatan jurnalistik untuk memutuskan apakah jurnalistik yang baik dan apakah jurnalistik yang buruk, apa yang dapat diterima dan apa yang tidak dapat diterima melalui kinerja jurnalis dalam meliput, memproses, dan menyebarkan beragam pesan yang dirancang sebagai pencerahan dan hiburan bagi masyarakat. Etika media juga dapat didefinisikan sebagai aturan yang memandu para jurnalis dan organisasi berita agar apa yang mereka kerjakan tidak merusak citra profesi dan citra media yang bersangkutan.
Baca juga :
Dalam etika komunikasi massa, terdapat berbagai permasalahan atau isu-isu utama yang melingkupinya, yaitu terkait dengan pengambilan keputusan dan dilema. Keduanya diulas sekilas sebagai berikut.
a. Pengambilan Keputusan
Yang dimaksud dengan pengambilan keputusan yang etis adalah proses yang harus dilalui oleh para praktisi media massa dalam membuat keputusan yang etis. Kode etik wartawan telah menyuguhkan pedoman yang jelas bagi para praktisi media massa ketika mereka dihadapkan dengan dilema etis. Para ahli berpendapat bahwa terdapat dua hal yang dibutuhkan oleh para praktisi media massa untuk membuat keputusan yang baik, yaitu :
Ralph Potter, seorang ahli etika telah mengembangkan proses pengambilan keputusan yang dikenal dengan sebutan Potter Box. Menurut Potter, terdapat 4 (empat) tahapan yang harus dilalui untuk membuat keputusan yang etis, yaitu :
b. Dilema
Yang dimaksud dengan dilema etis adalah sebuah situasi dimana seorang individu atau sebuah organisasi media berita harus memilih antara dua atau lebih akibat tindakan, yang masing-masing menyajikan konflik dalam nilai-nilai dan/atau tidak ada kesepakatan mengenai proses atau hasil yang diinginkan bersifat etis.
Dalam media, kode etik seringkali mengurangi ambiguitas para profesional media massa ketika berkonfrontasi dengan sebuah situasi yang melibatkan etika. Misalnya saja berbohong adalah salah satu bentuk pelanggaran bagi semua kode etik jurnalistik. Banyak sekali hal lain yang berada dalam ranah abu-abu yaitu :
A. Sensor
Setiap orang sepakat bahwa pemerintah seharusnya tidak melakukan sensor terhadap media massa kecuali jika hal itu berkenaan dengan keamanan nasional. Masalah sensor media massa juga diterapkan di dalam media massa itu sendiri karena media massa secara rutin membuat keputusan tentang apa yang harus ditayangkan atau dipublikasikan dan apa yang tidak boleh ditayangkan atau dipublikasikan. Misalnya, penayangan korban bom biasanya dilakukan dengan cara pemburaman tepat pada gambar korban (Baca juga : Teknik Penulisan Berita – Nilai Berita – Jenis-jenis Berita).
B. Ujaran kebencian
Hal ini sebenarnya marak di berbagai Negara tak terkecuali Indonesia. Haruskah media berita mempublikasikan atau menyiarkan isi berita yang mengandung ujaran kebencian atau informasi yang salah? Beberapa media massa menolak untuk menerbitkan surat yang mengandung ujaran kebencian karena khawatir akan menyakiti kelompok atau golongan tertentu. Namun, beberapa jurnalis memiliki pandangan yang berbeda (Baca juga : Komunikasi Persuasif – Komunikasi Asertif).
C. Terorisme
Hal ini berkaitan dengan apakah media harus menerbitkan transkrip atau menyiarkan video yang dibuat oleh teroris. Tentu kita pernah melihat video pernyataan teroris melalui televisi atau media online. Di Amerika Serikat, beberapa pihak menyatakan bahwa menyiarkan atau menerbitkan pernyataan yang dilancarkan oleh teroris merupakan salah satu bentuk propaganda. Dan karenanya, dapat memicu kebencian dan dapat membahayakan keamanan warga. Namun, tidak sedikit pula jurnalis yang tidak sepakat dengan hal ini. Mereka yang sepakat dengan penerbitan atau penayangan pernyataan teroris berpendapat bahwa masyarakat berhak tahu apa yang dikatakan oleh teroris. Dengan menahan atau tidak mempublikasikan informasi semacam itu maka orang akan mengalami kesulitan untuk melindungi diri mereka sendiri dan memahami pokok permasalahan yang sebenarnya. (Baca juga : Model Komunikasi Lasswell)
D. Sumber anonim
Apakah media berita harus mempublikasikan informasi dari sumber-sumber anonim? Beberapa jurnalis berpendapat bahwa sumber-sumber anonim seharusnya tidak digunakan karena bisa jadi sumber-sumber itu memberikan informasi yang salah dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Namun ada juga yang berpendapat bahwa beberapa berita tidak pernah dapat dilaporkan tanpa sumber-sumber anonim yang seringkali memberikan alasan sah untuk melindungi identitas mereka (Baca juga : Komponen-komponen Komunikasi – Tahap-tahap Komunikasi).
E. Pengungkapan secara utuh
Apakah pejabat humas memiliki hak untuk tidak menyajikan informasi secara utuh kepada masyarakat yang dapat menyebabkan seseorang atau organisasi mengalami kerugian atau merasa dirugikan? Beberapa praktisi humas berpendapat bahwa tujuan humas adalah untuk mempromosikan berbagai aspek positif dari seorang individu atau sebuah organisasi. Kecuali seorang jurnalis atau warga bertanya maka informasi yang besifat negatif tidak akan diberikan. Sementara itu, beberapa pihak lain berpendapat bahwa para praktisi humas memiliki kewajiban untuk menyediakan informasi yang utuh jika informasi itu berdampak pada khalayak atau masyarakat. (Baca juga : Manajemen Public Relations – Teori Public Relations)
F. Kata-kata kasar
Apakah media massa dapat mempublikasikan kata-kata kasar? Beberapa pihak berpendapat bahwa media massa tidak boleh mempublikasikan isi atau konten yang bersifat menyerang pihak lain walaupun itu sah. Sementara itu, pihak lain berpendapat bahwa menghapus atau mengedit kata-kata dapat merubah makna dari sebuah pesan dan berpotensi untuk dipersepsi secara tidak akurat oleh khalayak.
G. Kamera tersembunyi dan memalsukan identitas
Apakah jurnalis dapat menggunakan identitas palsu dan kamera tersembunyi dalam rangka untuk melakukan penyamaran atau kegiatan yang tidak sah? Beberapa jurnalis berpendapat bahwa kedua hal itu tidak boleh dilakukan karena dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap jurnalistik sebagai institusi. Sementara itu, jurnalis lain berpendapat bahwa kedua hal itu boleh dilakukan sepanjang tidak ada lagi cara lain yang dapat dilakukan selain menyamar untuk memperoleh kisah berita.
H. Klaim iklan yang berlebihan
Apakah iklan berisi klaim yang berlebihan? Beberapa praktisi iklan berpendapat bahwa iklan tidak seharusnya berlebihan dalam menampilkan suatu produk atau layanan. Beberapa praktisi lainnya berpendapat bahwa sebagian besar iklan memang berisi klaim yang berlebihan dan hal itu tidak menjadi masalah sepanjang masyarakat dapat menerima klaim tersebut sebagai bagian dari industri perikalanan.
I. Nama korban pelecehan seksual
Apakah media berita dapat mempublikasikan nama korban pelecehan seksual? Beberapa jurnalis berpendapat nama korban tidak perlu disebutkan karena dapat membuat yang bersangkutan menjadi trauma dan merasa malu. Namun, beberapa jurnalis berpendapat bahwa nama korban harus secara jelas disebutkan sebagai bentuk akuntabilitas informasi kepada publik. Mereka meyakini bahwa hal itu dapat menggiring pelaku kejahatan ke penjara. Sementara itu, pihak yang netral berpendapat bahwa hal itu perlu ditanyakan kepada pihak korban apakah setuju atau tidak untuk dipublikasikan.
J. Konflik kepentingan jurnalis
Apakah jurnalis dibolehkan untuk menerima gratifikasi dari sumber berita untuk memperoleh kisah berita? Beberapa jurnalis berpendapat bahwa sebagai profesional, jurnalis tidak boleh menerima apapun dari sumber berita walaupun hal itu tidak berdampak terhadap kisah berita. Mereka percaya bahwa hal itu dapat mempengaruhi persepsi publik tentang konflik kepentingan yang dapat merusak kepercayaan publik terhadap profesi jurnalis. Pendapat lain menyatakan bahwa jika tidak ada cara lain untuk memperoleh kisah berita atau jika sebuah organisasi berita tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk menutupi kisah yang penting maka hal itu dapat diterima sepanjang organisasi berita membuat informasi publik.
K. Konflik kepentingan pemilik media
Apakah pemilik media berita juga memiliki bisnis lain di luar media dalam masyarakat? Apakah pemilik media dapat menggunakan perusahaan media berita untuk mengakomodasi kepentingan pribadinya? Beberapa jurnalis berpendapat bahwa pemilik media sebaiknya tidak memiliki bisnis lain karena dapat menyulitkan organisasi media yang bersangkutan dalam memberikan pelaporan secara obyektif kepada publik. Sebagian besar jurnalis berpendapat bahwa pemilik media tidak menggunakan perusahaan media untuk kepentingan pribadi karena dapat merusak kepercayaan publik dan tradisi jurnalistik yang mandiri. Sementara itu, jurnalis lain berpendapat bahwa pemilik media berita dimungkinkan untuk memiliki investasi di bidang lain dan tidak peduli bagaimana investasi itu dapat berdampak pada peliputan berita. (Baca juga : Teknik Dasar Fotografi – Macam-macam Lensa Kamera)
L. Gambar-gambar sensitif
Apakah organisasi media berita dapat mempublikasikan gambar-gambar berbau pornografi atau korban pembunuhan atau korban kecelakaan? Beberapa jurnalis tidak mempermasalahkan hal ini dan pendapat lainnya menyatakan bahwa hal itu merupakan bentuk pelanggaran terhadap privasi individu atau keluarga (Baca juga : Komunikasi Visual – Fotografi Jurnalistik)
M. Merekam pembicaraan
Apakah media berita dapat merekam pembicaraan sumber tanpa diketahui oleh yang bersangkutan untuk melindungi diri mereka sendiri melawan hukum? Beberapa jurnalis berpendapat bahwa merekam pembicaraan tanpa sepengetahuan yang bersangkutan merupakan bentuk pelanggaran privasi sumber. Pendapat lain menyatakan bahwa hal itu tidak masalah. Perlu dipahami pula bahwa perekaman yang dilakukan oleh pihak ketiga adalah perbuatan ilegal atau tidak sah.
N. Terlalu tergantung pada elit
Apakah media berita memperoleh sebagian besar berita dan informasi dari sumber elit atau haruskah jurnalis memperoleh berita dari kelompok lain selain kelompok elit? Beberapa peneliti dan praktisi berpendapat bahwa hal itu adalah tidak etis dilakukan oleh media berita. Mereka berpendapat bahwa jurnalis hendaknya juga mengumpulkan lebih banyak berita dari kelompok-kelompok yang tidak menguntungkan seperti kelompok minoritas dan kelompok miskin. Peneliti lain berpendapat bahwa jurnalistik sipil atau jurnalistik publik adalah salah satu metode untuk memecahkan masalah ini dan jurnalisme masa kini lebih sensitif untuk memenuhi kelompok ini dibandingkan sebelumnya.
Baca juga : Sejarah Perkembangan Teknologi Komunikasi – Sejarah Perkembangan Telepon
Mempelajari etika komunikasi massa dapat memberikan berbagai manfaat, diantaranya adalah :
Demikianlah ulasan singkat tentang etika komunikasi massa. Semoga dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang etika komunikasi massa dan ilmu komunikasi pada umumnya.
Perdebatan maupun pertengkaran dalam sebuah hubungan memang menjadi sebuah hal yang wajar terjadi, namun yang…
Dalam menjalankan sebuah usaha, berkomunikasi menjadi hal yang perlu dilakukan dan tidak boleh diabaikan begitu…
Seperti yang diketahui, dengan maraknya pandemi Covid-19 yang menyerang hampir ke penjuru dunia, banyak aktifitas…
Sosial media menjadi sebuah lahan promosi yang cukup menguntungkan dan bisa dengan mudah untuk digunakan…
Saat ini digital marketing atau pemasaran digital menjadi senjata yang cukup ampuh bagi mereka pelaku…
Komunikasi Teraupetik adalah sejenis komunikasi yang dirancang dan direncanakan dengan tujuan terapi untuk membina hubungan…