Bagi sebuah organisasi yang menjalankan kegiatan bisnis, politik, pemerintahan, ekonomi, industri dan lain sebagainya tentunya membutuhkan kehadiran public relations yang piawai untuk membangun citra positif di benak publik sehingga akhirnya mampu membentuk opini publik. Kepiawaian praktisi public relations dalam membangun citra positif suatu organaisasi tentunya tidak hanya sekedar lip service semata namun harus diikuti dengan kemampuan dalam membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
Terkait dengan hal tersebut, bagi sebagian besar orang, para praktisi public relations tak jarang dipandang selalu menggunakan cara-cara yang tidak etis dalam membangun citra sebuah organisasi. Bagaimanapun juga para ahli teori public relations telah menyatakan bahwa berbagai kegiatan public relations yang dilakukan oleh organisasi hendaknya juga mengandung etika, tanggung jawab sosial, dan keberlanjutan. (Baca juga : Komunikasi Organisasi – Komunikasi Bisnis – Komunikasi Politik – Komunikasi Pemerintahan – Komunikasi Pemasaran)
Etika secara umum mengandung arti prinsip-prinsip yang memandu manusia atau sebuah perilaku organisasi agar menjadi lebih bermoral secara tepat dalam berbagai situasi. Sebagaimana etika komunikasi bisnis, maka etika dalam kegiatan public relations juga sangat penting dalam menentukan berbagai kegiatan public relations yang tepat. Tindakan public relations yang beretika serta tepat dapat membangun kredibilitas dan kepercayaan organisasi di mata publik. Etika umumnya membedakan antara yang benar dan yang salah, termasuk di dalamnya adalah kejujuran, kesetiaan, keadilan, penghormatan, dan komunikasi secara langsung. (Baca juga : Psikologi Komunikasi)
Di era komunikasi modern seperti sekarang yang serba digital, sebuah organisasi dituntut memiliki citra yang tepat di mata publik. Komunikasi online yang kini dilakukan oleh para profesional public relations melalui media sosial turut memberikan efek tersendiri bagi organisasi. Karena itu, setiap organisasi memanfaatkan kehadiran public relations guna membangun citra yang tepat namun dengan menghalalkan berbagai cara dan terkadang mengesampingkan aspek etika.
Namun perlu dipahami pula bahwa jika para praktisi public relations berperilaku secara profesional maka organisasi pun akan bertindak sesuai etika dan dengan sendirinya dapat mengurangi resiko organisasi berhadapan dengan permasalahan hukum. Karena itu, praktisi public relations harus memahami permasalahan hukum apa yang akan dihadapi nantinya ketika sedang membangun citra positif bagi organisasi dan bagaimana mereka bertindak secara etika dalam rangka mencapai tujuan public relations. (Baca juga : Manajemen Public Relations – Cabang Ilmu Komunikasi)
Sebelum kita beranjak pada pengertian etika public relations, ada baiknya kita pahami terlebih dahulu pengertian dari etika yang dikemukakan oleh para ahli. Beberapa definisi etika yang telah dirumuskan oleh para ahli terkandung aspek moralitas dan kode etik.
Berikut adalah beberapa pengertian etika, yaitu :
mendefinisikan etika sebagai sesuatu yang serigkali dipertukarkan dengan moral dan nilai karena pertanyaan terkait etika secara umum merujuk pada apa yang baik secara moral atau apa yang seharusnya dinilai. Moral merujuk pada tradisi kepercayaan yang telah ada selama beberapa tahun atau beberapa abad dalam sebuah masyarakat yang menekankan pada apa yang benar dan apa yang salah. Sementara itu, nilai merujuk pada kepercayaan tentang suatu obyek atau ide yang dipandang penting. Karena itu, lanjut Grunig, kita mempelajari etika untuk menentukan bagaimana untuk membuat penilaian moral dan penilaian nilai.
Dalam Brautovic dan Brkan (2009) menyatakan bahwa etika adalah sekumpulan kriteria yang menentukan pengambilan keputusan tentang apa yang salah.
Dalam Sandra M. Oliver melalui Handbook of Corporate Communication and Public Relations Pure and Applied (2004) menyebutkan beberapa definisi etika, yaitu :
Para ahli filsafat mendefinisikan etika sebagai sebuah studi moral tentang apa yang dipandang benar dan apa yang dipandang salah yang mana dibatasi oleh kemampuan manusia dalam memberikan alasan. Keputusan yang kita ambil hanya dipandang baik oleh manusia manakala kita memiliki kemampuan dalam memberikan alasan.
Dari pengertian etika di atas, terutama yang dirumuskan oleh para ahli filsafat, dalam kaitannya dengan public relations, maka kita perlu dapat mengaplikasikan aspek-aspek filsafat dari etika secara aktual. Karena itu, Patricia J. Parsons dalam bukunya Ethics in Public Relations A Guide to Best Practice (2008 : 9) kemudian mendefinisikan Etika Public Relations sebagai :
“ … aplikasi dari pengetahuan, pengertian, dan penalaran terhadap pertanyaan tentang perilaku benar atau salah dalam praktik profesional public relations”.
Menurut James E. Grunig, para profesional public relations seringkali dihadapkan pada upaya untuk menanggulangi berbagai permasalahan etika sebagai individu yang membuat keputusan tentang kehidupan profesional mereka. Para profesional public relations juga harus memberikan pelayanan sebagai konsultan untuk membantu sebuah organisasi agar memiliki cara-cara yang etis, bertanggung jawab, dan keberlanjutan. Dengan demikian, etika public relations menekankan pada implikasi-implikasi etis dari berbagai strategi dan taktik yang diterapkan untuk mengatasi masalah yang dihadapi public relations dan komunikasi dari sebuah organisasi.
Baca juga :
Dalam buku Ethics in Public Relations A Guide to Best Practice, Patricia J. Parsons (2008 : 20 – 21) menyatakan bahwa terdapat 5 (lima) prinsip atau pilar etika public relations, yaitu :
Prinsip atau pilar pertama etika public relations sebagai industri komunikasi adalah menyampaikan kebenaran. Sebagai sebuah prinsip etika, konsep veracity (to tell the truth) atau mengatakan atau menyampaikan kebenaran merupakan tahap awal bagi dasar-dasar asumsi tentang berperilaku etis.
Konsep non-maleficence (to do no harm) merupakan prinsip dasar perilaku moral. Sebagai salah satu pilar atau prinsip etika dalam bidang public relations, prinsip ini menyediakan satu analisis pertanyaan dari berbagai keputusan yang telah dipilih oleh organisasi sebelum organisasi tersebut memutuskannya. Pertanyaan itu adalah “apakah tindakan saya menyakiti orang lain?”. Hal ini bukanlah akhir dari analisis melainkan suatu langkah awal. Kita cenderung untuk menghindari melakukan hal-hal yang dapat menyakiti orang lain sebisa mungkin. Namun terkadang, apa yang kita lakukan dapat menyakiti orang lain walaupun tanpa kita sadari. Terkait dengan hal ini, apa yang kita lakukan tersebut bukan berarti kita berperilaku tidak etis kepada orang lain.
Konsep beneficence (to do good) merupakan bentuk lain dari prinsip menghindari menyakiti orang lain namun lebih proaktif. Dengan mencari kesempatan untuk melakukan hal-hal baik dapat membantu dalam proses pembuatan keputusan tentang moralitas relatif dari berbagai kegiatan public relations. Misalnya, ketika mengembangkan program hubungan komunitas dengan cara mencari sponsor untuk kegiatan amal yang merupakan kegiatan yang dapat memberikan kebaikan bagi publik.
Prinsip atau pilar berikutnya adalah confidentiality (to respect privacy) atau menghormati wilayah pribadi orang lain dengan tetap menjaga kerahasiaan informasi. Hal ini merupakan salah satu sifat pengambilan keputusan etis terkait dengan fungsi komunikasi publik. Dalam komunikasi publik, seringkali terjadi konflik antara kebutuhan untuk menyampaikan kebenaran dan prinsip kesetaraan dalam menjaga wilayah pribadi. Pengambilan keputusan yang etis tidak akan dapat dilakukan jika tidak diimbangi dengan tindakan nyata.
Prinsip atau pilar yang terakhir dalam etika public relations adalah konsep fairness (to be fair and socially responsible) keadilan dan tanggung jawab sosial. Kita selayaknya mencoba untuk saling menghormati setiap individu dan masyarakat agar keputusan yang kita ambil adalah keputusan yang adil bagi semua pihak.
Kelima prinsip atau pilar tersebut merupakan pedoman bagi pengambilan keputusan etis dalam berbagai praktik public relations. Kelima prinsip atau pilar tersebut juga merupakan jembatan penghubung antara aspek teoritis dari etika sebagai bidang studi filsafat dan cara bagaimana teori-teori tersebut diwujudkan dalam tataran praktis.
Baca juga :
Menurut Grunig, para profesional public relations mengalami berbagai permsalahan etis baik berupa pengambilan keputusan secara individu maupun perilaku profesional mereka. Para profesional public relations juga dihadapkan pada etika pengambilan keputusan strategis bagi sebuah organisasi. Karena itu, para ahli teori dan peneliti dalam bidang public relations mengembangkan teori etika public relations yang menyediakan prinsip-prinsip yang dapat digunakan oleh para profesional public relations sebagai konsultan etik bagi organisasi. Beberapa hal yang dilakukan diantaranya adalah :
Baca juga :
Lebih jauh Grunig menjelaskan bahwa berbagai konsep dalam etika seperti kesetiaan, peran-peran sosial, nilai-nilai, sekresi, dan penyingkapan terkait dengan teori etika. Untuk itu, L. Grunig, J. Grunig, dan Dozier kemudian mengenalkan sebuah teori etika yang terinspirasi dari hasil kerja Pearson (1989) yang menggabungkan prinsip-prinsip teleologis atau konsekuensi etika dengan prinsip-prinsip deontologis atau aturan etika.
Adapun prinsip-prinsip dalam teori etika yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Beberapa ahli teori lain yang juga mengembangkan teori etika public relations adalah S.A Bowen, K.R Place,R. van Es dan T.L Meijlink dan lain-lain. (Baca juga : Tahap-tahap Komunikasi – Nilai Berita – Jenis-jenis Berita )
Tidak dipungkiri bahwa public relations dipandang sebagai sebuah metode komunikasi yang menggunakan cara-cara manipulatif guna membentuk citra positif sebuah organisasi di mata publik dan terkadang mengabaikan aspek-aspek etika. Hal ini tentunya merupakan salah satu indikator isu etika public relations bagi para profesional public relations.
Baca juga :
Menurut Karey Harrison dan Chris Galloway (2005), para profesional public relations di dalam menjalankan tugasnya memberikan informasi terkait pengambilan keputusan mempertimbangkan beberapa hal yaitu pedoman dan model yang direkomendasikan termasuk di dalamnya kode etik public relations. Hal ini memang tidak menjamin etis tidaknya perilaku para profesional public relations, namun adanya pedoman atau kode etik dapat memberikan koridor bagi para profesional public relations dalam menjalankan tugasnya sebagaimana kode etik wartawan dalam ranah jurnalistik. (Baca juga : Pengertian Jurnalistik Menurut Para Ahli)
Para profesional public relations yang telah menerapkan model etika dalam tugasnya, maka akan dapat memilih cara-cara yang etis untuk membentuk citra sebuah organisasi. Karena itu, badan profesional public relations di seluruh dunia telah mengembangkan kode etik bagi para profesional public relations. Berbagai organisasi public relations seperti The Canadian Public Relations Society atau the International Public Relations Association telah memiliki kode etik tersendiri, begitu pula dengan Perhimpuan Hubungan Masyarakat Indonesia. (Baca juga : Prospek Kerja Ilmu Komunikasi)
Mempelajari Etika Public Relations dapat memberikan manfaat bagi kita diantaranya adalah sebagai berikut :
Demikian ulasan singkat tentang Etika Public Relations. Semoga memberikan wawasan dan pengetahuan terkait dengan public relations khususnya dan ilmu komunikasi pada umumnya.
Perdebatan maupun pertengkaran dalam sebuah hubungan memang menjadi sebuah hal yang wajar terjadi, namun yang…
Dalam menjalankan sebuah usaha, berkomunikasi menjadi hal yang perlu dilakukan dan tidak boleh diabaikan begitu…
Seperti yang diketahui, dengan maraknya pandemi Covid-19 yang menyerang hampir ke penjuru dunia, banyak aktifitas…
Sosial media menjadi sebuah lahan promosi yang cukup menguntungkan dan bisa dengan mudah untuk digunakan…
Saat ini digital marketing atau pemasaran digital menjadi senjata yang cukup ampuh bagi mereka pelaku…
Komunikasi Teraupetik adalah sejenis komunikasi yang dirancang dan direncanakan dengan tujuan terapi untuk membina hubungan…