4 Pendekatan Kritis Teori Feminisme Dalam Komunikasi

Feminisme merupakan kata yang tidak asing lagi bagi kita. Berbagai macam teori feminisme semakin banyak bermunculan dan digencarkan dimana-mana. Teori feminisme sendiri berasal dari pemikiran mengenai kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan.

Menurut Ismi Dwi Astuti Nurhaeni, perbedaan gender yang berlaku saat ini terjadi melalui beberapa proses sosialisasi sebagai berikut:

  1. Keluarga, seringkali melakukan pembagian peran antara laki-laki dan perempuan secara tradisisonal, dimana perempuan cenderung dibiasakan melakukan peran domestik (kerumahtanggaan) dan laki-laki dibiasakan melakukan peran publik. Pembiasaan peran ini dilakukan secara terus menerus dari hari ke hari, sejak seseorang lahir hingga dewasa sehingga akhirnya membentuk ideologi gender.
  2. Masyarakat, mengukuhkan pembagian peran antara laki-laki dan perempuan sebagaimana yang biasa dilakukan di tingkat keluarga, sehingga ketika ada seseorang atau sekelompok orang melakukan peran yang tidak biasa dianggap aneh.
  3. Negara, mengukuhkan pembagian peran perempuan dan laki-laki melalui berbagai regulasi yang dihasilkannya.
  4. Sekolah, ditunjukkan dengan adanya transformasi nilai-nilai yang bias gender melalui contoh-contoh bahan ajar maupun proses pembelajaran di sekolah.
  5. Tempat kerja, seringkali memberikan peran kepada perempuan dan laki-laki secara berbeda sebagai hasil dari konstruksi sosial budaya. Laki-laki seringkali mendapat pekerjaan yang dianggap memerlukan rasio, kecepatan mengambil keputusan maupun inovatif. Sedangkan perempuan seringkali mendapatkan pekerjaan yang memerlukan ketelitian dan perasaan seperti menjadi sekretaris, perawat, guru TK/SD.
  6. Media massa, seringkali memperkuat anggapan tentang perempuan dan laki-lakib melalui pemberitaan yang dibuatnya. Perempuan seringkali ditampilkan menarik karena fisiknya seperti cantik, seksi sedangkan laki-laki seringkali ditampilkan menarik karena prestasinya.

Baca juga:

Banyaknya pelecehan dan penghinaan yang terjadi pada perempuan membuat banyak perempuan sadar akan betapa pentingnya mendapatkan hak untuk kesetaraan dalam berbagai bidang. Berbagai pertemuan pun dilakukan. Salah satunya yang paling melantangkan suara kaum feminis adalah Konferensi Perempuan IV di Beijing, Cina pada tahun 1995.

Sejak dilangsungkannya Konferensi Perempuan tersebut, kesadaran beberapa negara akan hak perempuan yang semakin memudar pun kembali dibangkitkan. Pendekatan kritis terhadap teori feminisme pun semakin banyak bermunculan.

Disadur dari Organizational Communication (approaches and processes) karya Katherine Miller, adapun beberapa teori feminisme yang saat ini banyak bermunculan sebagai pendekatan kritis teori feminisme dalam komunikasi adalah sebagai berikut:

1. Feminis liberal

Feminis liberal meyakini bahwa penghapusan subordinasi perempuan harus berasal atau berawal dari sistem, dan perempuan hendaknya berjuang untuk mendapatkan peran yang adil atas kontrol terhadap lembaga-lembaga yang dikuasasi kaum laki-laki. Para feminis lain yang tidak sependapat dengan pendekatan ini mengatakan, bahwa pendekatan ini hanya akan semakin memperkuat iklim patriarki di masyarakat.

2. Feminis radikal

Feminis radikal justru meyakini bahwa emansipasi perempuan hanya akan terwujud melalui destruksi terhadap lembaga-lembaga yang didominasi laki-laki, atau melalui pemisahan total perempuan dari lembaga-lembaga semacam ini. Sementara feminis yang lain mengusulkan bagi adanya aksi-aksi yang lebih simbolik.

3. Feminis standpoint

Feminis standpoint bekerja untuk mempekuat peluang bagi berbagai suara-suara yang terpinggirkan agar terdengar dalam dialog-dialog masyarakat. Feminis standpoint bermakna sama dengan istilah viewpoint, perspective, outlook, atau position. Dengan catatan bahwa istilah-istilah ini digunakan dalam tempat dan waktu khusus, tetapi semuanya berhubungan dengan perilaku dan nilai-nilai. Standpoint kita mempengaruhi worldview kita.

4. Feminis postmodern

Feminis postmodern berupaya “merombak” (deconstruct) sistem yang didominasi laki-laki untuk memunculkan perspektif perempuan.

Baca juga:

Meskipun banyak pendekatan kritis teori feminisme dalam komunikasi pada isu feminisme, namun menurut Sendjaja (Teori Komunikasi) semuanya memiliki kesamaan dalam asumsi dasarnya, yakni:

  1. Semuanya menggunakan prinsip-prinsip dasar ilmu sosial interpretif. Yaitu bahwa ilmuwan kritis menganggap perlu untuk memahami pengalaman orang dalam konteks. Secara khusus pendekatan kritis bertujuan untuk menginterpretasikan dan karenanya memahami bagaimana berbagai kelompok sosial dikekang dan ditindas.
  2. Pendekatan ini mengkaji kondisi-kondisi sosial dalam usahanya untuk mengungkap struktur-struktur yang seringkali tersembunyi. Kebanyakan teori- teori kritis mengajarkan bahwa pengetahuan adalah kekuatan untuk memahami bagaimana seseorang ditindas sehingga orang dapat mengambil tindakan untuk merubah kekuatan penindas.
  3. Pendekatan kritis yang secara sadar telah berupaya untuk menggabungkan teori dan tindakan. Teori-teori tersebut jelas normatif dan bertindak untuk mencapai perubahan dalam berbagai kondisi yang mempengaruhi hidup kita.

Baca juga:

Demikianlah pembahasan tentang pendekatan kritis teori feminisme dalam komunikasi. Isu feminisme memang tidak ada habisnya. Masalah kesenjangan sosial membuat banyak masalah bermunculan, Bahkan dalam sebuah rumah tangga. Meskipun isu feminisme cukup lama dan tidak terlalu digubris, namun banyak hal yang masih harus dibereskan dalam isu yang selalu hangat ini.