Teori Konflik Dalam Sosiologi Komunikasi – Pengertian, Konsep, dan Kritik

Teori konflik dalam sosiologi komunikasi merupakan teori yang membahas mengenai perubahan sosial dalam masyarakat yang tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi karena adanya konflik yang menghasilkan kompromi yang sebenarnya berbeda dengan kondisi pada konflik sebelumnya.

Dalam perkembangannnya, teori konflik banyak dibahas oleh beberapa sosiolog ternama, seperti Karl Marx dan Ralf Dahrendorf. Keduanya memiliki pandangan yang berbeda mengenai teori konflik.

Konsep Teori Konflik

Teori konflik memandang masyarakat sebagai sesuatu yang dapat berubah-ubah. Dalam pandangan Karl Marx, konsep teori konflik meliputi beberaa hal sebagai berikut:

  1. Masyarakat dipandang sebagai arena yang di dalamnya selalu ditemukan berbagai bentuk pertentangan atau perdebatan.
  2. Negara dipandang sebagai pihak yang sangat aktif dalam munculnya pertentangan dengan berbagai pihak kepada kekuatan yang lebih dominan.
  3. Paksaan (coercion) yang terwujud dalam bentuk hukum dipandang sebagai faktor penting atau utama untuk memelihara berbagai lembaga-lembaga sosial, seperti lembaga milik pribadi (property), perbudakan (slavery), serta bentuk kapital yang menimbulkan ketidaksamaan hak dan kesempatan dalam masyarakat.
  4. Kesenjangan sosial yang terjadi dalam masyarakat muncul karena bekerjanya lembaga-lembaga paksaan tersebut yang berjalan pada cara-cara kekerasan, penipuan, dan penindasan pada mereka yang dianggap lebih rendah. Dengan demikian, titik tumpu dari sebuah konflik sosial adalah kesenjangan sosial.
  5. Negara dan hukum dipandang sebagai alat penindasan yang digunakan oleh kelas yang berkuasa (kapitalis) demi keuntungan pribadi. Tidak ada lagi hukum yang adil bagi masyarakat kelas bawah karena perangkat hukum telah menjadi alat kaum elite.
  6. Kelas-kelas tertentu dianggap sebagai kelompok-kelompok sosial yang mempunyai kepentingan sendiri yang bertentangan satu sama lain.

Baca juga :

Sedangkan dalam pandangan Ralf Dahrendorf, teori konflik dalam sosiologi komunikasi memiliki konsep seperti di bawah ini:

  1. Setiap masyarakat setiap saat tunduk pada proses perubahan
  2. Melihat pertikaian dan konflik dalam sistem sosial
  3. Berbagai elemen kemasyarakatan menyumbang terhadap disintegrasi dan perubahan
  4. Melihat apa pun keteraturan yang terdapat dalam masyarakat berasal dari pemaksaan terhadap anggotanya oleh mereka yang berada di atas
  5. Menekankan pada peran kekuasaan dalam mempertahankan ketertiban dalam masyarakat.

Baca juga:

Kritik Teori Konflik

Dalam perkembangannya, teori konflik dalam sosiologi komunikasi juga memiliki kritikan di dalamnya. Adapun kritik yang muncul terhadap teori konflik Ralf Dahrendorf adalah sebagai berikut:

  1. Bila dibandingkan dengan fungsionalisme struktural, teori konflik tergolong tertinggal perkembangannya, teori ini hampir tak secanggih
    fungsionalisme, mungkin karena merupakan teori turunan.
  2. Model Dahrendorf tak secara jelas mencerminkan pemikiran Marxian seperti yang ia nyatakan. Teori konflik merupakan terjemahan yang tak memadai dari teori Marxian ke dalam sosiologi.
  3. Teori konflik lebih banyak kesamaannya dengan fungsionalisme struktural ketimbang dengan teori Marxian. Penekanan Dahrendorf pada hal-hal seperti sistem (asosiasi yang dikoordinasikan secara paksa), posisi dan peran, secara langsung mengaitkannya dengan fungsionalisme struktural. Akibatnya, teorinya menderita kekurangan yang sama dengan fungsionalisme struktural. Misalnya, konflik tampak muncul secara misterius dari sistem yang sah (sebagaimana dalam fungsionalisme struktural). Selanjutnya, teori konflik menderita berbagai masalah konseptual dan logika seperti yang dialami fungsionalisme struktural (misalnya, konsep yang samar-samar, tautologi) (Turner, 1975, 1982)
  4. Seperti fungsionalisme struktural, teori konflik hampir seluruhnya bersifat makroskopik dan akibatnya sedikit sekali yang ditawarkan kepada kita untuk memahami pemikiran dan tindakan individu.
  5. Fungsionalisme dan teori konflik Dahrendorf adalah tak memadai karena masing-masing hanya berguna untuk menerangkan sebagian saja dari kehidupan sosial. Sosiologi harus mampu menerangkan ketertiban maupun konflik, struktur maupun perubahan.

Baca juga:

Tak hanya pandangan Ralf saja yang mendapat kritik, tapi juga pendapat dari Karl Marx seperti di bawah ini:

  1. Pembagian kelompok masyarakat dianggap terlalu sempit, yakni hanya berdasarkan sistem produksi dan ekonomi. Pembagian kelompok masyarakat yang terlalu kecil ini menyebabkan konflik yang dilihat tidak terlalu besar. Masih banyak pembagian lain seperti berdasarkan ideologi, agama, budaya, pandagan politik, dan identitas kebangsaan.
  2. Pandangan mengenai negara sebagai pengatur utama dianggap tidak sepenuhnya benar. Karl Marx menganggap bahwa negara marxis atau utopian communism merupakan puncak perjuangan kelas buruh dan di sisi lain kapitalis sebagai jalan yang membawa kepada kehancuran sehingga seharusnya negara hadir menjadi pengambil alih.
  3. Pandangan Karl Marx mengenai revolusi terjadi akibat adanya kesenjangan kelas di masyarakat terutama negara kapitalis nampaknya tidak bisa diterima seluruhnya. Misalnya saja revolusi Etnis Chechnya yang terjadi di Uni Soviet. Meskipun Uni Soviet telah menerapkan sistem sosialis dalam pemerintahannya, namun tetap saja terjadi revolusi.
  4. Kritik lainnya adalah pendapat Karl Marx dimana negara harus mengatur semua kelas dalam masyarakat agar tidak ada kelas yang jauh lebih tinggi dibandingkan kelas lainnya. Namun kesalahan Karl Marx adalah tidak melihat adanya kemungkinan negara hadir sebagai kelas tertinggi sebagaimana yang dilakukan Korea Utara.
  5. Baik Karl Marx dan Ralf Dahrendorf memiliki kelemahan dalam teori konfliknya masing-masing. Hal ini sebenarnya merupakan hal yang wajar karena perumusan teori konflik yang dilakukan keduanya berdasarkan kondisi pada saat itu dimana feodalisme masih sangat kental.

Baca juga:

Berbeda dengan situasi sekarang yang justru lebih dinamis dan memiliki keberagaman konflik sosial yang jauh lebih kompleks. Meskipun begitu, teori konflik keduanya masih berlaku dan banyak digunakan sebagai dasar penelitian dalam kehidupan sosial saat ini.

Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga artikel ini menambah wawasan kita semua tentang teori konflik sosial dalam sosiologi komunikasi.