Setiap daerah memiliki budayanya masing-masing. Dalam satu Negara saja, seperti negara kita Indonesia, terdapat beragam budaya yang tumbuh dan berkembang dan menjadi ciri khas setiap daerah. Seperti kita ketahui, manusia perlu berkomunikasi dengan manusia lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai mahluk sosial. Dengan begitu komunikasi lintas budaya tidak dapat dihindarkan.
Komunikasi lintas budaya merupakan komunikasi yang dilakukan oleh dua atau lebih orang yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Budaya disini mengacu pada pola prilaku, kepercayaan, dan adat istiadat di daerah asal pelaku komunikasi. Proses penyampaian pesan yang dilakukan dalam komunikasi lintas budaya bisa secara lisan, tulisan, maupun simbol tertentu yang telah disepakati.
Dengan adanya berbadaan budaya, akan memeperngaruhi persepsi, cara berpikir, juga bahasa yang digunakan individu yang bersangkutan. Sehingga dalam pelaksanaannya komunikasi lintas budaya seringkali menemukan hambatan, contohnya perbedaan persepsi akibat perbedaan bahasa. Misalnya dalam bahasa Sunda kata “atos” berarti “sudah”, sedangkan dalam bahasa Jawa kata “atos” berarti “keras”. Berikut ini akan Pakar Komunikasi paparkan 5 hambatan komunikasi lintas budaya.
Baca juga:
- Etika Komunikasi
- Komunikasi Yang Efektif
- Hambatan-Hambatan Komunikasi
- Prinsip-Prinsip Komunikasi
- Komunikasi Bisnis
1. Etnosentrisme
Etnosentrisme merupakan sikap keyakinan atau kepercayaan bahwa budaya sendiri lebih unggul dari budaya lain. Bahkan cenderung memandang rendah budaya lain, dan tidak mau mengakui keunikan budaya lain sebagai suatu ciri khas dari kelompok lain. Entnosentrisme memandang dan mengukur budaya lain berdasarkan budaya sendiri, dan jika tidak sejalan maka dianggap berlawanan dan berbahaya sebab berpotensi mencemari budaya sendiri.
Hal ini dapat mengakibatkan adanya pembatasan pergaulan dengan individu yang memiliki budaya yang berbeda. Contohnya kecenderungan orang Indonesia yang mengganggap budaya ‘barat’ yang vulgar berlawanan dengan budaya ‘timur’ yang santun. Hal tersebut menimbulkan ketakutan akan tercemarnya budaya lokal oleh budaya asing, sehingga pergaulan dengan orang barat akan dibatasi.
2. Stereotipe
Stereotipe adalah sikap yang menggeneralisasi atau menyamaratakan sekelompok orang, tanpa mempertimbangkan kepribadian atau keunikan masing-masing individu. Stereotipe mengelompokkan individu berdasarkan keanggotaan individu dalam suatu kelompok dan tidak memandang individu dalam kelompok tersebut sebagai individu yang unik. Karakteristik individual mereka diabaikan, dianggap homogen.
Sikap stereotipe muncul karna dua sebab:
- Kecenderungan untuk membagi dunia kedalam dua kategori yaitu ‘aku’ dan ‘mereka’. Ketika informasi yang dimiliki mengenai ‘mereka’ kurang, maka timbul kecenderungan untuk mengganggap ‘mereka’ sebagai homogeny (disamaratakan).
- Kecenderungan untuk sedikit mungkin melakukan kerja kognitif dalam berpikir tentang orang lain, sehingga menimbulkan persepsi selektif terhadap orang-orang disekitar dan membuat informasi yang kita terima tidak akurat.
Stereotipe bersifat negatif, sikap ini dapat menghambat berjalannya proses komunikasi lintas budaya yang efektif dan harmonis. Contoh sikap stereotipe misalnya anggapan bahwa orang berkacamata itu pintar, atau orang padang itu pelit, sedangkan orang batak itu kasar, dan semacamnya. Dengan stereotipe tersebut, bisa saja timbul permasalahan, misalnya stereotipe menganai orang pandang itu pelit, bisa saja membuat orang padang yang bersangkutan merasa tersinggung dan akhirnya timbul konflik.
3. Rasialisme
Rasialisme adalah prilaku diskriminatif, tidak adil dan semena-mena terhadap RAS tertentu. Bukan saja dapat menghambat terjadinya komunikasi lintas budaya, prilaku ini bahkan dapat menimbulkan konflik berkepanjangan. Berbeda dengan sikap rasis, rasialisme merujuk pada gerakan sosial atau politik yang mendukung teori rasisme. Fokus dari rasialisme adalah kebanggaan ras, identitas politik, atau segregasi rasial. Contoh rasialisme misalnya bangsa Jerman yang merasa dirinya lebih unggul dari bangsa lain, semasa Jerman berada di bawah kepemimpinan Hitler. Contoh lain di Indonesia adalah konflik anti-tionghoa yang pernah terjadi sekitar tahun 1998an, dimana terjadi pengusiran besar-besaran dan bahkan pembantaian terhadap ras tionghoa.
Baca juga
- Teori Agenda Setting
- Bahasa Sebagai Alat Komunikasi
- Filsafat Komunikasi
- Psikologi Komunikasi
- Sosiologi Komunikasi
4. Prasangka
Prasangka adalah persepsi yang keliru terhadap seseorang atau kelompok lain. Konsep prasangka mirip dengan streotipe, bahkan dikatakan bahwa prasangka merupakan kunsekuensi dari adanya streotipe. Menurutt Richard W. Brislin, prasangka merupakan sikap tidak adil, menyimpang, dan intoleran terhadap orang atau kelomopok lain. Prasangka pada umumnya bersifat negatif, adanya prasangka dapat membuat seseorang memandang rendah dan bahkan memusuhi orang atau kelompok lain.
Hadirnya prasangka berpotensi menghambat komunikasi lintas budaya yang terjadi antara pemilik prasangka dengan orang atau kelompok target prasangka. Sebab belum apa-apa, seseorang telah memiliki pemikiran negatif terhadap lawan bicara. Hal ini akan membuat komunikasi lintas budaya yang dilakukan tidak efektif. Contoh prasangka misalnya prasangka terhadap ras, suku, atau agama tertentu.
Ada tiga tipe prasangka yang muncul:
- Prasangka kognitif: berada pada ranah pemikiran, benar atau
- Prasangka afektif: berada pada ranah perasaan, suka atau tidak suka.
- Prasangka konatif: berada pada ranah perbuatan, misalnya deskrimninasi terhadap kelompok yang dianggap berlawanan.
Sebenarnya prasangka pasti selalu muncul dalam pemikiran/ perasaan setiap individu. Setiap orang pasti akan lebih suka berkomunikasi dengan orang-orang yang memiliki kesamaan tertentu dengan dirinya dibanding dengan orang lain yang tidak dikenalnya. Namun perbedaan wujud prasangka tersebut akan menentukan seberapa besar hambatan komunikasi yang terjadi. Ketika hanya sebatas pada pemikiran, mungkin seseorang hanya akan menjauhi kelompok lain pada saat tertentu saja, namun ramah di saat yang lain. Tapi jika wujud prasangka tersebut hingga ranah prilaku ekstrem seperti diskriminasi, akan membatasi peluang dan akses terhadap kelompok lain akibatnya komunikasi akan sulit dilakukan.
5. Jarak Sosial
Jarak sosial berbicara tentang kedekatan antar kelompok secara fisik atau sosial. Jarak sosial berbeda dengan stratifikasi sosial atau pelapisan sosial, jarak sosial mengacu pada perbedaan tingkat peradaban antar kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, buka perbedaan kekayaan, kekuasaan, atau ilmu pengetahuan. Pelapisan sosial membagi individu dalam kelompok-kelompok secara hierarkis (vertical). Sedangkan jarak sosial membagi individu individu dalam suatu kelompok secara horizontal, berdasarkan peradaban.
Jarak peradaban ini muncul karena adanya perbedaan kemajuan ilmu pengatahuan dan teknologi. Misalnya jarak sosial antara peradaban modern di kota seperti Jakarta dimana segala hal sudah di digitalisasi secara online dengan peradaban di pedalaman papua yang masih mengandalkan cara manual. Kedua daerah tersebut bisa jadi terpisah jarak 100 tahun, meskipun berada di zaman yang sama.
Adanya jarak sosial ini dapat menghambat terjadinya komunikasi lintas budaya. Seperti misalnya ketika ditempat lain telah bisa melakukan komunikasi secara online yang lebih cepat dan mudah, maka untuk komunikasi dengan orang di wilayah yang jarak sosialnya sangat jauh, seseorang harus datang dan berbicara tatap muka secara langsung yang tentunya akan memakan waktu lama juga biaya yang mahal.
baca juga:
- Bahasa Jurnalistik
- Fungsi Pers
- Karakteristik Komunikasi Massa
- Model Komunikasi Berlo
- Teori Belajar Sibernetik
6. Persepsi
Persepsi merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang untuk mencoba mengetahui dan memahami orang lain. Persepsi merupakan filter yang digunakan oleh seseorang ketika berhubungan dengan kebudayaan yang berbeda. Persepsi negatif dapat berdampak buruk bagi kefektifan komunikasi lintas budaya.
7. Sikap
Sikap merupakan hasil evaluasi dari berbagai aspek terhadap sesuatu. Sikap menimbulkan rasa suka atau tidak suka. Sikap seseorang terhadap budaya lain, menentukan prilakunya terhadap budaya tersebut. Sikap negatif terhadap budaya lain akan menyebabkan komunikasi lintas budaya sulit berhasil.
Baca juga:
- Komunikasi Antar Pribadi
- Komunikasi Organisasi
- Komunikasi Antar Budaya
- Sistem Komunikasi Indonesia
- Komunikasi Politik
8. Atribusi
Atribusi merupakan proses identifikasi penyebab prilaku orang lain yang dilakukan oleh seseorang untuk menetapkan posisi dirinya. Kebudayaan lain, akan diidentifikasi berdasarkan kebudayaannya sendiri. Apabila atribut yang dimiliki kebudayaan lain berbeda, maka kebudayaan lain dapat dipandang negatif.
9. Bahasa
Bahasa merupakan sebuah kombinasi dari system simbol dan aturan yang menghasilkan berbagai pesan dengan arti yang tak terbatas. Antara budaya yang satu dengan yang lainnya, bahasa menjadi pembeda yang sangat signifikan. Kata yang sama bisa memiliki arti yang berbeda, kesalahan penggunaan bahasa bisa jadi sangat fatal akibatnya.
10. Paralinguistik
Paralinguistik merupakan gaya pengucapan seseorang, meliputi tinggi rendahnya suara, tempo bicara, atau dialek. Budaya yang berbeda memiliki paralinguistic yang berbeda, misalnya orang solo yang berbicara pelan dan lambat berbeda dengan orang medan yang berbicara dengan lantang dan cepat.
11. Misinterpretation
Misinterpretation atau salah tafsir merupakan kesalahan penfsiran yang umumnya disebabkan oleh persepsi yang tidak akurat. Hal ini bisa disebabkan karena kesalahan persepsi mengenai intonasi suara, mimic wajah, dkk.
12. Motivasi
Motivasi disini berkaitan dengan tingkat motivasi lawan bicara dalam melakukan komunikasi lintas budaya. Motivasi yang rendah akan menjadi hambatan komunikasi lintas budaya.
13. Experiantial
Experiental atau pengalaman hidup tiap individu berbeda, dan hal tersebut akan mempengaruhi persepsi serta cara pandang seseorang terhadap sesuatu.
14. Emotional
Emotional disini berkaitan dengan emosi pelaku komunikasi. Jika emosi komunikan sedang buruk, komunikasi lintas budaya tidak akan dapat berjalan dengan efektif.
15. Competition
Competiton atau kompetisi terjadi ketika komunikan berkomunikasi sembari melakukan kegiatan lain, misalnya sedang menyetir, menelopon, atau lainnya. Hal ini menyebabkan komunikasi lintas budaya tidak akan berjalan secara maksimal.
Baca juga:
- Komunikasi Gender
- Komunikasi Massa
- Komunikasi Antar Pribadi
- Komunikasi Organisasi
- Sistem Komunikasi Indonesia
Demikian artikel mengenai hambatan komunikasi lintas budaya ini. Terdapat 15 hambatan komunikasi yaitu etnosentrisme; stereotipe; prasangka; jarak sosial; persepsi, sikap, atribusi, motivasi, kompetisi, dan hambatan lainnya. Semoga bermanfaat!^^