Teori Connectionism – Konsep dan Penjelasannya

Teori connectionism adalah salah satu teori belajar yang berasal dari aliran behaviorisme. Behaviorisme sendiri adalah salah satu aliran dalam psikologi yang pada dasarnya menaruh perhatian pada berbagai aspek perilaku manusia yang dapat diamati dan diukur. Dalam mendefiniskan perilaku, teori-teori belajar kaum behaviorisme menekankan perubahan dalam perilaku sebagai hasil dari koneksi atau asosiasi stimulus respon yang dibuat oleh pelajar.

Dengan kata lain, perilaku diarahkan oleh stimuli. Seorang individu memilih satu stimuli daripada stimuli yang lain dikarenakan adanya pelaziman atau conditioning dan dorongan psikologis yang ada pada saat terjadi tindakan. Dari gambaran umum tentang pandangan kaum behaviorisme tentang perilaku tersebut, teori-teori belajar yang beraliran behaviorisme seringkali disebut juga dengan teori-teori connectionist atau behaviorist. Adapun teori-teori belajar aliran behaviorisme yang telah kita bahas sebelumnya diantaranya adalah teori operant conditioning atau teori operant conditioning B.F Skinner, teori classical conditioning, dan lain-lain.

Baca juga :Teori Kognitivisme –  Proses Interaksi sosial

Sementara itu, connectionism atau koneksionisme dimaknai sebagai seperangkat pendekatan dalam bidang kecerdasan buatan, psikologi kognitif, ilmu kognitif, dan filosofi pikiran, yang menggambarkan fenomena perilaku mental sebagai proses yang muncul dari jaringan unit sederhana yang saling berhubungan.

Connectionism didasarkan pada prinsip-prinsip asosiasionisme yang sebagian besar mengklaim bahwa unsur atau gagasan yang saling terkait satu sama lain melalui pengalaman dan gagasan yang kompleks dapat dijelaskan melalui serangkaian peraturan sederhana. Connectionism kemudian memperluas asumsi ini dan mengenalkan gagasan seperti representasi terdistribusi dan pembelajaran yang diawasi serta tidak boleh disalahartikan dengan asosiasionisme. Connectionism merepresentasikan teori belajar psikologi pertama yang sangat komprehensif. Connectionism sejatinya dikenalkan oleh beberapa tokoh psikologi seperti Herbert Spencer, William James, dan Edward L. Thorndike.

Baca juga:  Teori Belajar Sibernetik – Komunikasi Pembelajaran

Setelah kita memahami secara singkat mahzab behaviorisme sebagai akar dari connectionism, kini saatnya kita mengulas tentang teori connectionism. Teori connectionism adalah teori belajar yang dikembangkan oleh seorang psikolog Amerika Serikat bernama Edward L. Thorndike. Teori ini didasarkan atas berbagai temuan dari hasil eksperiman yang telah ia lakukan terhadap ayam, tikus, dan kucing. Dari hasil eksperimen tersebut, Thorndike merumuskan beberapa prinsip yang membentuk teori belajar Thorndike atau teori connectionism.

Thorndike mengenalkan tiga Laws of Learning sebagai dasar teorinya tentang proses pembelajaran. Ketiga hukum yaitu the Law of Readiness, the Law of Effect, dan the Law of Exercise berperan sangat penting dalam berbagai jenis pembelajaran dalam kehidupan kita sehari-hari. Dari sinilah, kita sering mendengar peribahasa negeri seberang yang menyatakan “practice makes a man perfect”.

Baca juga : Pengaruh Guru terhadap Motivasi Belajar Siswa

Konsep

Terinspirasi oleh Pavlov, Thorndike memandang sebagian besar perilaku sebagai respon refleksif fisik terhadap stimuli lingkungan. Inilah awal timbulnya teori stimulus respon. Pandangan ini menyatakan bahwa beberapa perilaku yang terjadi disebabkan adanya stimuli lingkungan dan bukan disebabkan oleh pemikiran. Thorndike kemudian mengembangkan lebih lanjut teori Pavlov dengan memperlihatkan bahwa stimuli yang terjadi setelah perilaku memberikan dampak atau pengaruh terhadap perilaku selanjutnya. Thorndike menyelidiki reaksi sukarela dan bukan reaksi refleksif dan berpendapat bahwa koneksi dilakukan antara stimuli tertentu dan perilaku tertentu yang disengaja. Dari perspektif inilah, perilaku yang terjadi bersifat self-directed atau disengaja dan bukan merupakan perilaku yang tidak disengaja.

Berikut ini merupakan konsep dari Teori Connectionism yaitu :

  1. Pembelajaran Trial and Error

Thorndike meyakini bahwa trial and error terjadi dalam setiap pembelajaran. Koneksi terbentuk secara mekanis melalui pengulangan yaitu sebuah proses yang tidak memerlukan kesadaran. Melalui trial and error pembelajaran terjadi dengan membuat beberapa kesalahan hingga menemukan solusi yang tepat dalam ketiadaan pengajaran, pemodelan, atau petunjuk. Pembelajaran melalui trial and error merupakan proses yang berlangsung secara bertahap melalui pengulangan percobaan keberhasilan dan mengabaikan percobaan yang tidak berhasil.

Baca juga : Strategi Komunikasi Pembelajaran dalam Bahasa 

2. Prinsip Pembelajaran Thorndike

Berdasarkan eksperimen yang telah dilakukan, Thorndike merumuskan beberapa prinsip pembelajaran yang membentuk teori belajar. Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah sebagai berikut :

  • Pembelajaran adalah proses yang melibatkan trial and error.
  • Pembelajaran adalah hasil dari pembentukan koneksi atau ikatan antara stimulus respon.
  • Pembelajaran bersifat incremental dan bukan berwawasan.
  • Pembelajaran adalah proses langsung bukan kognitif.
  • Koneksi stimulus dan respon dibentuk dalam sistem neuron.
  • Kekuatan koneksi antara stimulus dan respon dapat meningkat ataupun menurun.

Baca juga: Strategi Komunikasi Instruksional Efektif – Strategi Komunikasi Pembelajaran Audible

3. Hukum Pembelajaran Thorndike

Teori Thorndike terdiri dari tiga hukum pembelajaran yang utama yaitu law of effect, law of readiness, dan law of exercise.

  • Law of effect – respon yang diberikan terhadap situasi yang menimbulkan kepuasan akan diperkuat dan dipelajari. Sedangkan, respon yang diberikan terhadap situasi yang tidak menimbulkan kepuasan akan ditinggalkan.
  • Law of exercise – koneksi menjadi diperkuat dengan latihan dan melemah saat latihan dihentikan. Hukum ini memiliki dua bagian, yaitu law of use dan law of disuse. Yang dimaksud dengan law of use adalah respon terhadap stimuli yang menguatkan koneksi. Sedangkan yang dimaksud dengan law of disuse adalah ketika respon tidak diberikan terhadap stimuli maka kekuatan koneksi akan melemah atau bahkan dilupakan. Hukum ini kemudian mengalami revisi dan menyatakan bahwa penggunaan mekanis atau disuse belum tentu mengarah pada pembelajaran yang efektif.
  • Law of readiness – serangkaian tanggapan yang dapat dirangkai bersama untuk memuaskan beberapa tujuan dan jika berakibat pada gangguan akan ditutup. Jika ada unit konduksi yang siap untuk melakukan sesuatu maka disebut memuaskan. Jika ada unit konduksi yang tidak siap untuk melakukan sesuatu maka disebut gangguan. Dan, jika ada unit konduksi yang siap untuk tidak melakukan sesuatu maka disebut dengan gangguan.

Teori connectionism menunjukkan bahwa transfer pembelajaran tergantung pada adanya berbagai undur yang identik dan terdapat dalam situasi pembelajaran yang asli dan baru. Teori connectionism   kemudian mengalami pengembangan lebih lanjut yakni dengan dikenalkannya konsep rasa memiliki atau belongingness, polaritas atau polarity, dan penyebaran efek atau spread of effect.

  • Rasa memiliki atau belongingness – konsep ini membuat koneksi menjadi lebih mudah terbentuk jika seseorang merasa bahwa stimuli atau tanggapan berjalan secara bersamaan.
  • Polaritas atau polarity – koneksi akan terjadi lebih mudah dalam arah yang telah mereka bentuk sebelumnya dibanding sebaliknya.
  • Penyebaran efek atau spread of effect – suatu penghargaan tidak hanya mempengaruhi koneksi yang menghasilkannya melainkan juga koneksi yang berdekatan secara sementara.

Baca juga: Penerapan Komunikasi Efektif dalam Pembelajaran

Penerapan

Teori connectionism dimaksudkan untuk menjadi teori belajar umum bagi hewan dan manusia. Thorndike mengkhususkan minatnya pada penerapan teori connectionism bagi pendidikan termasuk matematika, mengeja dan membaca, pengukuran inteligensia, dan pembelajaran bagi orang dewasa.

Baca juga : Sejarah Media Pembelajaran – Ciri-ciri Media Pembelajaran

Manfaat Mempelajari Teori Connectionism

Mempelajari teori connectionism dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya adalah :

  • Kita dapat mengetahui dan memahami akar teori connectionism.
  • Kita dapat mengetahui dan memahami makna connectionism.
  • Kita dapat mengetahui dan memahami konsep teori connectionism.
  • Kita dapat mengetahui dan memahami pembelajaran trial and error sebagai bagian dari teori connectionism
  • Kita dapat mengetahui dan memahami prinsip-prinsip pembelajaran Thorndike.
  • Kita dapat mengetahui dan memahami hukum pembelajaran Thorndike.
  • Kita dapat mengetahui dan memahami beberapa penerapan teori connectionism.

Demikianlah ulasan singkat tentang teori connectionism. Semoga dapat menambah wawasan dan pemahaman kita tentang teori connectionism terkait dengan beberapa konsep didalamnya.