5 Keterbatasan Bahasa dalam Komunikasi Verbal

Komunikasi dibagi menjadi dua jenis, yaitu komunikasi verbal dan non verbal. Perbedaan komunikasi verbal dan non-verbal terletak pada cara penyampaiannya.

Komunikasi verbal dilakukan dengan komunikasi lisan maupun tulisan. Misalnya, percakapan melalui telepon dan percakapan teks melalui aplikasi. Sedangkan komunikasi non-verbal menggunakan cara-cara khusus dan cenderung tersirat dalam penyampaiannya. Misalnya sentuhan, kedipan, gerakan kecil, dan bahasa tubuh dalam komunikasi.

Dari dua jenis komunikasi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa dalam proses komunikasi pasti dibutuhkan simbol atau kode untuk menyampaikan pesan. Dan dalam komunikasi verbal, bahasa adalah salah satu simbol atau kode yang dapat digunakan sebagai alat komunikasi.

Mungkin kita semua juga menyadari bahwa alasan mengapa bahasa digunakan sebagai alat komunikasi sehari-hati adalah karena bahasa lebih efektif dan jelas. Lebih lengkapnya, Anda dapat membaca artikel bahasa sebagai alat komunikasi.

Namun, walaupun bahasa memiliki banyak keunggulan, terdapat beberapa keterbatasan dalam bahasa yang menyebabkan komunikasi tidak dapat dilakukan secara maksimal.

Dalam artikel ini, saya akan membahas secara khusus mengenai keterbatasan bahasa dalam komunikasi verbal. Langsung saja, berikut uraiannya :

  1. Makna dalam bahasa tidak mutlak

Keterbatasan yang pertama terletak pada makna kata. Makna kata dalam bahasa sifatnya tidak mutlak, atau dengan kata lain sebuah kata yang sama bisa memiliki makna yang berbeda apabila ditempatkan di kalimat yang berbeda. Ini yang dimaksud dengan makna kata bergantung pada konteks kalimat.

Apabila konteksnya berbeda, maka maknanya bisa jadi berbeda pula. Misalnya, kata “kepala”. Makna kata kepala dalam kalimat “Kepala Adi masih sakit sejak kemarin” tentu berbeda dengan makna kepala pada kalimat “Ayahku adalah seorang kepala kelurahan.”

Dan yang penting untuk kita ketahui, bahwa makna bahasa bergantung pada kesepakatan masyarakat setempat, sehingga sifatnya tidak mutlak.

  1. Makna pada kata mengandung bias budaya

Selain bergantung pada konteks, makna bahasa juga bergantung pada tempat dimana bahasa itu digunakan. Di Indonesia sendiri, kita memiliki beragam budaya dan bahasa daerah. Maka tidak heran, bahwa mungkin saja terdapat kesamaan kata dalam bahasa daerah namun memiliki makna yang berbeda. Akibatnya, apabila terjadi komunikasi lintas budaya dan masing-masing pihak terkait tidak bisa bersikap saling terbuka, akan ada peluang terjadi kesalahpahaman.

Misalnya dalam penggunaan kata “dahar.” Dalam kebudayaan Jawa, kata “dahar” diucapkan untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang yang lebih tua. Namun, apabila kata tersebut digunakan di Sunda tentu akan dipandang tidak sopan. Hal tersebut karena di Jawa “dahar” berarti makan dalam bahasa yang halus, sedangkan di Sunda “dahar” berarti makan dalam bahasa kasar.

  1. Keterbatasan jumlah kata untuk mewakili objek

Tidak semua hal dapat diekspresikan melalui bahasa. Karena pada dasarnya bahasa tidak dapat menggambarkan sesuatu hal secara eksak, melainkan bersifat parsial.

Biasanya keterbatasan sangat terasa pengaruhnya ketika kita membicarakan hal-hal yang bersifat relatif dimana setiap orang bisa memiliki persepsi yang berbeda mengenai hal tersebut. Atau dengan kata lain, tidak ada kata-kata yang tepat yang bisa menggambarkan suatu hal dan berlaku untuk semua orang. Misalnya, sifat cantik, pintar, kaya, miskin, dan lain sebagainya.

Saat kita mengatakan kata cantik untuk menggambarkan seseorang di benak kita, belum tentu orang lain memiliki gambaran kata cantik yang sama dengan apa yang kita pikirkan. Sama halnya dengan pintar, tidak ada kata yang bisa mengukur seberapa pintarnya seseorang.

Inilah salah satu keterbatasan bahasa dalam konteks komunikasi verbal yang menyebabkan transfer ide dari satu pihak ke pihak lain tidak utuh.

  1. Pencampuran fakta, penilaian, dan penafsiran

Dalam menggunakan bahasa sehari-hari, mungkin secara tidak sadar kita sering mencampurkan antara fakta, penilaian, dan penafsiran. Hal ini disebabkan oleh kesalahan persepsi. Misalkan saat seorang gadis sedang menyanyi. Apakah yang akan kita katakan mengenai gadis itu? Mungkin sekilas kita hanya akan menganggap dia melakukan hobinya untuk kesenangan pribadi.

Namun, persepsi kita akan berubah apabila kita mengetahui bahwa dia merekam video dan meng-upload-nya ke youtube. Lalu apa yang akan kita katakan mengenai gadis ini? Bisa jadi kita akan menganggap dia hanya ingin eksis. Dan pandangan kita pasti akan berubah ketika mengetahui bahwa dia merekam suaranya untuk dikonsumsi publik agar dapat mendapatkan uang.

Nah, di sini kita mungkin akan mengatakan dia sedang bekerja. Inilah mengapa masalah keterbatasan bahasa ini berkaitan dengan kesalahan persepsi. Sehingga penafsiran bisa berbeda dengan fakta yang sebenarnya.

  1. Bersifat ambigu

Kita akan mengatakan ambigu apabila sesuatu disampaikan dengan cara yang tidak jelas atau tidak tepat sehingga kita mengalami kesulitan untuk menangkap maksud dari pesan tersebut. Ambiguitas dapat menyebabkan kesalahan penafsiran dan bahkan multitafsir. Dalam bahasa Indonesia, ambigu bisa terjadi dalam lingkup kata, frasa, klausa, kalimat, bahkan sampai wacana.

Keterbatasan bahasa sehingga tidak mampu menggambarkan sesuatu secara pasti dan tepat dapat menyebabkan kesalahpahaman. Walaupun hal ini juga tidak sepenuhnya bergantung pada bahasa, bisa jadi disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan kemampuan berbahasa pihak yang berkomunikasi.

Oleh karena itu, untuk mengurangi akibat dari keterbatasan bahasa, kita perlu pandai-pandai untuk memilih kata saat menyampaikan gagasan.

Sekian artikel mengenai keterbatasan bahasa dalam komunikasi verbal. Semoga artikel ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan pembaca. Terima kasih.