20 Tugas Sutradara Dalam Teater Secara Umum

Dalam teater, selain aktor atau pemeran tokoh yang dipentaskan dalam sebuah pertunjukan teater; terdapat banyak unsur lain yang sangat penting keberadaannya agar pementasan teater dapat berjalan dengan sempurna. Salah satu unsur tersebut adalah sutradara. Tanpa sutradara, proses produksi sebuah pementasan tidak akan dapat berjalan dengan baik (baca juga: tugas asisten sutradara).

Sutradara adalah seseorang yang bertanggung jawab terhadap jalannya proses produksi , mulai dari pro produksi hingga pasca produksi. Wilayah yang menjadi tanggung jawab seorang sutradara dalam teater adalah segala sesuatu yang terkait dengan pemanggungan. Mulai dari memilih dan mengaktualisasikan naskah, memilih dan melatih pemain, hingga bekerjasama dengan penata panggung, penata musik, penata rias dan busana, dan staff pendukung lainnya agar dapat menghasilkan sebuah karya pementasan teater yang sesuai ekspektasi (baca juga: paradigma komunikasi).

Sutradara jugalah yang harus menyiapkan perencanaan kerja, seperti jadwal latihan serta jadwal pertunjukkan. Sutradara merupakan seseorang yang paling bertanggung jawab terhadap seluruh elemen artistic dalam pementasan (baca juga: tugas produser film). Bergantung organisasinya, tugas sutradara mungkin bervariasi. Namun secara umum tugas sutradara dalam teater adalah seperti yang Pakar Komunikasi paparkan dibawah ini.

1. Menyeleksi Naskah

Sebelum menentukan naskah mana yang akan digunakan dalam sebuah pementasan, sutradara harus menyeleksi terlebih dahulu beberapa naskah yang menjadi acuan (baca juga: tugas editor film). Dalam proses seleksi ini perlu dipertimbangkan tujuan dan sasaran garapannya. Misalkan pemilihan naskah yang digunakan dengan tujuan pembinaan atau pelatihan untuk mahasiswa seni; tentu akan berbeda dengan naskah yang digunakan dengan tujuan pertunjukan komersial yang dilakukan oleh aktor teater.

2. Memilih Naskah

Setelah menyeleksi naskah-naskah yang sesuai dengan tujuan dan sasaran diadakannya lakon teater, maka sutradara harus memilih salah satu naskah yang akan digunakan sebagai acuan kreatifitas dalam pementasan teater.  Terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan sutradara yaitu:

  • Pendekatan obsesional: dengan pendekatan ini, proses memilih didasarkan pada obsesi yang ingin diekspresikan dalam diri sutradara (baca juga:  etika komunikasi).
  • Pendekatan acak: pendekatan ini digunakan ketika sutradara tidak memiliki keinginan apapun. Pemilihan dilakukan secara objektif, berdasarkan ketertarikan sutradara serta relevansinya dengan kehidupan nyata. Pada pendekatan seperti ini, sutradara sangat bergantung pada intuisinya.

3. Mempelajari Naskah

Setelah memilih naskah drama yang akan di pentaskan, sutradara teater harus mempelajari naskah yang telah dipilihnya tersebut. Mulai dari membaca dan mencoba memahaminya. Untuk dapat memahami sebuah naskah, sutradara perlu memperhatikan latar belakang budaya naskah tersebut (baca juga: teori komunikasi antar budaya). Selain itu perlu dilakukan peninjauan tema, serta peninjauan dari  segi sastra dan segi teater naskah tersebut.

4. Menafsirkan Naskah

Tak cukup hanya memahami sebuah naskah, sutradara teater juga harus mampu memvisualisasikan naskah tersebut dalam bentuk adegan dan scene dalam pertunjukan teater. Sebab pada hakikatnya, sebuah naskah drama belum dapat menjadi karya yang sempurna sebelum dipentaskan. Dan adalah tugas seorang sutradara untuk menafsirkan naskah tersebut kedalam bentuk seni pementasan (baca juga:  sejarah perfilman indonesia).

Dalam menafsirkan naskah, sutradara perlu menganalisis kajian sastrawi dalam naskah serta aspek visualisasinya dalam bentuk seni pentas. Terdapat 6 unsur penting yang perlu dianalisis oleh sutradara dalam upaya menafsirkan sebuah naskah kedalam bentuk seni pentas. Unsur tersebut adalah plot, karakter, ide, dan bahasa yang memuat masalah sastrawi. Lalu unsur musik dan spektakel yang merupakan gagasan sutradara dalam memvisualisasikan naskah.

Penafsiran yang dilakukan seorang sutradara dengan sutradara lain terhadap sebuah naskah bisa berbeda – beda. Sebab sutradara harus memiliki kemandirian (otonomi) dalam menafsirkan sebuah naskah drama, tidak secara mutlak bergantung pada naskah. Sebuah naskah memiliki sifat multi interpretable, penafsirannya seperti apa bergantung dari sutradara itu sendiri (baca juga: prospek kerja ilmu komunikasi).

5. Menentukan Nada Dasar

Penentuan nada dasar berkaitan dengan penentuan motif yang terkandung dalam cerita dalam naskah serta pemberian cirri kejiwaan dalam perwujudannya. Beberapa hal yang perlu dilakukan sutradara dalam menentukan nada dasar sebuah pementasan misalnya menentukan dan menciptakan suasana tertentu secara khusus, memvisualisasikan lakon yang sifatnya gembira menjadi sebuah banyolan atau humor, mengurangi bobot tragedy yang dirasa berlebihan, dan memberikan prinsip dasar pada cerita (baca juga: strategi komunikasi efektif).

6. Memilih dan menentukan Pemeran

Adalah tugas seorang sutradara untuk memutuskan sebuah penafsiran atas lakon, dan tugas sutradara pula untuk memilih dan  menentukan pemeran yang sesuai untuk mewujudkan penafsirannya tersebut kedalam seni pentas. Dalam memilih pemeran, biasanya dilakukan casting. Terdapat beberapa macam cara penentuan dalam casting yang dapat digunakan oleh sitradara antara lain:

  • Casting by ability: berdasarkan kecakapan seseorang. Yang paling baik mengambil peran yang sukar atau pemeran utama.
  • Casting to type: berdasarkan kondisi atau kesesuaian pemain dengan tokoh yang akan diperankan.  Misalnya kesesuaian fisik, karakter, dsb (baca juga: teori perbandingan sosial).
  • Antitype casting atau educational casting: berkebalikan dengan casting to type, tipe casting ini berdasarkan kondisi yang bertentangan antara tokoh yang diperankan dengan pemerannya. Dengan melakukan hal ini, pemeran dapat lebih mengeksplor dirinya.
  • Casting to emotional temperament: berdasarkan kesesuaian emosi dan tempramen pemeran dengan tokoh yang akan dimainkannya. Pemeran yang memiliki kondisi keseharian yang mirip dengan tokoh akan lebih mudah menjiwai perannya.
  • Therapeutic casting: dilakukan untuk terapi terhadap pemeran dengan memerankan tokoh yang bertentangan dengan watak aslinya. Ini dapat dilakukan jika sutradara telah sangat mengenal dan mengerti kondisi para pemainnya. Biasanya dilakukan dengan tujuan menyembangkan kondisi kejiwaan para pemain.

7. Menyusun Mise en Scene

Penyusunan Mise en scene atau penempatan panggung disini berkaitan dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada daerah pemain. Misalnya ketika terjadi perpindahan pemain atau juga perpindahan perlengkapan panggung  (baca juga: jenis-jenis kamera video).

Pemberian mise en scene dapat dicapai dengan melakukan pengelompokan pemain, pembagian tempat kedudukan pemain, variasi masuk dan keluar, variasi penempatan dekorasi panggung, variasi posisi pemain, pemberian warna ataupun bentuk pakaian pemain dengan ekspresi kontras, efek cahaya yang ditimbulkan, penguatan atau pelonggaran kedudukan pemeran, keseimbangan komposisi pentas, dsb.

Dalam penyusunan mise en scene, sutradara perlu memperhatikan bahasa panggung atau tekstur. Bahasa Panggung atau tekstur berkaitan dengan pengangkatan bahasa naskah menjadi bahasa panggung, dan ini biasanya cukup sulit dilakukan. Bahasa panggung ini meliputi tata pentas, action, blocking dan mood .

Tata pentas mencakup penataan setting, rias dan busana, cahaya serta musik dalam pertunjukan. Action mencakup aksi dan reaksi pemeran, baik dalam bentuk gesture tubuh, kegiatan yang dilakukan, dan gerak perpindahan tempat yang dilakukan pemain peran. Blocking mencakup pengelompokan dan pembagian tempat kedudukan pemain, keseimbangan komposisi dalam garis penempatan pelaku, serta variasi saat keluar atau masuk panggung. Mood mencakup suasana jiwa yang diciptakan dalam setiap adegan.

8. Menguatkan atau Melunakkan Scene

Sutradara perlu melakukan penguatan atau pelunakan pada sebuah scene atau adegan, untuk menentukan penekanan terhadap adegan tertentu. Hal ini dilakukan menurut pandangan sutradara sendiri, namun tanpa mengubah naskah drama yang digunakannya. Penguatan dan pelunakan scene tersbut dapat dilakukan misalnya dengan dukungan efek cahaya dan musik  (baca juga: elemen elemen komunikasi).

9. Menciptakan Aspek-aspek Laku

Sutradara berkewajiban untuk membantu para pemain peran agar dapat menciptakan laku simbolik, atau akting yang kreatif dalam memerankan tokoh (baca juga: teori interaksi simbolik). Laku simbolik ini biasanya tidak tertulis dalam instruksi naskah, namun hal tersebut dilakukan pemeran untuk memperkaya permainan. Dengan laku ini, kondisi batin seorang pemeran dapat dengan jelas disampaikan kepada penonton.

10. Menjalin kerjasama dengan penata artistik

Seperti telah dijelaskan sebelumya, bahasa panggung, termasuk didalamnya tata pentas merupakan tanggung jawab seorang sutradara. Oleh sebab itu, sutradara harus menjalin kerja sama dengan penata artistic agar dapat menciptakan tata pentas yang sesuai dengan konsep yang dibuat sutradara (baca juga: cara berkomunikasi dengan baik). Sehingga tata pentas yang diciptakan sejalan dengan nada dasar yang ditafsirkan sutradara dari naskah yang dipilhnya tersebut.

Tata pentas menyangkut penataan setting, penataan rias dan busana, pecahayaan, dan musikalitas. Dengan demikian sutradara harus menjalin kerjasama dengan para penata setting, penata rias, penata busana, penata cahaya, dan penata musik. Sutradara perlu memberikan gambaran kepada para penata artistic tersebut mengenai konsep tata pentas yang diinginkan secara garis besar, dan kemudian bekerjasama dengan baik hingga nada dasar lakon teater tersebut terwujud dalam pertunjukkan.

Tugas Lainnya (11-20)

Selain kesepuluh tugas sutradara dalam teater yang telah diatas, terdapat sepuluh tugas lain yang pada umumnya juga dilakukan oleh seorang sutradara dalam teater. Tugas tersebut adalah:

  • Bekerjasama dengan stage manager: stage manager mencakup pemimpin pementasan, koordinator pementasan, penata artistic, juga pemeran dalam pertunjukan.
  • Menyatukan seluruh elemen kedalam pentas pertunjukan hingga tuntas.
  • Menetapkan jadwal latihan, meliputi pembacaan naskah, akting, serta blocking (baca juga: teori agenda setting).
  • Melatih pemain (baca juga: teori dramaturgi).
  • Memengaruhi jiwa pemain (baca juga: filsafat ilmu komunikasi).
  • Koordinator: menentukan pemain, penata pentas, staff pendukung, seta jadwal latihan dan pementasan.
  • Organisator: memimpin, mengatur dan bekerjasama dengan seluruh pelaku dan pendukung pertunjukkan.
  • Konseptor: menafsirkan suatu naskah dan mewujudkan gagasan hasil penasirannya tersebut kedalam sebuah pertunjukan teater
  • Motor: penggerak, pemberi dorongan agar pementasan dapat dilakukan dan berjalan dengan baik.
  • Guru: mengajar, membimbing, dan melatih para pelaku pementasan agar dapat mementaskan drama sesuai dengan konsep yang terlah dibuat.

Demikian artikel mengenai tugas sutradara dalam teater ini, semoga bermanfaat!^^