8 Contoh Penyalahgunaan Kode Etik dalam Media Informasi

Wartawan adalah sebuah profesi yang erat kaitannya dengan dunia jurnalistik, dimana jurnalistik sendiri adalah kegiatan dalam mencari, mengolah, dan mempublikasikan berita melalui media massa. Jurnalistik semakin berkembang seiring dengan perkembangan teknologi yang mempermudah penyebarluasan informasi. Sehingga kita dapat selalu update berita-berita terbaru setiap hari.

Namun, dalam melakukan pekerjaannya, wartawan tidak seenaknya saja dalam mencari dan menyebarluasan berita, wartawan dibatasi dengan Undang-undang dan kode etik dalam jurnalisme. Fungsi kode etik jurnalistik adalah untuk menjaga kualitas dan standard seorang wartawan dalam melakukan pekerjaannya. Hanya saja, dengan tuntutan pekerjaan dan mungkin persaingan dengan media-media lain, seringkali wartawan mengabaikan aturan dan prinsip yang seharusnya selalu diterapkan. Nah, dalam artikel ini kami telah merangkum beberapa contoh penyalahgunaan kode etik dalam media informasi, berikut diantaranya :

  1. Tidak mencantumkan sumber berita

Dalam artikel contoh kode etik jurnalistik, dituliskan bahwa salah satu kode etik wartawan yang harus dipenuhi adalah profesionalisme. Profesionalisme di sini mencakup ketaatan pada aturan penulisan berita. Adapun salah satu aturan penulisan adalah mencantumkan sumber berita.

Nah, pelanggaran ini yang yang seringkali dilakukan oleh wartawan, tidak mencantumkan sumber apabila ia mendapat informasi atau mengutip informasi dari seseorang atau media lain. Padahal, dengan adanya sumber yang jelas, kebenaran informasi dapat dipertanggungjawabkan.

Namun, berbeda halnya apabila wartawan tersebut sengaja melakukannya untuk melindungi narasumber, wartawan juga memiliki hak tolak untuk menyembunyikan identitas narasumber.

  1. Membuat berita pesanan

Selain tidak mencantumkan sumber berita, contoh penyalahgunaan kode etik dalam media informasi yang saat ini marak sekali dilakukan, yaitu membuat macam-macam berita karena permintaan pihak lain. Pihak tersebut sangat paham akan pengaruh media massa terhadap masyarakat dan berusaha memanfaatkan media untuk kepentingan pribadinya. Kebanyakan, berita pesanan cenderung tidak benar atau melebih-lebihkan untuk mempengaruhi publik.

Hal ini tentu harus menjadi perhatian, karena informasi yang diberikan tidak mendidik dan bahkan bisa merusak. Apabila seorang wartawan menerima suap untuk membuat berita, maka ia telah melanggar kode etik wartawan, yaitu tidak bersikap independen dalam melaksanakan tugasnya.

  1. Merusak dan melanggar hak properti orang lain

Terkadang, untuk mengejar waktu tayang, wartawan dituntut untuk mendapatkan berita dengan cepat. Namun, mungkin karena sulitnya mendapat berita yang diharapkan, ada beberapa wartawan yang nekat untuk memasuki wilayah pribadi orang lain. Misalnya, melompati pagar untuk masuk ke rumah narasumber yang dicari.

Padahal sebelumnya sudah diperingatkan untuk melakukan hal demikian. Hal ini perlu diperhatikan oleh setiap wartawan, sesulit apapun dalam mendapat berita, mereka tetap harus menghormati dan menghargai privasi orang lain.

  1. Mengarang berita dengan wawancara fiktif

Wawancara fiktif adalah wawancara yang sebenarnya tidak pernah dilakukan. Untuk membuat berita seakan-akan benar dan untuk menarik perhatian publik, ada wartawan yang berani mengarang berita dengan wawancara yang tidak pernah dilakukan. Contoh pelanggaran ini pernah dilakukan oleh seorang wartawan harian.

Dalam berita yang ditulisnya, dikatakan ia telah melakukan wawancara pada seorang narasumber. Tetapi setelah dilakukan crosscek, ternyata narasumber tersebut telah meninggal dua tahun sebelum berita dipublikasikan. Pelanggaran kode etik semacam ini tergolong pada pelanggaran berat.

  1. Melakukan fitnah

Membuat berita yang tidak benar untuk memfitnah orang lain tentu akan sangat merugikan pihak yang difitnah. Dalam kode etik jurnalistik pasal 4 dikatakan bahwa seorang wartawan tidak boleh membuat berita fitnah, sadis, atau cabul. Namun, apabila wartawan mau menerima suap, ia tidak akan segan untuk membuat berita yang dapat menyudutkan pihak lain.

Dan melihat bagaimana kondisi di Indonesia, dengan maraknya simpang-siur berita yang tidak jelas dengan berbagai sumber dan sudut pandang, sepertinya kita sulit untuk membedakan mana berita yang benar atau salah. Sehingga, kasus fitnah menjadi luput dari perhatian kita.

Apalagi dengan pasang surut berita yang mudah menjadi hot news, membuat kita melupakan pihak-pihak pembuat berita yang mungkin saja melakukan fitnah. Karena tidak ada tindakan tegas inilah, fitnah semakin merajalela.

  1. Membocorkan identitas narasumber

Sebelum melakukan wawancara, wartawan akan melakukan kesepakatan dengan narasumber apakan identitas narasumber boleh dicantumkan atau tidak. Apabila narasumber tidak menghendaki apabila informasi terkait dirinya disebarluaskan, maka wartawan harus mengikuti kesepakatan tersebut.

Namun, ada beberapa kasus, dimana wartawan takut karena diancam, dia rela membocorkan identitas narasumber. Padahal, apabila narasumber tidak mau apabila identitasnya diketahui, maka semua informasi yang diberikan narasumber sudah menjadi tanggung jawab dari wartawan.

  1. Menyebarluaskan foto korban asusila

Selain harus mencari berita yang akurat, wartawan juga harus bijaksana dalam mengolah berita untuk dipublikasikan. Ia harus pandai memilah-milah mana informasi yang dapat atau tidak dapat diketahui publik.

Namun, terkadang untuk menarik perhatian publik atau karena ketidaksengajaannya, wartawan menyebarluaskan foto korban asusila yang sebenarnya tidak boleh disebarluaskan karena dapat mempengaruhi kehidupan maupun masa depan korban.

  1. Memanfaatkan profesi untuk kepentingan pribadi

Penyalahgunaan profesi yang terkadang dilakukan wartawan adalah ketika melanggar rambu-rambu lalu lintas karena alasan darurat, menerobos anteran,  dan lain sebagainya.

Sekian artikel mengenai contoh penyalahgunaan kode etik dalam media informasi. Semoga artikel ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan pembaca. Terima kasih.