Teori pembelajaran sosial adalah salah satu teori belajar yang menyatakan bahwa perilaku yang baru dapat dibentuk dengan cara mengamati dan meniru orang lain. Selain itu, teori ini juga menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses kognitif dalam konteks sosial dan dapat terjadi melalui pengamatan atau instruksi secara langsung meskipun tidak didukung oleh peneguhan langsung.
Di samping melalui pengamatan perilaku, pembelajaran juga terjadi melalui pengamatan ganjaran dan hukuman yakni sebuah proses yang dikenal sebagai peneguhan atau penguatan. Ketika perilaku tertentu diberi ganjaran secara regular, maka perilaku akan semakin meningkat.
Sebaliknya, jika perilaku tertentu secara konstan diberi hukuman, maka perilaku tersebut akan menghilang. Teori pembelajaran sosial mengembangkan teori belajar behaviorisme tradisional yang menyebutkan perilaku diarahkan oleh peneguhan dengan menempatkan penekanan pada pentingnya peran proses internal dalam pembelajaran individu.
Teori pembelajaran sosial telah diterapkan dalam berbagai bidang, salah satunya komunikasi massa. Teori pembelajaran sosial dalam komunikasi massa adalah salah satu teori komunikasi massa khususnya teori efek media massa yang dikembangkan oleh Albert Bandura tahun 1970an untuk menjelaskan salah satu efek komunikasi massa pada perilaku khalayak yakni efek behavioral dalam komunikasi massa.
Dalam sistem komunikasi massa, efek behavioral dalam komunikasi merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati dan meliputi pola-pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan berperilaku. Perilaku, menurut psikologi komunikasi, meliputi perilaku sosial yang dapat diterima dan perilaku agresif. Pada umumnya, para ahli berpendapat bahwa efek komunikasi massa dalam sistem komunikasi massa timbul sebagai akibat adanya pesan dan kehadiran media massa itu sendiri.
Dalam perkembangannya, teori pembelajaran sosial kemudian bertransformasi menjadi teori sosial kognitif. Hal ini dikarenakan teori pembelajaran sosial menekankan pada faktor-faktor mental yang terlibat dalam proses pembelajaran. Atas dasar itulah, teori pembelajaran sosial dikenal juga sebagai sebuah jembatan atau transisi antara teori belajar bevariorisme dan teori belajar kognitif atau teori kognitivisme.
Teori pembelajaran sosial sejatinya pertama kali digagas oleh Neal Miller dan John Dollard (1941). Mereka berpendapat bahwa pembelajaran dengan cara meniru terjadi ketika pengamat termotivasi untuk belajar, adanya berbagai petunjuk atau elemen perilaku yang dipelajari, pengamat menampilkan perilaku yang diberikan, dan pengamat secara positif diteguhkan untuk meniru perilaku.
Dengan kata lain, orang dapat meniru perilaku yang mereka lihat dan perilaku tersebut akan diperteguh dan selanjutnya dipelajari. Di samping menyajikan sebuah pemahaman tentang bagaimana orang belajar dengan cara mengamati model termasuk model media, mereka juga menggambarkan secara gamblang sebuah bentuk pembelajaran stimulus-respon tradisional yang efisien.
Mereka mengasumsikan bahwa setiap individu berperilaku dalam berbagai macam cara dan kemudian membentuk perilaku mereka berdasarkan peneguhan yang mereka terima.
Miller dan Dolllard memandang peniruan sebagai pengganti perilaku trial and error. Peniruan memudahkan individu untuk memilih perilaku yang akan diperteguh. Mereka juga berpendapat bahwa peneguhan yang sebenarnya memasikan pembelajaran.
Namun proses peneguhan ini membatasi penerapan teori mereka untuk memahami bagaimana orang belajar dari media massa. Ketidakmampuannya untuk menjelaskan keterampilan orang-orang dalam mempelajari tanggapan baru melalui pengamatan daripada benar-benar menerima peneguhan membatasi penerapannya pada teori media.
Dua puluh tahun kemudian, gagasan Miller dan Dollard tentang pembelajaran sosial dan peniruan dikembangkan lebih lanjut oleh Albert Bandura dan ahli lainnya hingga menjadi instrumen yang sangat bernilai untuk memahami efek media massa.
Dijelaskan dalam Juhi (1981), melalui eksperimen boneka Bobo di laboratorium, Bandura (1961) mencoba untuk mengetahui bagaimana anak-anak meniru perilaku perilaku agresif, terutama bila tidak ada ancaman hukuman atau aturan-aturan lain. Ia mengamati tiga kelompok anak-anak yang memperhatikan seorang model yang melakukan tindakan agresif pada sebuah boneka Bobo, sebuah mainan yang diisi dengan air agar dapat berdiri.
Hasil eksperiman menunjukkan hasil yang berbeda dari setiap kelompok. Pada kelompok pertama menyaksikan model yang melakukan kekerasan itu dihukum. Kemudian pada kelompok kedua, model yang melakukan tindak kekerasan diberi penghargaan. Dan kelompok ketiga menyaksikan bahwa tidak ada konsekuensi yang timbul akibat tindak kekerasan yang dilakukan oleh model itu.
Bandura kemudian menyelenggarakan situasi permainan dan menemukan bahwa anak-anak yang menyaksikan model dihukum karena menjalankan tindak kekerasan lebih mengekang diri dalam meniru perilaku agresif. Di pihak lain, dua kelompok anak-anak lainnya menunjukkan tingkat peniruan perilaku agresif yang tinggi.
Kemudian, Bandura juga menemukan bahwa jika anak-anak diberi penghargaan yang menarik untuk meniru perilaku agresif, maka akan ada belajar yang tinggi dan seragam di antara kelompok yang sebelumnya menyaksikan model yang diancam hukuman dan kelompok yang menyaksikan model yang tidak diberi hukuman.
Berbagai eksperimen pembelajaran sosial juga dilakukan oleh peneliti lainnya untuk menunjukkan pembelajaran melalui pengamatan atau observasi.
Meskipun banyak memperoleh kritik dari ahli lainnya karena eksperimen yang dilakukan di laboratorium dipandang artifisial, namun berbagai eksperimen tersebut mencoba untuk mengulangi temuan-temuan yang sama dalam situasi yang lebih mendekati keadaan yang sebenarnya.
Teori pembelajaran sosial adalah teori yang menggabungkan teori belajar behavioral dan teori belajar kognitif dalam rangka untuk menyuguhkan model yang komprehensif mengenai pengalaman belajar.
Sebagaimana dinyatakan oleh Bandura, teori pembelajaran sosial memiliki beberapa prinsip umum sebagai berikut :
Dalam teori pembelajaran sosial, Albert Bandura sepakat dengan teori pembelajaran kaum behaviorisme seperti teori classical conditioning dan teori operant conditioning atau teori operant conditioning B.F Skinner. Kesepakatan ini kemudian ditambahkan oleh Bandura dengan gagasan lainnya yaitu perilaku dipelajari dari lingkungan melalui proses pembelajaran observasi dan proses mediasi terjadi antara stimulus dan tanggapan
1. Pembelajaran melalui observasi atau pengamatan
Pembelajaran melalui observasi atau pengamatan terdiri dari beberapa bagian yaitu menemukan perilaku baru, menerima perilaku baru itu, dan peniruan oleh pengamat.
Dari eksperimen boneka Bobo yang telah dilakukan oleh Bandura diketahui bahwa anak-anak cenderung meniru perilaku yang diamati. Bandura menyebut fenomena ini dengan pembelajaran melalui observasi atau pengamatan.
Dalam proses pembelajaran melalui observasi terdapat beberapa elemen pembelajaran yaitu perhatian, pengingatan, pengulangan, dan motivasi. Bandura mendemonstrasikan bahwa anak-anak mempelajari dan meniru perilaku yang diamati melalui orang lain. Pada proses ini, Bandura mengidentifikasi tiga model dasar pembelajaran melalui observasi atau pengamatan, yaitu :
2. Proses Pemodelan
Teori pembelajaran sosial kerap digambarkan sebagai jembatan antara teori pembelajaran tradisional (behaviorisme) dan pendekatan kognitif. Hal ini disebabkan teori pembelajaran sosial menekankan pada bagaimana faktor-faktor mental atau kognitif terlibat dalam proses pembelajaran.
Namun, berbeda dengan Skinner, Bandura percaya bahwa manusia adalah makhluk pengolah informasi yang aktif dan berpikir tentang hubungan antara perilaku mereka dan konsekuensi perilaku.
Pembelajaran melalui observasi tidak akan terjadi kecuali proses kognitif turut bekerja. Faktor-faktor mental inilah yang memediasi proses pembelajaran untuk menentukan apakah terjadi tanggapan baru.
Untuk itu, individu tidak secara otomatis mengamati perilaku model dan meniru perilaku. Terdapat proses mediasi yang terjadi antara mengamati perilaku (stimulus) dan meniru atau tidak meniru perilaku (tanggapan).
Bandura menyebutkan bahwa terdapat empat tahapan yang diperlukan dalam proses mediasi atau pemodelan yaitu attention atau perhatian, retention atau pengingatan, reproduction atau reproduksi, dan motivation atau motivasi.
Proses pembelajaran dimulai dengan adanya peristiwa seperti tindakan atau gambaran pola pemikiran yang dapat diamati secara langsung atau tidak langsung oleh seseorang. Apabila peristiwa itu sudah diamati, maka tahapan proses pembelajaran dimulai.
Tahap pertama yang harus dilakukan dalam proses pemodelan adalah memberikan perhatian pada model. Dari berbagai hasil studi menunjukkan bahwa kesadaraan tentang apa yang dipelajari dan mekanisme penguatan atau peneguhan dapat meningkatkan hasil pembelajaran.
Apa yang diperhatikan oleh pengamat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti karakteristik pengamat dan karakteristik perilaku atau peristiwa yang diamati. Yang termasuk karakteristik pengamat adalah karakteristik demografis, kebutuhan, suasana emosional, nilai, dan pengalaman masa lalu.
Sedangkan, yang termasuk karakteristik perilaku atau peristiwa yang diamati meliputi relevansi, valensi afektif, kebaruan, dan nilai fungsional.
Tahap kedua adalah pengingatan yang mengacu pada kesanggupan pengamat untuk mengingat perilaku yang telah diamati.
Sebagaimana tahap attention atau perhatian, tahap retention atau pengingatan juga dipengaruhi oleh karakteristik pengamat dan karakteristik perilaku atau peristiwa yang diamati. Proses-proses kognitif terletak pada pengingatan yang dideskripsikan oleh Bandura sebagai gambaran visual dan verbal.
Tahap ketiga yaitu reproduksi mengacu pada kemampuan dan kesiapan untuk menampilkan perilaku yang ditampilkan oleh model. Dalam artian, pengamat harus dapat mereplikasi perilaku karena jika tidak dapat menjadi sebuah masalah bagi seorang pengamat yang tidak siap untuk mereplikasi perilaku yang telah dipelajari.
Tahap kempat dalam proses pemodelan adalah motivasi. Keputusan pengamat untuk menampilkan perilaku yang telah dipelajari bergantung pada motivasi dan harapan pengamat serta berbagai konsekuensi yang telah diantisipasi sebelumnya dan standar-standar internal.
Gambaran Bandura tentang motivasi juga didasarkan atas lingkungan dan faktor-faktor sosial. Pada tahapan motivasi, ganjaran dan hukuman yang mengikuti perilaku memegang peranan yang sangat penting.
Jika ganjaran yang diterima melebihi harga yang diterima maka perilaku akan ditiru oleh pengamat. Jika peneguhan gantian tidak terlihat cukup penting bagi pengamat maka pengamat tidak akan meniru perilaku.
Teori pembelajaran sosial dipandang sebagai teori yang menyuguhkan penjelasan yang komprehensif tentang pembelajaran manusia dengan menyadari peran proses mediasi. Namun, teori pembelajaran sosial juga dipandang memiliki beberapa kelemahan, diantaranya adalah :
Mempelajari teori pembelajaran sosial dalam komunikasi massa dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya adalah :
Demikianlah ulasan singkat tentang teori pembelajaran sosial dalam komunikasi massa. Semoga dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita tentang teori pembelajaran sosial sebagai salah satu teori efek media massa terkait dengan sejarah, prinsip, konsep, dan kritik yang menyertainya.
Perdebatan maupun pertengkaran dalam sebuah hubungan memang menjadi sebuah hal yang wajar terjadi, namun yang…
Dalam menjalankan sebuah usaha, berkomunikasi menjadi hal yang perlu dilakukan dan tidak boleh diabaikan begitu…
Seperti yang diketahui, dengan maraknya pandemi Covid-19 yang menyerang hampir ke penjuru dunia, banyak aktifitas…
Sosial media menjadi sebuah lahan promosi yang cukup menguntungkan dan bisa dengan mudah untuk digunakan…
Saat ini digital marketing atau pemasaran digital menjadi senjata yang cukup ampuh bagi mereka pelaku…
Komunikasi Teraupetik adalah sejenis komunikasi yang dirancang dan direncanakan dengan tujuan terapi untuk membina hubungan…