Teori Komunikasi

Teori Kognitivisme – Sejarah – Proses – Kritik

It’s never too late to learn”. Itulah salah satu peribahasa dari negeri seberang yang mengandung arti bahwa tidak pernah ada kata terlambat untuk belajar. Belajar merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan kita. Kita belajar setiap saat, tidak hanya belajar secara formal namun juga kita belajar secara informal. Pada umumnya, kita belajar untuk memperoleh pengetahuan-pengetahuan baru, mengasah keterampilan, merubah sikap dan perilaku. Dalam proses belajar, komunikasi memegang peranan yang sangat penting. Melalui kegiatan komunikasilah transfer ilmu dapat dilakukan dan diskusi pun dapat kita upayakan.

Berbagai penelitian yang berkaitan dengan seluk beluk belajar telah dilakukan oleh para ahli utamanya ahli psikologi. Karena itu, teori-teori yang berkaitan dengan pembelajaran banyak dicetuskan oleh para ahli psikologi. Sepanjang sejarah perkembangan ilmu komunikasi dan teori komunikasi, kita belum menemukan teori-teori yang berkaitan dengan pembelajaran. Hal ini dikarenakan para ahli teori komunikasi belum merumuskan teori-teori belajar. Walaupun begitu, beberapa teori belajar yang ada mengandung teori komunikasi secara implisit dan kebanyakan teori komunikasi menurut para ahli sangat relevan dengan pembelajaran.

Baca juga : Sejarah Media PembelajaranCiri-ciri Media Pembelajaran

Dalam psikologi, terdapat empat teori belajar yaitu behaviorisme, kognitivisme, konstruktivisme, dan konektivisme. Kognitivisme sebagai salah satu teori belajar adalah kajian dalam psikologi yang menitikberatkan pada proses mental, termasuk bagaimana orang memandang, berpikir, mengingat, balajar, memecahkan masalah, dan mengarahkan perhatian mereka hanya kepada satu stimulus dibandingkan dengan stimulus lainnya. Para ahli kognitivisme kemudian berusaha untuk memahami kognisi. Berakar dari psikologi Gestalt dan hasil karya Jean Piaget, kognitivisme menjadi sebuah kajian yang menonjol dalam bidang psikologi sejak 1960an. Berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli seringkali mengkaitkan kognitivisme dengan sebuah pandangan yang menyebutkan bahwa proses informasi manusia memiliki kemiripan dengan proses informasi komputer. Selain itu, kognitivisme juga memiliki pengaruh besar dalam bidang pendidikan atau komunikasi pembelajaran.

Teori kognitivisme sendiri dimulai di penghujung tahun 1950an. Para ahli psikologi dan pendidikan saat itu mulai melihat proses kognitif sebagai sebuah proses yang kompleks, yang meliputi proses berpikir, memecahkan masalah, bahasa, pembentukan konsep, dan proses informasi. Teori kognitivisme atau teori belajar kognitif merupakan pengganti dari teori belajar behaviorisme. Menurut Ertmer dan Newby (1993), para ahli teori kognitivisme menginginkan untuk menyelesaikan masalah dalam pembelajaran pelajar dengan melihat bagaimana informasi tersebut diterima, disusun, disimpan, dan diambil oleh pikiran. Dalam teori kognitif, pemikiran dan pembelajaran dapat dibandingkan dengan teori proses informasi komputer karena proses berpikir dan pembelajaran kita yang dilakukan oleh pikiran manusia sama seperti proses komputer. Dalam teori kognitivisme, pelajar adalah peserta yang sangat aktif dalam proses belajar mengajar.

Pengertian

Apakah sebenarnya kognitivisme? Untuk mengetahui apa itu kognitivisme, berikut adalah beberapa pengertian kognitivisme yang dikutip dari laman igi-global, yaitu :

  1. Kognitivisme adalah sebuah teori belajar yang didasarkan pada proses mental yang memediasi pembelajaran dan dalam pembelajaran membutuhkan konstruksi atau pembentukan kembali skema mental. Para ahli kognitivisme meyakini bahwa pengetahuan berada dalam struktur memori yang sangat kompleks dalam pikiran manusia yang disebut dengan skemata. Pembelajaran adalah sebuah proses untuk mengubah struktur skemata
  2. Kognitivisme menitikberatkan pada apa yang dipikirkan oleh pelajar dalam kerangka memproses informasi untuk disimpan dan dipanggil kembali.
  3. Kognitivisme merupakan salah satu paradigma dalam psikologi yang memandang pembelajaran dalam memproses informasi dalam otak.

Sebagaimana behaviorisme, psikologi kognitif juga memiliki awal sejarah pada masa Yunani Kuno. Kognitivisme kemudian tumbuh dan berkembang di Amerika selama tahun 1950an. Salah satu tokoh penting dalam perkembangan kognitivisme adalah Jean Piaget yang mengembangkan beberapa aspek dalam teorinya di awal 1920an. Gagasan Piaget tidak berdampak di Amerika Utara hingga tahun 1960an setelah Miller dan Brunner mendirikan pusat kajian Harvard Center for Cognitive.

Baca juga : Manajemen Public Relations– Teori Public Relations

Sejarah

Sebelum kelahiran teori kognitivisme, teori behaviorisme sangat mendominasi teori-teori belajar selama kurang lebih satu abad.  Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa sebagian besar teori belajar yang kita kenal saat ini berasal dari kaum behaviorisme salah satunya adalah teori operant conditioning yang dirumuskan oleh B.F Skinner. Dalam behaviorisme, seluruh perilaku manusia dapat dipahami sebagai respon atau tanggapan terhadap stimuli eksternal. Behaviorisme menekankan pada konsekuensi dari perilaku dimana pelajar akan mengulangi perilakunya jika diberi ganjaran.

Di awal tahun 1920an, orang mulai menemukan keterbatasan yang dalam behaviorisme terkait dengan pemahaman pembelajaran. Menurut kaum kognitivisme, behaviorisme dipandang tidak dapat menjelaskan secara pasti mengenai perilaku sosial. Selain itu, behaviorsme juga tidak dapat menjelaskan motivasi yang terjadi dalam diri individu. Salah satu kritik pertama terhadap kaum behaviorisme berasal dari para ahli psikologi Gestalt selama dekade pertama abad 20 yang terkait dengan ketergantungan kaum behaviorisme secara ekslusif kepada perilaku yang terbuka atau yang tampak. Adalah pandangan psikologi Gestalt tentang pembelajaran yang mempengaruhi pendekatan baru di luar beheviorisme dan meletakkan dasar-dasar prinsip yang kita kenal sekarang sebagai teori-teori belajar kognitif.

Teori kognitivisme lahir sebagai bentuk kritik terhadap teori behaviorisme. Dalam pandangan kognitivisme, manusia bukanlah makhluk yang bersikap pasif terhadap lingkungan melainkan makhluk yang selalu berusaha untuk memahami lingkungannya. Di tahun 1960an, behaviorisme sebagai paradigma pembelajaran yang sangat dominan sebelumnya perlahan mulai digantikan dengan kognitivisme. Kognitivisme bukanlah merupakan hasil pemikiran satu orang melainkan sekumpulan dari beberapa teori,  diantaranya adalah Edward C. Tolman (Teori Pembelajaran Tanda), Jean Piaget (Teori Pengembangan Kognitif Individu), Lev Vygotsky (Teori Perkembangan Kognisi Sosial), Leon Festinger (Teori Disoansi Kognitif), David Ausubel (Teori Asimilasi), Robert Gagne (Kondisi Pembelajaran), Richard Anderson (Teori Skema), Max Wertheimer (Psikologi Gestalt), Charles Reigeluth (Teori Elaborasi), dan Joseph Novak (Concept Mapping).

Baca juga :

Asumsi

Adapun asumsi teori kognitivisme adalah sebagai berikut :

  • Beberapa proses pembelajaran sangat unik bagi manusia misalnya saja bahasa.
  • Pembelajaran melibatkan pembentukan representasi mental atau asosiasi yang tidak harus direfleksikan dalam perubahan perilaku secara terbuka.
  • Pembelajaran melibatkan sebuah perubahan mental internal dan bukan perubahan perilaku eksternal.
  • Orang-orang lebih terlibat secara aktif dalam proses belajar daripada menjadi peserta yang pasif dan menjadi korban dari lingkungan.
  • Pengetahuan disusun dan disimpan di dalam skema.
  • Fokus penyelidikan ilmiah harus berdasarkan pada pengamatan sistematis dan obyektif terhadap perilaku orang, namun perilaku sering memungkinkan kesimpulan yang masuk akal tentang proses mental yang tidak teramati.
  • Belajar adalah proses menghubungkan informasi baru dengan informasi yang telah dipelajari sebelumnya.
  • Yang menjadi pusat kajian adalah proses kognitif.

Baca juga :  Teori Pertukaran Sosial – Teori Komunikasi Massa – Teori Efek Media Massa

Prinsip Dasar

Menurut Ertmer dan Newby (1993), kognitivisme memiliki beberapa prinsip dasar, yaitu :

  • Menekankan pada keterlibatan aktif pelajar dalam proses pembelajaran.
  • Menggunakan kontrol pelajar untuk mengatasi kecepatan pengajaran dan pengajaran keterampilan metakognitif seperti perencanaan, pengawasan diri dan strategi revisi.
  • Menggunakan analisis hierakis untuk mengidentifikasi dan mengilustrasikan prasyarat hubungan.
  • Menggunakan prosedur analisis isi dan tugas untuk menyusun konten atau isi.
  • Menekankan pada penataan, pengorganisasian, dan pengurutan informasi untuk memudahkan pemrosesan kognitif yang optimal.
  • Pengajaran strategi kognitif seperti seperti outlining, summarizing, advance organizers, dan concept mapping.
  • Menciptakan lingkungan pembelajaran yang memungkinkan dan memberanikan pelajar untuk membuat hubungan dengan materi pembelajaran sebelumnya.
  • Meminta pelajar untuk memanggil kembali prasyarat pengetahuan dengan menggunakan berbagai macam contoh dan analogi.

Baca juga :  Teori Negosiasi –Teori Penetrasi Sosial – Teori Interaksi Simbolik

Proses Kognitif

Proses koginitf adalah berbagai kegiatan atau aktivitas mental yang membantu informasi untuk dikirimkan dari satu memori ke memori lainnya. Proses kognitif terdiri dari beberapa proses yaitu perhatian, persepsi, pengulangan, pengkodean, penyimpanan, dan pemanggilan.

  • Perhatian – proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah.
  • Persepsi – proses menggambarkan rangsangan yang diterima melalui organ sensorik atau proses mengubah sinyal sensorik menjadi pengalaman yang berarti. Masing-masing individu memiliki cara tersendiri untuk mengatur dan memberikan persepsi terhadap sinyal yang diterima. Seorang individu dapat menyampaikan informasi yang bisa ia lihat diantara rangsangan lingkungan yang masuk ke dalam memori sensorik.
  • Pengulangan – informasi yang diterima, disimpan melalui pengulangan agar bisa bertahan dalam memori jangka pendek lebih lama. Tujuannya adalah agar pengkodean informasi yang dilakukan tidak hilang sebelum dikirim kepada memori jangka panjang.
  • Pengkodean – semua informasi yang dating disimpan sementara tanpa dilakukan pengkodean. Pengkodean merupakan proses pengiriman informasi dengan cara menghubungkan informasi dalam memori jangka pendek dengan informasi dalam memori jangka panjang. Individu yang akan mengirimkan informasi ke memori jangka panjang harus melakukan pengkodean informasi. Terdapat empat elemen dasar guna memperkaya proses pengkodean, yaitu dengan cara meningkatkan keberfungsian informasi seperti efisiensi, organisasi, artikulasi, dan petunjuk pendukung memori.
  • Penyimpanan – merupakan proses untuk menentukan durasi informasi yang akan disimpan dalam memori jangka panjang.
  • Pemanggilan – merupakan proses menggunakan kembali informasi yang telah disimpan sebelumnya.

Dari segi psikologi komunikasi, proses kognitif di atas adalah proses pengolahan informasi atau komunikasi intrapersonal secara lebih rinci. Menurut James Shanahan (2009), komunikasi memiliki peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Masing-masing teori belajar memiliki mode komunikasi yang berbeda yang disesuaikan dengan gaya belajar masing-masing. Terkait dengan hal ini, kognitivisme memandang komunikasi sebagai sebuah transfer isi mental di antara individu. Dalam kognitivisme, rentang isi akan semakin besar, setiap individu dipandang memiliki kemampuan yang kompleks untuk menyimpan, memproses, dan menggunakan informasi.

Baca juga :

Kritik

Sejak kognitivisme mulai berkembang selama tahun 1960an, berbagai macam kritik telah dilontarkan oleh para ahli, utamanya menyangkut asumsi kognitivisme yang menyatakan bahwa fungsi-fungsi mental manusia dapat dibandingkan dengan model proses informasi komputer. Beberapa ahli seperti John Searle dan Roger Penrose menyatakan bahwa sistem komputasi dengan segala keterbatasannya tidak dapat mencapai kompleksitas dan kemungkinan yang dimiliki oleh fungsi mental manusia dan karenanya tidak dapat digunakan untuk mengambarkan proses pengolahan informasi yang terjadi di dalam otak manusia.

Sementara itu, ahli lainnya yang bernama Alan Turing menyatakan bahwa dengan memberikan deskripsi sebuah program, tidak mungkin untuk memutuskan apakah program tersebut selesai berjalan atau terus berjalan selamanya untuk memasukkan proram tertentu. Teorema ini dibuktikan secara ilmiah oleh Alan Turing pada tahun 1936 dengan menunjukkan bahwa beberapa hal tidak dapat dihitung secara alamiah.

Baca juga :

Manfaat Mempelajari Teori Kognitivisme

Mempelajari teori kognitivisme dapat memberikan manfaat diantaranya adalah :

  • Kita memahami pengertian teori kognitivisme
  • Kita memahami sejarah teori kognitivisme
  • Kita memahami asumsi teori kognitivisme
  • Kita memahami prinsip dasar teori kognitivisme
  • Kita memahami proses kognitif dalam teori kognitivisme

Demikianlah uaraian singkat tentang teori kognitivisme. Semoga dapat memberikan wawasan dan pengetahuan mengenai salah satu teori belajar dari pendekatan kognitivisme dan kaitannya dengan komunikasi.

Recent Posts

Stonewalling: Pengertian dan Dampaknya

Perdebatan maupun pertengkaran dalam sebuah hubungan memang menjadi sebuah hal yang wajar terjadi, namun yang…

3 years ago

Komunikasi Pemasaran Terpadu – Pengertian, Tujuan, Strategi, Proses

Dalam menjalankan sebuah usaha, berkomunikasi menjadi hal yang perlu dilakukan dan tidak boleh diabaikan begitu…

4 years ago

6 Strategi Komunikasi Efektif Saat Pandemi

Seperti yang diketahui, dengan maraknya pandemi Covid-19 yang menyerang hampir ke penjuru dunia, banyak aktifitas…

4 years ago

8 Tips Komunikasi Efektif Di Media Sosial

Sosial media menjadi sebuah lahan promosi yang cukup menguntungkan dan bisa dengan mudah untuk digunakan…

4 years ago

9 Teknik Digital Marketing Paling Efektif

Saat ini digital marketing atau pemasaran digital menjadi senjata yang cukup ampuh bagi mereka pelaku…

4 years ago

5 Contoh Komunikasi Terapeutik Pada Lansia

Komunikasi  Teraupetik adalah sejenis komunikasi yang dirancang dan direncanakan dengan tujuan terapi untuk membina hubungan…

4 years ago