Teori Gender dalam Komunikasi – Pengertian – Konsep

Kata gender berasal dari bahasa Latin “genus” yang artinya jenis atau tipe. Secara umum, pengertian gender adalah perbedaan peran dan kewajiban pada laki-laki maupun perempuan dari sudut pandang nilai dan tingkah laku. Gender menjadi tolak ukur untuk perbedaan laki-laki dan perempuan secara sosial bukan secara kodrati. (Baca juga: Komunikasi Gender)

Konsep Teori Gender

Konsep gender sering disalahartikan dengan konsep seks karena keduanya sama-sama membahas tentang laki-laki dan perempuan, sehingga banyak orang memiliki perspektif yang sama. Persamaan kata gender dan seks memang terlihat dari segi bahasa, yaitu sama-sama memiliki arti jenis kelamin. Untuk mengenal konsep gender maka harus ada perbedaan pandangan antara konsep gender dan konsep seks. Santrock mengatakan bahwa istilah seks dan gender memiliki perbedaan dari segi dimensi. Istilah seks mengacu pada dimensi biologis seorang laki-laki dan perempuan, sedangkan gender mengacu pada dimensi sosial-budaya seorang laki-laki dan perempuan.

Baca juga:

Konsep gender bersifat dinamis dan cenderung berubah-ubah karena dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, perubahan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pembangunan masyarakat lainnya.  Misalnya, perempuan berkarakter lemah lembut dan emosional, sehingga perempuan hanya dapat berperan dalam sektor domestik seperti perempuan berperan sebagai ibu rumah tangga yang bertugas memasak, mencuci, menjaga anak. Konsep seks bersifat mutlak dan berhubungan dengan biologis. Misalnya, perempuan bisa hamil, menyusui, dan melahirkan, sedangkan laki-laki tidak.

Teori Gender

Teori gender berkaitan dengan komunikasi karena komunikasi dapat menentukan peran laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Hubungan antara gender dan komunikasi melahirkan teori-teori sebagai berikut:

1. Genderlect Theory

Teori genderlect theory atau yang sering disebut genderlect styles ini dikemukakan oleh Deborah Tannen, seorang professor linguistik dari Amerika. Teori ini merupakan salah satu teori yang mengkaji perbedaan laki-laki dan perempuan berdasarkan perbedaan budaya. Tannen menyatakan bahwa ketidakpahaman laki-laki dan perempuan pada gaya percakapan dapat menimbulkan masalah baru. Pembicaraan laki-laki terfokus pada pelayanan status dan kemandirian, sedangkan perempuan terfokus pada koneksitas. (Baca juga: Komunikasi Antar Budaya)

Teori ini mengkaji gaya percakapan (conversational style) seseorang melalui bagaimana penyampainnya. Tannen berpendapat bahwa sehingga muncul perbedaan gaya bicara dan berdampak komunikasi itu sendiri. Perbedaan tersebut dapat terjadi karena perbedaan budaya dalam gaya percakapan. Istilah yang digunakan untuk menilai pembicaraan perempuan yang berorientasi pada koneksi atau hubungan disebut raport talk.

Sedangkan, istilah yang digunakan untuk menilai pembicaraan laki-laki yang berorientasi pada status, perintah, dan argumentasi disebut report talk. Tannen memberikan pandangan mengenai perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang dikategorikan menjadi beberapa bagian sebagai berikut:

  • Public speaking dan private speaking: perempuan lebih nyaman menggunakan private speaking atau pembicaraan pribadi untuk menyampaikan informasi, berbeda dengan laki-laki yang lebih nyaman menggunakan public speaking atau pembicaraan publik ketika menyampaikan informasi.
  • Telling a story, laki-laki lebih suka bercerita terutama tema cerita yang berbau humor, sedangkan perempuan tidak suka bercerita.
  • Listening, perempuan lebih suka menjadi listener, sedangkan laki-laki kurang tertarik mendengarkan dan lebih memilih untuk menyetujui apa yang dikatakan perempuan.
  • Asking question, perempuan cenderung memberikan pertanyaan-pertanyaan secara detail agar lawan bicara memberikan persetujuan, sedangkan laki-laki bertanya untuk menunjukkan statusnya (kekuasaan).
  • Conflict, perempuan lebih mempermasalahkan konflik sebagai ancaman, sedangkan laki-laki memandang konflik sebagai sebuah tantangan yang harus dilalui.

2. Standpoint Theory

Teori ini dicetuskan oleh Sandra Harding dan Julia T. Wood. Standpoint theory memfokuskan pada pandangan manusia terhadap dunia sekitar. Teori ini memberikan persepsi bahwa kaum perempuan menjadi objek yang dimarginalkan. Menurut Harding, teori ini muncul dari teoritis feminisme sosial dengan menggantikan perempuan sebagai kaum yang didiskriminasi dalam kelas sosial.

Menurut Harding, teori ini menitikberatkan pada local location karena orang yang berada di puncak hirarki sosial adalah orang-orang yang mampu memberi pandangan mengenai perbedaan perempuan dan laki-laki. Selain itu, ada local knowledge yang berfungsi untuk memberikan pandangan yang berbeda terhadap pernyataan bahwa ilmu barat tradisional merupakan “truth” dengan bebas nilai dan objektif. (Baca juga: Teori Standpoint)

3. Muted Group Theory

Teori ini dikemukakan oleh Cheris Kramarae yang berperspektif bahwa perempuan cenderung memberikan keretakan atau masalah dalam berperan sebagai informan. Menurutnya, perempuan lebih sulit dimengerti ketika berkomunikasi dibandingkan dengan laki-laki. Hal tersebut terjadi karena perempuan bersifat raport talk, yang berorientasi pada hubungan dan keakraban, sedangkan laki-laki bersifat report talk, yang berorientasi pada penjelasan, perintah, dan kekuasaan.

Teori kelompok bungkam memfokuskan pada cara komunikasi kelompok dominan dalam kebungkaman kata, ide, dan wacana dalam kelompok marjinal. Bahasa menjadi salah satu kendala dalam teori ini karena bahasa tidak dapat menciptakan kesetaraan dalam berkomunikasi baik untuk laki-laki maupun perempuan. Perempuan berperan sebagai kelompok bungkam karena perempuan tidak bisa bebas berekspresi dalam mengemukakan pendapat. Berbeda dengan laki-laki yang bebas mengeluarkan ide dan pendapatnya.

Demikian penjelasan terkait bagaimana penerapan teori gender dalam komunikasi beserta konsep – konsepnya.