Semiotika adalah salah satu dari tujuh tradisi dalam teori komunikasi yang diungkapkan oleh Robert T. Craig. Sebagai sebuah teori komunikasi, teori semiotika komunikasi memandang komunikasi sebagai sebuah proses yang berdasarkan pada sistem tanda termasuk didalamnya adalah bahasa dan semua hal yang terkait dengan kode-kode nonverbal untuk berbagi makna yang melintasi kesenjangan yang terjadi antara sudut pandang subyektif. Hal ini dikarenakan kita tidak pernah dapat mengetahui secara langsung apa yang menjadi pikiran subyektif ataupun perasaan orang lain maka seluruh komunikasi dilakukan berdasarkan penggunaan tanda-tanda.
Dalam sudut pandang teori semiotika, berbagai masalah komunikasi yang seringkali terjadi adalah akibat adanya kesalahpahaman atau perbedaan dalam memberikan makna yang dipengaruhi oleh sifat kode-kode semiotika dan cara menggunakan tanda-tanda tersebut.
Sebagai sebuah teori komunikasi, teori semiotika dapat digunakan untuk menganalisa secara virtual berbagai hal yang menjadi bagian dari bidang komunikasi yang mencakup interaksi, media, organisasi, konteks kesehatan, budaya popular atau budaya pop, dan lain sebagainya.
Sebagai sebuah metode penelitian kualitatif, semiologi dapat diaplikasikan ke dalam berbagai konteks komunikasi oleh para peneliti, seperti misalnya kajian media. Roland Barthes adalah salah satu ahli semiotika yang menunjukkan sebuah doktrin semiotika baru yang memungkinkan para peneliti untuk menganalisa sistem tanda guna membuktikan bagaimana komunikasi nonverbal terbuka terhadap interpretasi melalui makna tambahan atau connotative (Bouzida, 2014).
Pengertian Semiotika Menurut Para Ahli
Secara umum, semiotika adalah ilmu tentang tanda. Terdapat berbagai macam pengertian tentang semiotika yang dirumuskan oleh para ahli semiotika, diantaranya adalah :
Sebagai sebuah studi tentang tanda dan sistem tanda, teori semiotika modern pertama kali muncul pada abad 17 yang ditandai dengan tulisan John Locke yang menyatakan bahwa ketika berkomunikasi perlu menyertakan berbagai ide yang jelas ke dalam kata-kata. Pada kisaran tahun 1950an – 1960an, berkembang sebuah gerakan intelektual yang disebut dengan strukturalisme dengan semiologi sebagai salah satu model. Tokoh-tokoh yang menjadi bagian dari gerakan ini adalah Ferdinand de Saussure, Roman Jakobson, C. Levi-Strauss, Julia Kristeva, Umberto Uco, Thomas Sebeok, dan Roland Barthes.
Baca : Komunikasi Dua Arah
Dalam bukunya Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Denis McQuail menjelaskan terntang strukturalisme dan semiologi. Menurut McQuail, istilah strukturalisme merujuk pada suatu perkembangan dari ilmu bahasa yang berakar dari Ferdinand de Saussure. Strukturalisme mengkombinasikan berbagai prinsip ilmu bahasa dan antropologi struktural.
Strukturalisme dapat dikatakan berbeda dari ilmu bahasa karena fokus dari strukturalisme adalah pada bahasa verbal dan pada setiap sistem tanda yang bersifat seperti bahasa serta pemilihan teks dan artinya dalam kaitannya dengan kebudayaan. Lebih lanjut McQuail menjelaskan bahwa semiologi atau semiotika adalah ilmu umum tentang tanda yang mencakup strukturalisme dan hal-hal lain yang sejenis. Karena itu, semua hal yang berkaitan dengan signifikansi (signification) betapapun sangat tidak terstruktur, beraneka ragam dan terpisah-pisah (McQuail, 1987 : 181).
Baca : Teori Kultivasi
Kemudian, semiotika tumbuh dan berkembang ke dalam dua tradisi yang berbeda, yaitu semiologi yang dikenalkan oleh Ferdinand de Saussure dan semiotika yang dikenalkan oleh Charles Sanders Peirce. Dalam teori semiotika Charles Sanders Peirce, yang menjadi kajian adalah analisa terhadap fungsi-fungsi kognitif tanda dan membedakan berbagai jenis tanda seperti ikon, indeks, dan simbol. Sementara itu, dalam teori semiotika Ferdinand de Saussure, yang menjadi kajian adalah analisa terhadap sistematika struktur bahasa dan sistem tanda lainnya sebagai sebuah fenomena sosial. Salah seorang ahli yang mengikuti serta mengimplentasikan teori semiotika Ferdinand de Saussure secara eksplisit adalah Roland Barthes.
Konsep Semiotika Roland Barthes
Menurut Roland Barthes, semiotika memiliki beberapa konsep inti, yaitu signification, denotation dan connotation, dan metalanguage atau myth (Yan dan Ming, 2014).
Menurut Barthes, signification dapat dipahami sebagai sebuah proses yang berupa tindakan, yang mengikat signifier dan signified, dan yang menghasilkan sebuah tanda. Dalam proses tersebut, dua bagian dari sebuah tanda tergantung satu sama lain dalam arti bahwa signified diungkapkan melalui signifier, dan signifier diungkapkan dengan signified. Misalnya, kata “kucing”. Ketika kita mengintegrasikan signifier “kucing” dengan signified “hewan berkaki empat yang mengeong”, maka bahasa tanda “kucing” pun muncul. Proses ini disebut sebagai signification atau sebuah sistem signifikasi. (Baca : Filsafat Komunikasi)
Dalam semiotika, denotation dan connotation adalah dua istilah yang menggambarkan hubungan antara signifier dan signified. Selain itu, denotation dan connotation juga menggambarkan sebuah perbedaan analitis yang dibuat antara dua jenis signified yaitu denotative signified dan connotative signified (Chandler, 2008). Denotation dan connotation selalu digambarkan dalam istilah level of representation atau level of meaning. Dalam bukunya yang berjudul Elements of Semiology (1964), Roland Barthes membedakan denotation dan connotation dengan merujuk pada pendapat Louis Hjelmslev dengan menggunakan istilah orders of signification.
(Baca : Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi)
Denotation adalah order of signification yang pertama. Pada tingkatan ini terdapat sebuah tanda yang terdiri atas sebuah signifier dan sebuah signified. Dalam artian, denotation merupakan apa yang kita pikirkan sebagai sebuah literal, bersifat tetap, dan memiliki makna kamus sebuah kata yang secara ideal telah disepakati secara universal. Sedangkan, connotation adalah order of signification yang kedua yang berisi perubahan makna kata secara asosiatif. Menurut Barthes, hal ini hanya berlaku pada tataran teoritis. Pada tataran praktis, membatasi makna ke dalam sebuah denotative akan sangat sulit karena tanda selalu meninggalkan jejak makna dari konteks sebelumnya.
(Baca : Teori Fenomenologi)
Pada bagian akhir dari bukunya yang berjudul Mythologies, Roland Barthes mengkombinasikan beberapa contoh kasus ke dalam sebuah satu teori yang diramu melalui tulisannya yang berjudul Myth Today. Barthes mencoba untuk mengkonseptualisasikan mitos sebagai sebuah sistem komunikasi, oleh karena itu sebuah pesan tidak dapat mungkin menjadi sebuah obyek, konsep, atau gagasan, melainkan sebuah bentuk signification. Ia juga menganalisa proses mitos secara jelas dengan menyajikan contoh-contoh yang khusus.
Berdasarkan definisi yang dirumuskan oleh Ferdinand de Saussure, Barthes berpendapat bahwa signification dapat dibagi kedalam denotation dan connotation. Yang dimaksud dengan denotation tingkatan makna deskriptif dan literal yang dibagi oleh sebagian besar anggota dalam sebuah kebudayaan. Sedangkan, yang dimaksud dengan connotation adalah makna yang diberikan oleh signifiers yang terhubung dengan kebudayaan yang lebih luas seperti kepercayaan, sikap, kerangka kerja dan ideologi bentukan sosial.
Menurut Barthes, mitos adalah signification dalam tingkatan connotation. Jika sebuah tanda diadopsi secara berulang dalam dimensi syntagmatic maka bagian adopsi akan terlihat lebih sesuai dibandingkan dengan penerapan lainnya dalam paradigmatic. Kemudian connotation tanda menjadi dinaturalisasi dan dinormalisasi. Naturalisasi mitos adalah sebuah bentukan budaya.
Mitos merupakan a second-order semiological system. Sebuah tanda dalam sistem pertama menjadi signifier pada sistem kedua. Menurut Barthes, tanda adalah sistem pertama, atau bahasa, sebagai bahasa obyek, dan mitos sebagai metalanguage. Signification mitos menghapus sejarah atau narasi tanda dan mengisi ruang kososng tersebut dengan makna yang baru. (Baca : Bahasa Sebagai Alat Komunikasi)
Analisis Semiologi
Sebuah analisis semiologi secara khusus meneliti bagaimana beberapa bagian teks (kata, gambar, film, iklan majalah, lagu, dan lain-lain) digunakan untuk membentuk makna. Teks dapat dibentuk oleh seorang produser untuk satu orang atau khalayak umum. Teks juga dapat dibentuk secara bersama-sama oleh para partisipan namun dalam banyak kasus makna akan sangat bervariasi bagi partisipan. Oleh karena itu, semiotika dapat menjadi sebuah metode untuk membentuk serta menganalisa bagaimana komunikasi bekerja. Sebagai sebuah hasil adalah teori semiotika bermanfaat sebagai alat untuk meneliti atau menyelidiki berbagai kesalahpahaman dalam komunikasi antarbudaya (Hurwitz, 2009).
Menurut Barthes, analisis semiologis melibatkan dua kegiatan yatu diseksi dan artikulasi.
Tahapan analisis semiologis
Tahapan ini bertujuan untuk mengidentifikasi kegiatan-kegiatan penting yang dilakukan oleh analis ketika mereka melakukan sebuah kritik atau kajian terhadap teks seperti iklan, berbagai jenis program televisi, film, lukisan dan lain-lain. Terdapat beberapa tahapan untuk melakukan analisis semiologis, yaitu :
Baca :
Daalam tataran praktis, analisis semiologis adalah sebuah elemen penting untuk memahami, decode pesan-pesan visual yang digunakan oleh media, dan untuk membentuk makna yang mengacu pada asosiasi pribadi dan sosio budaya di dalam tingkatan signifikansi kedua yaitu connotation. Semiologi dapat diterapkan dalam konteks media untuk menganalisa teks media, film, dan lain-lain.
Menurut Em Griffin (2006), terdapat beberapa contoh penerapan teori semiotika Barthes oleh peneliti, diantaranya adalah sebagai berikut :
Baca :
Mempelajari teori semiotika Roland Barthes dapat memberikan manfaat, diantaranya :
Baca : Prospek Kerja Ilmu Komunikasi
Demikianlah uraian singkat tentang teori semiotika yang dikemukakan oleh Roland Barthes. Semoga dapat menambah pengetahuan kita tentang semiotika sebagai teori komunikasi. Semoga bermanfaat.
Perdebatan maupun pertengkaran dalam sebuah hubungan memang menjadi sebuah hal yang wajar terjadi, namun yang…
Dalam menjalankan sebuah usaha, berkomunikasi menjadi hal yang perlu dilakukan dan tidak boleh diabaikan begitu…
Seperti yang diketahui, dengan maraknya pandemi Covid-19 yang menyerang hampir ke penjuru dunia, banyak aktifitas…
Sosial media menjadi sebuah lahan promosi yang cukup menguntungkan dan bisa dengan mudah untuk digunakan…
Saat ini digital marketing atau pemasaran digital menjadi senjata yang cukup ampuh bagi mereka pelaku…
Komunikasi Teraupetik adalah sejenis komunikasi yang dirancang dan direncanakan dengan tujuan terapi untuk membina hubungan…