Salah satu perspektif kritis yang sangat penting dalam teori-teori sosial di abad 20 adalah perspektif “hidup adalah drama”.
Para ahli menggunakan perspektif ini untuk menggali dan memahami tindakan manusia. Menurut perspektif ini, manusia merupakan aktor yang memainkan peran; kegiatan manusia diibaratkan sebagai tindakan, adegan, dan kejadian atau peristiwa; manusia didorong oleh motif, niat, dan tujuan tertentu untuk membuat pilihan moral; interaksi manusia berpusat pada konflik yang bergerak melalui bentuk tertentu dan mengarah pada resolusi konflik.
Berbagai macam teori yang menggunakan perspektif ini umumnya dikategorikan ke dalam teori-teori dramatistik atau teori penampilan. Yang termasuk dalam teori dramatistik atau teori penampilan diantaranya adalah teori dramaturgi, teori drama sosial, dan teori dramatisme.
Teori-teori tersebut merupakan teori-teori yang mengoreksi teori-teori sebelumnya yang menggunakan metafora mesin dan hewan untuk menggambarkan dan memahami manusia. Salah satu teori dramatistik atau teori penampilan yang akan kita ulas kali ini adalah teori dramatisme.
Teori dramatisme adalah salah satu teori komunikasi dalam tradisi retorika yang dikembangkan oleh Kenneth Burke pada awal tahun 1950an untuk menganalisa hubungan antar manusia. Seperti halnya teori dramaturgi yang dikemukakan oleh Erving Goffman, teori dramatisme juga terinspirasi oleh konsep dasar interaksi sosial yang dikemukakan oleh penggagas teori interaksi simbolik George Herbert Mead terutama pada digunakannya simbol-simbol dalam interaksi sosial.
Dramatisme adalah sebuah pendekatan yang digunakan untuk memahami penggunaan simbol-simbol dalam dunia sosial. Pendekatan ini sangat penting bagi teori komunikasi karena penggunaan simbol-simbol yang utama terjadi melalui bahasa sebagai alat komunikasi. Dalam pandangan Burke, bahasa lebih dari sekedar alat.
Bahasa melegitimasi, mengkategorikan, dan menampilkan makna sosial. Sebagai kritikus literasi, Burke kemudian mengkaji bahasa dan masyarakat melalui analisis tindakan simbolis yang didasarkan pada asumsi bahwa pada dasarnya bahasa adalah jenis tindakan atau ekspresi sikap daripada sebagai instrumen defnisi.
Teori dramatisme telah diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu seperti ilmu politik, sosiologi, kritik literasi, retorika, komunikasi organisasi, dan komunikasi interpersonal atau komunikasi antar pribadi. Beberapa tokoh atau murid Burke yang menerapkan teori dramatisme diantaranya adalah Susan Sontag (filsafat), H.D Duncan (sosiologi), D. Graber (ilmu politik), dan Erving Goffman (komunikasi interpersonal). Teori dramatisme terus mengalami perkembangan sebagai alat bantu untuk memahami kompleksnya penggunaan simbol manusia.
Adapun asumsi dasar teori dramatisme adalah sebagai berikut (Floyd dkk, 2017 : 83-84) :
Manusia menciptakan simbol-simbol, memberikan respon terhadap simbol-simbol, dan memahami keberadaannya melalui simbol-simbol.
Menurut Burke, sifat hewani yang ada dalam diri manusia dan simbol-simbol memberikan motivasi kepada kita untuk melakukan sesuatu dan bahasa adalah sistem simbol yang paling penting. Simbol-simbol ini yang membuat manusia memiliki kemampuan yang unik untuk merasakan ketidakhadiran sesuatu atau hal-hal negatif lainnya.
Simbol memiliki beberapa fungsi, diantaranya adalah menciptakan dan mempertahankan hierarki kekuasaan dan identifikasi diantara kelompok-kelompok yang berbeda. Simbol juga memungkinkan terjadinya ketidaksesuaian seperti menciptakan kondisi konflik dan secara bersamaan menyatukan individu untuk melawan konflik.
Burke berpendapat bahwa dramatisme lebih dari sekedar metafora bagi kisah kehidupan. Bagi Burke, hubungan antara hidup dan drama bersifat literal daripada metafora.
Manusia memiliki peran yang sangat nyata di atas panggung kehidupan sebagai upaya mereka memberikan dampak kepada orang lain. Drama ini mengarahkan jalan bagi individu, kelompok, dan organisasi memandu perilaku mereka.
Dramatisme juga mengakui bahwa manusia cenderung untuk bertindak dibandingkan dengan bergerak. Perbedaan antara tindakan dan gerakan adalah bahwa manusia membuat berbagai macam pilihan untuk bertindak melalui simbol-simbol.
Sementara itu, obyek-obyek fisik lainnya seperti hewan, tumbuhan, dan lain-lain tidak melakukan tindakan melainkan gerakan. Pilihan manusia untuk bertindak adalah dasar seluruh motivasi manusia. Dan karenanya simbol-simbol menjadi situs untuk menemukan motivasi.
Burke berpendapat bahwa ketika manusia menggunakan simbol-simbol dengan tujuan untuk berinteraksi, mereka menyaring pengalaman hidup sosial mereka melalui layar terministik. Layar terministik inilah yang mengarahkan perhatian mereka pada representasi realitas tertentu dan menjauh dari yang lainnya.
Layar terministik ini memiliki dampak yang sangat luas yakni mengikat nilai-nilai hingga membentuk sistem kepercayaan atau ideologi. Ideologi inilah yang menyaring pemahaman kita tentang orang lain serta komunikasi yang kita lakukan dengan orang lain sebagaimana pilihan kita untuk bertindak.
Bahasa merupakan alat yang membantu kita untuk membingkai dan mensimbolisasi pengalaman manusia di dalam situasi sosial.
Penelitian yang dilakukan Burke juga menekankan pada motivasi yang mendorong pemahaman dan kritik manusia terhadap keberadaan sosial. Kita peru memahami motivasi manusia dengan menyadari apa yang mendorong tindakan manusia.
Burke menekankan bahwa motif diturunkan dari psikologi, dari akuisisi bahasa pada masa bayi, dan dari perkembangan dan penggunaan bahasa di masa dewasa. Sebagai alat untuk menganalisis motif, Burke bersandar pada pentad dramatisme sebagai inti teori bahasa dan tindakan sosial.
Menurut Flyod dkk (2017), terdapat empat konsep dasar dalam teori dramatisme, yaitu pentad, consubstantiality, identification, dan guilt.
1. Pentad
Konsep pertama dan yang paling penting dalam dramatisme adalah pentad. Pentad dramatis adalah instrumen yang digunakan sebagai seperangkat konsep yang saling terhubung satu sama lain yang dapat membantu kita memahami tindakan manusia dan menemukan motivasi dari berbagai tindakan manusia. Pentad dramatis ini adalah lima elemen utama drama manusia yaitu act, scene, agent, agency, dan the purpose.
Jika dicermati, kelima elemen drama manusia tersebut memiliki kesamaan dengan unsur-unsur berita dalam praktek jurnalistik standar yang menjawab pertanyaan apa (what), di mana (where), siapa (who), bagaimana (how), dan mengapa (why) dalam teknik penulisan berita ataupun teras berita.
Pernyataan lengkap apapun tentang motif akan menawarkan beberapa jenis jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Selain kelima elemen tersebut, Burke juga menambahkan elemen keenam yaitu attitude atau sikap guna memperjelas cara pendekatan agent saat melakukan tindakan.
Pentad dramatistik merupakan model dasar yang digunakan oleh para kritikus untuk menganalisa penggunaan simbol-simbol oleh manusia dalam komunikasi. Disamping itu, pentad dramatis juga dapat membantu mengidentifikasi ideologi atau pandangan dimana komunikator membentuk pesan (Baca juga : Teori Produksi Pesan).
2. Consubstantiality
Konsep dalam dramatisme selanjutnya adalah consubstantiality. Consubstantiality mengandung makna berbagi substansi dengan yang lain atau bertindak bersama. Konsep ini, menurut Burke, membantu untuk menjelaskan dimensi tindakan sosial.
Burke menjelaskan bahwa consubstantiality adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada hasrat manusia untuk terhubung dengan manusia lainnya. Ketika kita menggunakan simbol-simbol dan retorika, kita berusaha untuk memenuhi beberapa kebutuhan seperti terhubung dengan orang lain.
Burke berpendapat bahwa dorongan terhadap consubstantiality merupakan hasil dari proses bawah sadar manusia. Dalam hal ini, retorika menjadi sangat penting untuk memenuhi hasrat manusia.
3. Identification – identifikasi
Konsep ketiga dalam teori dramatisme yang berkaitan erat dengan consubstantiality adalah identification. Menurut Burke, identification merujuk pada sebuah proses dimana kita berusaha untuk berbagi simbol, perspektif, dan kehidupan. Identification bekerja bersamaan dengan division.
Burke percaya bahwa ketika kita berusaha untuk membangun hubungan yang sempurna dengan orang lain, hal terbaik yang dapat kita harapkan adalah identification dan division yang meliputi seluruh cara dimana kita gagal untuk terhubung atau gagal untuk menjadi consubstantial dengan yang lain.
4. Guilt – kesalahan atau perasaan bersalah
Guilt adalah konsep yang merefleksikan permasalahan filosofis yang terdalam dan terkait dengan redemption. Guilt meliputi konstelasi emosi manusia yang dinyatakan sebagai kecemasan, memuakkan, dan memalukan.
Sementara itu, redemption adalah pembebasan dari guilt atau tindakan negatif dan membuat kesalahan yang mengarah pada dosa.
Siklus guilt-redemption merujuk pada proses merasa bersalah dan berusaha untuk mengurangi perasaan bersalah tersebut. Proses ini mengikuti pola yang dapat diprediksi yaitu tatanan atau hierarki, negatif, korban, dan penebusan atau pembebasan.
Teori dramatisme yang dicetuskan oleh Burke tidak terlepas dari berbagai kritik yang dilontarkan oleh para ahli. Kritik-kritik terhadap teori dramatisme diantaranya adalah :
Mempelajari teori dramatisme dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya adalah :
Demikianlah ulasan singkat tentang teori dramatisme dalam teori komunikasi. Semoga dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita tentang teori dramatisme terkait dengan asumsi, konsep dasar, serta kritik yang disampaikan oleh para ahli.
Perdebatan maupun pertengkaran dalam sebuah hubungan memang menjadi sebuah hal yang wajar terjadi, namun yang…
Dalam menjalankan sebuah usaha, berkomunikasi menjadi hal yang perlu dilakukan dan tidak boleh diabaikan begitu…
Seperti yang diketahui, dengan maraknya pandemi Covid-19 yang menyerang hampir ke penjuru dunia, banyak aktifitas…
Sosial media menjadi sebuah lahan promosi yang cukup menguntungkan dan bisa dengan mudah untuk digunakan…
Saat ini digital marketing atau pemasaran digital menjadi senjata yang cukup ampuh bagi mereka pelaku…
Komunikasi Teraupetik adalah sejenis komunikasi yang dirancang dan direncanakan dengan tujuan terapi untuk membina hubungan…