Dalam psikologi, teori sifat atau disebut juga dengan teori disposisional adalah sebuah pendekatan untuk mempelajari kepribadian dan perilaku manusia.
Sifat kepribadian didefinisikan sebagai pola kebiasaan dalam berperilaku, berpikir, dan meluapkan emosi yang diwujudkan dalam sejumlah situasi.
Tidak seperti teori kepribadian lainnya, misalnya teori psikoanalisis dalam psikologi komunikasi atau teori-teori humanistik, teori sifat kepribadian lebih menitikberatkan pada perbedaan antara individu dengan individu lainnya.
Kombinasi dan interaksi berbagai macam sifat, membentuk kepribadian yang unik bagi masing-masing individu. Dengan kata lain, teori sifat menekankan pada identifikasi dan pengukuran karakteristik kepribadian individu. Hal terpenting sifat adalah sebagai aspek kepribadian yang relatif stabil sepanjang waktu, relatif konsisten dalam segala situasi, berbeda bagi setiap orang, dan mempengaruhi perilaku.
Baca juga :
Dalam komunikasi, teori sifat merupakan salah satu pendekatan utama untuk mempelajari komunikasi manusia. Teori sifat menyatakan bahwa orang cenderung untuk menampilkan gaya komunikasi tertentu dan memprediksi bahwa sifat-sifat yang dimiliki seseorang membuat seseorang berkomunikasi berdasarkan cara tertentu.
Karakteristik pendekatan sifat dalam komunikasi manusia berkembang dari definisi sifat itu sendiri yakni predisposisi yang stabil untuk menampilkan perilaku tertentu. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa manusia terdiri dari berbagai predisposisi yang relatif stabil dalam berbagai konteks dan situasi.
Menurut Kim (2009), teori sifat kepribadian berusaha untuk menemukan beberapa karakteristik psikologis yang relatif konstan bagi seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai situasi.
Pendekatan teori sifat dalam komunikasi menempatkan lokus tindakan di dalam predisposisi individu untuk memulai tindakan atau untuk bereaksi terhadap perilaku.
Sebagai salah satu pendekatan utama dalam komunikasi manusia, teori sifat telah memberikan dampak yang sangat besar terhadap berbagai penelitian komunikasi, salah satunya adalah penelitian komunikasi politik.
Dalam penelitian komunikasi politik, para ahli kerap menggunakan teori sifat sebagai alat untuk menjelaskan kaitan antara kepribadian dan perilaku politik; baik perilaku politik penguasa maupun perilaku politik warga negara.
Kajian tentang kepribadian dan politik utamanya menekankan pada efek kepribadian kepemimpinan terhadap pengambilan keputusan dan konsekuensi kepribadian massa terhadap batasan kepemimpinan.
Selain itu, kajian tentang kepribadian politik juga berkenaan dengan perilaku politik warga negara yang mencakup efek kepribadian warga negara terhadap informasi politik; nilai-nilai, orientasi, dan sikap pemilih; partisipasi politik pemilih dan perilaku pemilih.
Dengan demikian, teori sifat dalam komunikasi politik mengacu pada pendekatan yang digunakan untuk mempelajari kepribadian dan kaitannya dengan perilaku politik dua unsur komunikasi politik yaitu komunikator maupun komunikan atau komunikate.
Baca juga :
Teori sifat kepribadian sejatinya digagas pertama kali oleh Gordon Allport (1936). Hasil kajiannya tentang sifat kepribadian dipandang sebagai awal dari kajian psikologi kepribadian modern. Allport memandang sifat kepribadian sebagai disposisi.
Menurut Allport, terdapat tiga macam disposisi yaitu disposisi kardinal, disposisi pusat, dan disposisi sekunder.
Para ahli kemudian mengembangkan teori sifat kepribadian lain seperti teori 16 kepribadian Raymond Cattell, teori tiga dimensi kepribadian Eysenck, teori lima faktor kepribadian, dan lain-lain.
Baca juga:
Jenis Teori
Dalam komunikasi politik, terdapat beberapa teori sifat yang dapat digunakan untuk menjelaskan kaitan antara kepribadian dan perilaku politik, diantaranya adalah teori Lima Faktor Kepribadian, teori Tiga Dimensi Kepribadian, teori Unitary Traits, teori Constellation of Traits, teori Situational, dan teori Interaction.
Teori Lima Faktor Kepribadian digagas oleh Robert R. McCrae dan Paul T. Costa, Jr yang didasarkan atas Model Lima Faktor atau yang dikenal dengan the Big Five. Teori Lima Faktor Kepribadian merupakan representasi lima sifat inti yang saling berinteraksi untuk membentuk kepribadian manusia. Kelima faktor kepribadian itu adalah openness, conscientiousness, extraversion, agreeableness, dan neuroticism.
Openness mengacu pada kecenderungan seseorang untuk bersikap lebih terbuka pada kebaruan, toleransi terhadap perbedaan, memiliki minat yang luas terhadap berbagai macam hal, dan lain-lain. Orang yang memiliki sifat terbuka yang tinggi cenderung untuk lebih kreatif dan memiliki sifat petualang. Sementara itu, orang dengan sifat terbuka yang rendah kerapkali lebih bersikap tradisional dan tidak menyukai hal-hal yang baru.
Conscientiousness berkaitan dengan organisasi dan pencapaian. Orang yang memiliki sifat conscientiousness yang tinggi cenderung lebih ambisius dibandingkan dengan orang yang memiliki sifat conscientiousness yang rendah.
Extraversion adalah kecenderungan untuk mencari dan terikat dengan orang lain atau organisasi. Orang dengan extraversion yang tinggi cenderung lebih bersikap santai dan memperoleh energi positif dari berbagai situasi sosial. Sementara itu, orang dengan extraversion yang rendah cenderung lebih menarik diri, mudah merasa cemas, dan lain-lain.
Agreeableness adalah kecenderungan untuk berperilaku prososial. Orang dengan agreeableness yang tinggi cenderung untuk lebih kooperatif dengan orang lain. Sementara itu, orang dengan agreeableness yang rendah cenderung untuk lebih kompetitif dan manipulatif.
Neuroticism mengacu pada kecenderungan seseorang untuk bersikap emosional yang ditandai dengan tidak stabilnya emosi. Orang yang memiliki sifat neuroticism yang tinggi cenderung untuk mengalami rasa cemas, sedih, khawatir, dan lain-lain. Sementara itu, orang yang memiliki sifat neuroticism yang rendah cenderung lebih stabil emosinya.
Teori Tiga Dimensi Kepribadian dikemukakan oleh Hans Eysenck yang didasarkan atas faktor-faktor biologi. Ia menyatakan bahwa setiap individu mewarisi sejenis sistem saraf yang mempengaruhi kemampuan mereka untuk belajar dan beradaptasi dengan lingkungan. Dengan menggunakan teknik analisis faktor, Eysenck menemukan tiga dimensi kepribadian yaitu interoversion-extraversion, neuroticism-emotional stability, dan psychoticism.
Introversion menekankan pada pengalaman dalam diri dan extraversion menekankan pada orang-orang dan lingkungan yang ada di luar diri seseorang. Orang dengan introversion yang tinggi akan cenderung untuk diam. Sebailknya, orang dengan extraversion yang tinggi sangat mudah untuk bersosialisasi dengan orang lain.
Neuroticism mengacu pada kecenderungan seseorang untuk bersikap emosional. Sementara itu, emotional stability mengacu pada kecenderungan seseorang untuk bersikap tenang atau memiliki emosi yang konstan.
Psychoticism mengacu pada kecenderungan seseorang untuk bersikap dingin, agresif, dan antisosial. Orang yang memiliki sifat psychoticism yang tinggi cenderung merasa kesulitan untuk menghadapi kenyataan dan antisosial, agresif, tidak memiliki sikap empati, dan manipulatif.
Unitary trait theory berpendapat bahwa sifat kepemimpinan dapat diidentifikasi dan diukur. Teori ini dibangun berdasarkan beberapa prinsip yaitu sifat kepemimpinan ada yang bersifat bawaan, pemimpin itu sendiri yang memiliki sifat kepemimpinan, setiap individu berbeda dalam hal tingkatan dimana mereka memiliki sifat kepemimpinan tersebut, dan ketika sifat kepemimpinan itu dimiliki akan berfungsi dengan kekuatan yang sama dalam berbagai situasi.
Constellation of traits theory menyatakan bahwa seorang pemimpin memiliki sifat-sifat yang sama dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh orang kebanyakan namun dengan memadupadankan sifat-sifat umum ini dengan sifat kepemimpinan sehingga sifat yang dimiliki berbeda dari orang lain.
Situational theory adalah teori kepemimpinan yang didasarkan pada asumsi bahwa kepemimpinan yang efektif bergantung pada situasi tertentu dan melibatkan kesesuaian antara kepribadian, tugas, kekuasaan, sikap, dan persepsi.
Pemimpin yang efektif akan melakukan diagnosa situasi, mengidentifikasi gaya kepemimpinan yang paling efektif, dan kemudian menentukan apakah pemimpin dapat menerapkannya gaya kepemimpinan yang dibutuhkan.
Para ahli teori kepemimpinan menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepemimpinan seperti lingkungan kerja, sistem nilai organisasi, dan kompleksitas situasional.
Teori yang digagas oleh Thomas Carlyle ini memandang kepemimpinan sebagai hasil dari interaksi antara sifat kepribadian pemimpin dan konteks sosial.
Dari sekian banyak teori sifat dalam komunikasi politik, teori-teori di atas banyak digunakan oleh para ahli sebagai alat untuk memahami politik, politisi, dan perilaku politik. Perilaku politik tidak hanya berkenaan pada sisi komunikator politik melainkan juga menyentuh sisi komunikan politik atau warga negara sebagai pihak yang dipimpin terkait dengan pilihan politik, partisipasi politik, atau perilaku pemilih.
Baca juga :
Mempelajari teori sifat dalam komunikasi politik dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya adalah :
Demikianlah ulasan singkat tentang teori sifat dalam komunikasi politik. Semoga dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita tentang teori sifat dalam komunikasi politik yang merupakan salah satu pendekatan dalam psikologi politik terkait dengan pengertian, sejarah, dan berbagai teori yang tercakup di dalamnya.
Perdebatan maupun pertengkaran dalam sebuah hubungan memang menjadi sebuah hal yang wajar terjadi, namun yang…
Dalam menjalankan sebuah usaha, berkomunikasi menjadi hal yang perlu dilakukan dan tidak boleh diabaikan begitu…
Seperti yang diketahui, dengan maraknya pandemi Covid-19 yang menyerang hampir ke penjuru dunia, banyak aktifitas…
Sosial media menjadi sebuah lahan promosi yang cukup menguntungkan dan bisa dengan mudah untuk digunakan…
Saat ini digital marketing atau pemasaran digital menjadi senjata yang cukup ampuh bagi mereka pelaku…
Komunikasi Teraupetik adalah sejenis komunikasi yang dirancang dan direncanakan dengan tujuan terapi untuk membina hubungan…