Sejatinya manusia adalah pencipta atau pembuat simbol. Secara umum, simbol dimaknai sebagai representasi arbriter pikiran, ide, emosi, obyek, atau tindakan yang digunakan untuk menyandi dan mengawa-sandi makna.
Dalam komunikasi manusia, simbol adalah sebuah ekspresi yang ditujukan untuk merepresentasikan sesuatu yang lain (Samovar dkk, 16). Simbol tidak memiliki hubungan dengan apa yang diwakilinya.
Dalam artian simbol dipilih secara arbriter dan dipelajari. Kemampuan manusia untuk membuat atau menciptakan simbol-simbol memungkinkan dirinya untuk berinteraksi satu sama lain dan memudahkan proses pewarisan budaya dari generasi ke generasi.
Manusia menggunakan simbol-simbol tidak hanya untuk berinteraksi satu sama lain melainkan juga untuk mengekspresikan ideologi dan sistem sosial tertentu serta untuk merepresentasikan berbagai aspek dari budaya.
Evolusi budaya yang berjalan beriringan dengan sejarah penggunaan simbol dalam ilmu komunikasi, sejarah perkembangan teknologi komunikasi, dan sejarah perkembangan teknologi informasi, telah memberikan banyak sekali kemudahan bagi manusia untuk membuat, menerima, menyimpan, dan memanipulasi simbol-simbol.
Simbol memiliki beberapa karateristik yaitu arbriter, ambigu, dan abstrak.
1. Simbol bersifat arbriter
Sifat arbriter simbol akan berbeda bagi setiap budaya karena simbol tidak memiliki hubungan dengan apa yang ia wakili.
Dengan kata lain, meskipun semua budaya menggunakan simbol-simbol, mereka biasanya memiliki makna tersendiri terhadap simbol-simbol.
Karena itulah, tujuan setiap budaya menggunakan simbol akan berbeda satu sama lain (Baca juga : Sistem Simbol dalam Komunikasi Lintas Budaya).
2. Simbol bersifat ambigu
Dalam artian simbol memiliki beberapa makna yang mungkin. Makna simbol akan berubah seiring berjalannya waktu, terjadi perubahan dalam norma sosial, nilai-nilai, dan kehadiran teknologi.
Beragamnya kemungkinan makna simbol tidak menjadi hambatan kita untuk berkomunikasi dengan orang lain karena makna simbol disepakati bersama orang lain melalui bahasa sebagai alat komunikasi.
Hal ini ditegaskan oleh penggagas model komunikasi Gudykunst yakni Gudykunst dan Kim yang menyatakan bahwa hal terpenting yang harus diingat adalah simbol dikatakan sebagai simbol hanya karena sekelompok orang sepakat untuk mempertimbangkannya.
Tanpa adanya kesepakatan berdasarkan sistem simbol, kita dapat membagi makna yang relatif kecil dengan orang lain.
3. Simbol bersifat abstrak
Dalam artian, kata-kata bukanlah materi ataupun fisik melainkan tingkatan abstraksi tertentu yang inheren dalam kenyataan bahwa simbol hanya dapat merepresentasikan obyek atau ide.
Abstraksi memungkinkan kita untuk menggunakan frasa dan akan sangat membantu saat kita ingin mengkomunikasikan konsep-konsep yang kompleks dengan cara yang sederhana (Baca juga : Peran Bahasa dalam Komunikasi Antarbudaya).
Dalam komunikasi antarbudaya, simbol-simbol dapat berupa simbol verbal maupun simbol nonverbal.
Simbol-simbol verbal
Simbol-simbol verbal sejatinya hanya merupakan representasi simbolis, namun simbol-simbol verbal tetap dapat memiliki kekuatan dan sangat fleksibel.
Saat kita menggunakan bahasa, sejatinya kita tengah mengekspresikan pemikiran kita dan menciptakan pikiran kita dan memutusakan apa yang pantas untuk dipikrkan. Simbol-simbol verbal menunjukkan makna atau emosi melalui kata-kata tertulis atau kata-kata yang diucapkan.
Terdapat dua macam simbol-simbol verbal, yaitu kata-kata tertulis dan kata-kata yang diucapkan.
Simbol-simbol nonverbal
Sebagaimana simbol-simbol verbal, simbol-simbol nonverbal juga digunakan untuk menerjemahkan pikiran seseorang dalam cakupan yang sangat terbatas. Terdapat delapan macam simbol-simbol nonverbal, yaitu :
Mengacu pada digunakannya gerakan tubuh yang mengandung makna. Masing-masing budaya memiliki cara tersendiri menggunakan bahasa tubuh saat berkomunikasi.
Negara-negara yang menganut budaya konteks tinggi seperti Arab Saudi umumnya lebih banyak menggunakan bahasa tubuh dibandingkan dengan negara-negara yang menganut budaya konteks rendah seperti Amerika Serikat karena bahasa tubuh dalam komunikasi dapat membawa banyak sekali makna dibandingkan dengan simbol-simbol verbal.
Mengacu digunakannya air muka dan tatapan mata untuk menyampaikan makna tertentu terkait dengan emosi. Pada budaya konteks tinggi, emosi tidak secara langsung ditampilkan melalui ekspresi wajah.
Sedangkan pada budaya konteks rendah, emosi tidak selalu disampaikan melalui ekspresi wajah melainkan melalui gerakan tubuh. Terkait dengan kontak mata, pada budaya konteks tinggi, orang cenderung untuk menundukkan pandangannya ketika berkomunikasi dengan orang lain terutama dengan lawan jenis.
Hal ini berbeda dengan budaya konteks rendah yang lebih menekankan pada adanya kontak mata saat berkomunikasi karena mata merupakan jendela hati.
Mengacu pada pengaturan jarak dan ruang. Pada budaya konteks tinggi, orang cenderung akan duduk berdekatan dengan orang lain dan kedekatan selama percakapan sangatlah penting.
Sebaliknya pada budaya konteks rendah, orang akan memposisikan dirinya dalam ruang yang cukup luas antara dirinya dengan orang yang ada di dekatnya.
Mengacu pada perilaku menyentuh seseorang sebagaimana yang dimainkan dalam komunikasi nonverbal. Menurut psikologi komunikasi, sentuhan dapat menyampaikan dan menerima pesan. Terdapat beberapa perasaan yang dapat disampaikan sentuhan yaitu tanpa perhatian, kasih saying, takut, marah, dan bercanda.
Mengacu pada elemen-elemen ujaran yang berkaitan dengan cara mengucapkan pesan verbal. Paralinguistik terdiri atas nada, kualitas suara, volume, kecepatan, dan ritme.
Merupakan indera yang paling peka. Ketika indera lain tidak bekerja, maka indera penciuman akan tetap bekerja setiap saat.
Cara orang menggunakan indera penciuman sebagai bagian dari komunikasi akan sangat berbeda bagi beberapa budaya. Budaya konteks tinggi umumnya lebih sensitif terhadap terhadap penciuman ketika berinteraksi dibandingkan dengan budaya konteks rendah.
Mengacu pada aspek komunikasi nonverbal yang berkaitan dengan konsep waktu dalam komunikasi lintas budaya. Konsep waktu dapat dibedakan menjadi monokromik dan polikromik. Budaya yang berperilaku berdasarkan waktu monokromik menekankan pada pengerjaan satu tugas pada satu waktu. Sementara itu, budaya polikromik lebih menikmati terlibat dengan beberapa hal sekaligus dalam satu waktu.
Mengacu pada penampilan seseorang seperti pakaian, mobil, rumah, dan lain-lain. Artifaktual berkaitan erat dengan pembentukan citra tubuh dengan pakaian yang digunakan atau apa yang dimiliki.
Demikianlah ulasan singkat tentang simbol-simbol dalam komunikasi antarbudaya. Semoga dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita tentang komunikasi antarbudaya terkait dengan simbol-simbol yang digunakan.
Perdebatan maupun pertengkaran dalam sebuah hubungan memang menjadi sebuah hal yang wajar terjadi, namun yang…
Dalam menjalankan sebuah usaha, berkomunikasi menjadi hal yang perlu dilakukan dan tidak boleh diabaikan begitu…
Seperti yang diketahui, dengan maraknya pandemi Covid-19 yang menyerang hampir ke penjuru dunia, banyak aktifitas…
Sosial media menjadi sebuah lahan promosi yang cukup menguntungkan dan bisa dengan mudah untuk digunakan…
Saat ini digital marketing atau pemasaran digital menjadi senjata yang cukup ampuh bagi mereka pelaku…
Komunikasi Teraupetik adalah sejenis komunikasi yang dirancang dan direncanakan dengan tujuan terapi untuk membina hubungan…